
DEK
Laporan Sarah Azmi
Padang, sumbarsatu.com—Pengadilan Tinggi (PT) Padang telah memutus banding kasus tindak pidana pengrusakan hutan dengan terpidana Robi Niko Padang dan Timbul Hasibuan masyarakat Jorong Pigogah Patibubur, Nagari Air Bangis, Kecamatan Sungai Beremas, Kabupaten Pasaman Barat Sabtu (3/2/2024).
Menurut Fadil, Koordinator Advokasi Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM (PBHI) Wilayah Sumatera Barat, putusan PT jauh dari rasa keadilan bagi masyarakat.
“Meskipun Pengadilan Tinggi Padang telah memutus banding menjadi 8 bulan dari tuntutan JPU 4 tahun, bagi masyarakat Air Bangis Jorong Pigogah belum ada keadilan yang bisa mereka rayakan, sebab masyarakat tidak bersalah,” kata Fadli.
Ia jelaskan, masyarakat tidak bersalah karena ada dokumen-dokumen yang menjelaskan masyarakat telah lama hidup di wilayah tersebut, sejak 1943. Kemudian, sangat disayangkan Pengadilan Tinggi (PT) juga mengabaikan surat dari Komnas HAM terkait penyelesaian konflik agraria di Nagari Air Bangis dengan pendekatan dialogis secara restorative justice.
Selain itu, ada oknum aparat penegak hukum yang tebang pilih dalam menindak masyarakat yang membeli buah kelapa sawit kepada masyarakat Jorong Pigogah Patibubur. Masyarakat yang menjual sawit ke peron HTR tidak pernah diproses oleh aparat penegak hukum, bahkan mereka meminta masyarakat menjual ke peron tersebut.
“Sementara pembeli selain peron ATR dikenakan tidakpidana. Ini lah yang menimpa Timbul Hasibuan dan Robi Niko Padang,” jelasnya.
Sebelumnya PBH) wilayah Sumatera Barat menyayangkan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) kepada Niko dan Timbul dalam sidang di Pengadilan Negeri Padang, mereka dituntut hukuman maksimal 4 tahun penjara, sedangkan dalam kasus yang sama 4 orang masyarakat Air Bangis dinyatakan lepas oleh Pengadilan Negeri Pasaman Barat.
Pada putusan tingkat pertama Robi Niko Padang dan Timbul Hasibuan divonis 10 (sepuluh) bulan penjara, berdasarkan hasil banding, hukuman Robi Niko Padang dan Timbul Hasibuan menjadi delapa) bulan.
Terkait dengan perkara ini, PBHI wilayah Sumatera Barat menilai, putusan PT Padang masih jauh dari rasa keadilan, sebab Robi Niko Padang dan Timbul Hasibuan bukanlah pelaku tindak pidana kehutanan.
“Berdasarkan fakta persidangan diketahui terjadi konflik agraria yang sampai saat ini tidak pernah terselesaikan dengan memenuhi rasa keadilan bagi masyarakat. Dari fakta persidangan juga diketahui masyarakat telah menggarap tanah mereka secara turun temurun sejak tahun 1943,” sebut Fadli.
Kemudian, PT Padang tidak mempertimbangkan fakta bahwa pengukuhan kawasan hutan tidak dijalankan sebagaimana mestinya yaitu melalui empat proses tahapan di antaranya, penunjukan kawasan hutan, penataan batas kawasan hutan, pemetaan kawasan hutan dan penetapan kawasan hutan.
Salah satu bagian dari penataan batas kawasan hutan adalah penyelesaian hak-hak masyarakat yang berada dalam kawasan hutan, dan hal ini tidak pernah diselesaikan oleh Kementrian sampai saat ini. Berdasarkan ke Pasal 19 ayat (3) huruf Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Kehutanan yang berbunyi : “ Penyelesaian hak-hak pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d yang berada di dalam Kawasan Hutan diselesaikan melalui Penataan Kawasan Hutan dalam rangka Pengukuhan Kawasan Hutan”.
Sangat jelas Majelis Hakim tidak mempertimbangkan kerja dari panitia tata batas kawasan hutan yaitu pada Pasal 19 ayat (2) huruf d yang berbunyi : “inventarisasi dan penyelesaian hak-hak pihak ketiga yang berada di sepanjang Trayek Batas Kawasan Hutan”.
Selanjutnya masyarakat Jorong Pigogah Patibubur, Nagari Air Bangis tidak pernah dilibatkan dalam sosialisasi kawasan hutan yang mana hal ini menjadi bagian terpenting dalam penetapan kawasan hutan.
Putusan Pengadilan Tinggi (PT) Padang tidak mempertimbangkan Surat Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Sumatera Barat Nomor: 171/PM.00.00/3.5.2/VIII/2022 perihal Hasil Diskusi Penjajakan Penyelesaian Permasalahan di Nagari Air Bangis, tertanggal 24 Agustus 2022 yang berisi tentang penyelesaian konflik agraria di Nagari Air Bangis dengan pendekatan dialogis secara restorative justice.
“PBHI mengutuk keras tindakan kriminalisasi kepada masyarakat yang telah menetap sebelum adanya penetapan kawasan hutan,” tegas Fadli.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) memberikan dalam memutus perkara nomor 790/Pid.B/LH/2023/PN Pdg dan Nomor 789/Pid.B/LH/2023/PN.Pdg terjadi perbedaan pendapat dari majelis hakim.
Menurut Ketua Majelis Hakim Eka Prasetya Budi Dharma, para terdakwa terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya, tetapi bukan merupakan tindak pidana. Alasannya, karena masih ada persoalan yang harus diselesaikan oleh negara dan pemerintahan setempat terkait konflik agraria yang sedang terjadi. Hakim ketua juga menegaskan dalam putusan tersebut tidak dibenarkan tindak pidana dijadikan sebagai efek jera terhadap masyarakat setempat.
Sementara, 2 orang hakim anggota, yaitu Juandra dan Ferry Hardiansyah menyatakan pada putusan tersebut telah terpenuhi unsur tindak pidana yang dilakukan oleh Niko dan Timbul. Maka dari itu atas kedua pandangan majelis hakim anggota, Niko dan Timbul divonis 10 bulan penjara dipotong selama masa tahanan. SSC/ARA