
kom
Jakarta, sumbarsatu.com– Ratusan pendemo menggelar aksi hingga malam hari di depan Kantor KPU RI, Jakarta Pusat, Senin, 18 Maret 2024. Bahkan peserta aksi dari berbagai elemen itu juga membakar baliho bergambar Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Semakin malam, orasi dari para peserta aksi menambah panas situasi. Tuntutan terhadap Presiden Jokowi untuk mundur makin kencang disuarakan. Silih berganti, para pendemo meneriakkan tuntutan agar Presiden Jokowi segera mundur.
Teriakan bakar Jokowi, lengserkan Jokowi, dan turunkan Jokowi diucapkan secara bersahutan oleh para peserta aksi di depan Kantor KPU RI. Musik penyemangat aksi yang disetel dan pemukulan kentongan menambah riuh suasana aksi.
Para pendemo menilai, rezim Presiden Jokowi bersama antek-anteknya telah membuat bangsa dan negara sengsara. Presiden Jokowi dianggap sebagai sumber masalah bangsa. Karena itu, mereka menuntut mundur Jokowi.
“Hancurkan rezim Jokowi dan antek-anteknya. Kami menuntut Jokowi untuk segera turun dari jabatannya sebagai Presiden RI. Sebab telah banyak membuat kebijakan yang melenceng dari konstitusi,” ucap salah seorang orator aksi.
Dikatakan pula oleh para orator aksi, Presiden Jokowi telah melakukan penindasan dan pembohongan terhadap bangsa Indonesia. Jokowi dinilai sebagai biang kerok kegaduhan bangsa. Sehingga tak pantas lagi memimpin bangsa Indonesia.
Kebijakan Jokowi, lanjut orator aksi, tidak memihak pada kepentingan rakyat dan bangsa. Tapi lebih besar untuk pihak asing dan kelompoknya. Kebijakan Jokowi merupakan rencana jahat untuk menghancurkan bangsa Indonesia.
“Kebijakan Presiden Jokowi merupakan rencana jahat untuk menghancurkan bangsa Indonesia. Telah banyak buktinya. Untuk itu kami menuntut mundur Jokowi dari jabatan presiden,” tegasnya.
100 Kampus Sudah Terkoneksi
Sementara itu, para guru besar dan akademisi dari berbagai kampus benar-benar mengkhawatirkan masa depan demokrasi di bawah pemerintahan Joko Widodo. Mereka bahkan telah menyerukan suara keprihatinan sebelum pencoblosan 14 Februari 2024 lalu. Jumlahnya sangat besar, lebih dari 100 kampus.
Demikian disampaikan akademisi Universitas Andalas (Unand), Feri Amsari, dalam podcast di kanal YouTube @Bambang Widjojanto, Senin, 18 Maret 2024.
“Kalau guru-guru besar dan dosen sudah cukup masif ya, ada 100-an kampus pergerakannya. Seratusan kampus itu selalu terkoordinir semenjak pernyataan kampus soal rusaknya proses penyelenggaraan pemilu dan dinasti Jokowi. Dan itu terus terpelihara komunikasinya,” jelasnya.
“Dan ini secara bertahap akan ada pernyataan-pernyataan kampus di seluruh Indonesia. Tentu kita anggap itu sebagai upaya mengingatkan pemerintah dan publik terhadap kesadaran berdemokrasi. Pemerintah harus ingat bahwa mereka salah, lupa diri, dan publik harus diingatkan untuk kembali bersuara melindungi demokrasi,” ungkapnya.
Menurutnya kalangan kampus secara moral dan ilmu pengetahuan memang mesti bersuara keras untuk mengingatkan. Terlebih, apa yang sedang dilakukan Jokowi dan dinastinya pasca pasangan Prabowo-Gibran menang versi hitung cepat semakin mengkhawatirkan.
Karena anak dan menantu Jokowi lainnya juga sudah siap-siap akan maju di pemilihan kepala daerah. Sehingga menurutnya, apa yang dilakukan Jokowi jauh lebih parah dibanding Presiden RI ke-2 Soeharto. Karena rezim Soeharto di Orde Baru yang jauh lebih powerfull, tidak ada anak-anaknya menjadi kepala daerah.
“Dia (Soeharto) malah memilih berbisnis dan membangun kerajaan keluarga. Kalau ini (Jokowi) memang merasa perlu menempatkan keluarganya di ruang-ruang kekuasaan publik di berbagai daerah,” ungkap pakar hukum tata negara ini.
Melihat kegentingan tersebut, para guru besar dan akademisi turun gunung untuk bergerak. Guru besar yang bukan berlatar belakang, bahkan yang sempat mendukung Jokowi sebelumnya juga ikut bersuara keras.
“Ada (yang berlatar belakang) aktivis, ada yang bukan aktivis, sibuk dengan ruang akademik, ada yang dulu terang-terangan mendukung presiden, kini punya kesepahaman yang sama soal demokrasi dan apa yang sedang terjadi, serta bahayanya bagi demokrasi konstitusional kita,” ungkap pemeran film Dirty Vote ini.
“Saya yakin ini akan terus berjalan dan tidak akan sekadar guru besar. Teman-teman mahasiswa tetap adalah kunci yang penting, yang membuat suasana jauh lebih semarak dalam ranah pergerakan melawan rezim,” demikian Feri Amsari.
Sebagaimana diketahui belakangan guru besar dan akademisi dari berbagai kampus semakin keras bersuara terhadap Pemerintahan Jokowi.
Selain secara langsung atas nama kampus seperti Universitas Islam Indonesia (UII), Kampus Menggugat yang dimotori guru besar dan akademisi Universitas Gadjah Mada, hingga Jogja Melawan dan Seruan Salemba yang masing-masing terdiri dari guru besar dan akademisi dari berbagai kampus. SSC/KBA