Rabu, 08/03/2023 20:51 WIB

PEBS FEB UI Kaji Implementasi "Tobacco Advertising and Sponsorship Ban"

--

Jakarta, sumbarsatu.com—Pusat Ekonomi dan Bisnis Syariah (PEBS) FEB UI menggelar diseminasi Indonesia Research Grant Indonesian Tobacco Control Research Network (ITCRN) 2022 pada Selasa, (6/3/2023) di Depok, Jawa Barat.

Kegiatan ini merupakan kolaborasi antara PEBS FEB UI dengan John Hopkins School of Public Health. Diseminasi dilakukan sebanyak 4 sesi, yaitu sesi Advocacy Grant (Kawasan Tanpa Rokok), Sesi 1 (Tobacco advertising and Sponsorship Ban/TAPS Ban), Sesi 2 (Smoke Free Area), dan Sesi 3 (Excise Tax and Cigarette Consumption).

Pada sesi Tobacco advertising and Sponsorship Ban/TAPS Ban, terdapat 4 tim yang memaparkan hasil penelitian yakni Tim Universitas Gadjah Mada (Ketua: Renie Cuyno Mellen, SKM., MPH), Tim Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (Ketua: Reni Ria Armayani Hasibuan), Tim Universitas Syiah Kuala Aceh (Ketua: Rizanna Rosemary), dan Tim UIN Ar-Raniry Banda Aceh (Mira Maisura, Msc).

Sesi 2 dibuka oleh paparan dari Tim Universitas Syiah Kuala Aceh (Ketua: Rizanna Rosemary) tentang Persepsi Pedagang Rokokterhadap Pelarangan Iklan Rokok di MediaLuar Ruang di Provinsi Aceh.  Hasil penelitiannya menunjukan meskipun telah ada Qanun KTR di Provinsi Aceh, masih ditemukan 267 reklame media luar ruang pada 177 retail di ruas jalan nasional dan provinsi di Kota Banda Aceh. 

Banyaknya iklan reklame tersebut disebabkan oleh rendahnya pengetahuan dan persepsi masyarakat khususnya pedagang rokokterhadap keberadaan Qanun No. 4 tentang KTR Provinsi Aceh. Oleh karena itu, perlu sosialisasi lebih komprehensif dan efektif khususnya terkait pasal 20 tentangpenyelenggaraan  reklame rokok di Aceh.

Paparan selanjutnya oleh Tim Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (Ketua: Reni Ria Armayani Hasibuan) memaparkan tentang The Effect of Regulating The Display of Point of Sale Cigarettes Around The School on The Smoking Intentions of School Students and The Sale of Cigarettes Around Schools in Medan City.

Hasilnya menunjukan letak display rokok berpengaruh terhadap pembelian rokok. Display diletakan di depan kasir dan iklan di dalam kedai dapat meningkatkan penjualan rokok. Selain itu, jarak sekolah ke kedai penjual rokok juga berpengaruh terhadap jumlah penjualan dengan grafik yang menurun, semakin jauh dari sekolah semakin sedikit rata-rata jumlah rokok yang terjual. Informasi dari timnya, perkembangan terbaru saat ini, larangan display rokok di sekitaran sekolah sudah pada tahap pengusulan dalam perda kota medan.

Dilanjutkan Tim UIN Ar-Raniry Banda Aceh (Mira Maisura, Msc) memaparkan mengenai Cigarette Prevention Education for Children and Youth Through Social Media Influencers.

Dalam paparannya, Mira menjelaskan bahwa masyarakat memiliki ketertarikan terhadap iklan produk tembakau apapun (karena disajikan dengan cara yang unik dan genre iklan yang tidak monoton). 

Perokok aktif percaya bahwa iklan tidak akan mengubah cara pandang mereka terhadap produk tembakau yang mereka gunakan (termasuk faktor potongan harga). 

Masyarakat memiliki pengetahuan yang cukup tentang bahaya rokok tetapi itu tidak berarti bahwa orang akan menghindari produk sepenuhnya.

Menurut timnya, masyarakat terbagi menjadi 3 kategori; menghindari sama sekali, menunjukkan dengan gerakan khusus saat diekspos, dan tidak memiliki masalah diekspos dengan kemungkinan mencoba rokok.

Terakhir, Tim Universitas Gadjah Mada (Ketua: Renie Cuyno Mellen, SKM., MPH) memaparkan tentang Exposure to Tobacco Advertising, Promoting, and Sponsorship (TAPS) on Social Media and its Effect on Smoking Intention and Behavior.

Hasil penelitiannya menyatakan bahwa terdapat beberapa fenomena iklan di media sosial, diantaranya adalah konten unggahan user-generated yang menjadi iklan gratis, unggahan dari kawan atau selebriti terkenal menjadi konten yang lebih dipercaya, tren perokok wanita dengan narasi “emasipasi”, serta maraknya smoking selfie; the evangelist; endorsing, dan review rokok di media sosial.

Berkaitan dengan hal temuan tersebut, peraturan TAPS di media sosial sudah ada pada PP 109/2012 namun perlu lebih dijelaskan terkait implementasinya. Redifinisi TAPS juga perlu dilakukan mengingat adanya pergeseran belanja iklan rokok dari media konvensional menjadi ke digital (media sosial).

Para pembahas dalam sesi ini, Sakri (Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI) dan Jamal (Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular,

Kementerian Kesehatan RI) sepakat bahwa ke depan kita akan berhadapan dengan industri digital yang sangat berkembang pesat sehingga akses teknologi untuk melakukanblockingterhadap iklan rokok perlu dikembangkan.

Menurut Sakri hal yang paling sulit dilakukan pada iklan di media sosial adalah menemukan iklan yg terselubung. Oleh karena itu, masyarakat juga harus kompak melakukan edukasi besar-besaran untuk kritis melawan iklan industri di media sosial. SSC/Rel

BACA JUGA