
sidang
Padang, sumbarsatu.com—Awalnya Maria Theresiali merasa bahagia karena gugatannya dikabulkan hakim dan memutuskan perusahaan CV Sinar Bening tempat ia bekerja selama 31 tahun untuk membayarkan haknya sebesar Rp 66,6 juta. Maria menggugat CV Sinar Bening karena ia dipecat tanpa diberikan hak normatifnya sesuai aturan yang berlaku.
Pada April 2020, Maria meminta pendampingan LBH Padang untuk memperjuangan hak pesangonnya di Pengadilan Industrial Padang pada Pengadilan Negeri Padang. Saat itu, hakim telah memutuskan dalam perkara Nomor: 30/Pdt.Sus-PHI/2020/PNPdg. jo Nomor: 450 K/Pdt.Sus-PHI/2021 mengabulkan gugatan Maria. CV Sinar Bening) dihukum untuk membayarkan hak-hak dari penggugat sebesar Rp66.695.400 dan telah berkekuatan hukum inkrah.
“Putusan pengadilan ini tentu sangat membahagiakan bagi Maria yang telah bekerja 31 tahun di perusahaan. Namun, perusahaan selalu mangkir untuk mematuhi putusan pengadilan yang harusnya sudah dieksekusi sejak tahun 2021 lalu. Maria telah menunggu 3 tahun pemulihan hak-haknya sebagi pekerja,” kata Decthree Ranti Putri, Advokat Publik LBH Padang kepada sumbarsatu, Rabu 28 Februari 2024.
Decthree Ranti Putri, menjelaskan, melalui surat Nomor: 172/SK-E/LBH-PDG/XI/2021 pada tanggal 09 November 2021, LBH Padang mengajukan eksekusi putusan Maria. Kemudian Pengadilan telah melakukan sidang annmaning di Pengadilan Negeri Padang sebanyak 6 kali yaitu pada 13 Desember 2021, 15 Desember 2021, 22 Desember 2021, 30 Desember 2021, 05 Januari 2022 dan 13 Januari 2022.
Kendati sudah enam kali sidang tetapi, tetap saja tidak ada itikad baik dari CV Sinar Bening melaksanakan isi dari Putusan Pengadilan ini. Tiga tahun sudah CV Sinar Bening tidak patuh terhadap putusan hakim namun pengadilan tak mampu melakukan apa-apa. “Negara acapkali kalah dengan kebandelan pengusaha yang tak mau patuh pada hukum. Akibatnya Maria yang perempuan lansia jadi korban.”
Dikatakan Decthree Ranti Putri, CV Sinar Bening awal mulanya dipimpin oleh Soegianto yang kemudian pengelolaan dilanjutkan oleh anak angkatnya Charoline. Selama rentang sengketa PHI di Pengadilan tempat usaha CV Sinar Bening mulai tampak ada nama baru yaitu CV Sibolga, dan usaha tersebut terus dikembangkan sehingga diketahui ada perusahaan lain yang dibuat, lamanya penyelesaian hak ketenagakerjaan juga bisa menjadi celah yang menguntungkan untuk pengusaha.
“Pada tanggal 25 Januari 2022, kami kembali meminta Pengadilan Negeri Kelas 1A Padang untuk melakukan proses ekseskusi paksa melalui surat Nomor: 16/SK-E/LBH-PDG/I/2022 dengan menyebutkan dan melampirkan aset yang dimiliki perusahaan untuk bisa dilakukan penyitaan akan tetapi sita eksekusi baru bisa dilaksanakan satu tahun setelah pengajuan dengan berbagai alasan birokrasi dan administrasi di PN Padang,” terangnya.
Sita eksekusi terlaksana pada tahun 2023 di lokasi plang nama CV Sinar Bening yang masih terpampang. Selaian, ada juga berdiri di lokasi yang sama plang CV Sibolga. Satu hari pascasita ekekusi aset, aset kemudian claiming bukan milik CV Sinar Bening tapi milik CV Sibolga hingga sita eksekusi dikembalikan oleh Pengadilan Negeri Padang.
“Bahkan akibat lamanya eksekusi di Pengadilan Negeri Padang, CV Sinar Bening diduga kuat melakukan pemindahan aset dan menganti nama perusahaan menjadi nama baru namun tetap dikelola oleh anak pemilik sebelumnya yang bernama Charoline. Hal ini diduga kuat dilakukan hanya untuk mengakali putusan hakim yang memerintahkan membayar pesangon terhadap Maria. Pengelolaannya perusahaan ini diduga telah diambil alih oleh anak tirinya atas nama Caroline Hartati dengan cara mengubah nama CV Sinar Bening menjadi CV Sibolga, namun tetap dengan aset dan karyawan yang sama,” urai Decthree Ranti Putri.
Decthree Ranti Putri menceritak, pada 14 Desember 2022 LBH Padang membuat pengaduan ke UPTD Pengawas Ketenagakerjaan Wilayah I terkait keengganan pengusaha membayarkan hak pekerja.
Kemudian hanya ditindaklanjuti dengan memfasilitasi pertemuan antara pengadu dengan teradu sebanyak dua kali pada Juni 2023 tetapi tidak ada titik terang dan komitmen bagaimana pihak pengusaha membayarkan hak Maria. Hingga saat ini tidak ada upaya dan proses penegakan hukum di bidang ketenagakerjaan yang konkret yang dilakukan oleh PPNS Ketenagakerjaan pada UPTD Pengawas Ketenagakerjaan Wilayah I.
Tak kunjung mendapatkan haknya, Maria akhirnya melaporkan Soegianto dan anaknya atas nama Caroline ke SPKT Kepolisian Daerah Sumatera Barat dengan Nomor: STTLP/37.a/II/YAN/2024/SPKT/Polda Sumatera Barat tanggal 26 Februari 2024. Mereka diduga telah melakukan penggelapan dan enggan membayar hak pesangon pekerja dengan itikat buruk.
Decthree Ranti Putri, menuturkan bahwa Rp66 juta tentu tidak sebanding dengan pengabdian Maria selama 31 tahun menjadi pekerja
“Tindakan pengusaha tidak menunaikan kewajiban yaitu membayar hak karyawannya adalah sebuah pelanggaran hukum dan mesti ditindak dengan tegas. Namun itu tidak terjadi,” kata Decthree Ranti Putri. SSC/MN