
Tehuis Voor Indische Studenten (Wisma Mahasiswa Hindia), Prins Mauritsplein 23 's-Gravenhage/Den Haag, tempat Bung Hatta menginap selama minggu pertama beliau baru tiba di Belanda.
OLEH Suryadi (Universitas Leiden, Belanda)
Kali ini saya ingin mengajak Saudara-saudara sekalian untuk mengenang kembali bagian dari riwayat hidup Proklamator kita, Bung Hatta, yang tentunya, langsung atau tidak, menjadi salah satu titik pula dalam rangkaian perjalanan historis terbentuknya sebuah negara-bangsa (nation-state) yang bernama: Republik Indonesia.
Pada Minggu, 25 Desember 2022, bersama Prof. Dr. Budi Agustono dari Universitas Sumatera Utara, Medan, saya pergi ke Den Haag. Prof. Dr. Budi Agustono sedang melakukan riset kepustakaan selama tiga bulan tentang heorisme dan spiritualisme Bung Hatta. Saya mengajak beliau mengunjungi sebuah gedung yang dulunya adalah bangunan yang terkait dengan sejarah mahasiswa Indonesia di Belanda pada awal abad ke-20. Gedung ini, yang sekarang menjadi kantor Tandtechnisch Laboratorium Meissen, dulunya adalah Wisma Mahasiswa Hindia atau Tehuis VoorIndische Studenten (lihat foto klasiknya dalam buku Harry A. Poeze, Di Negeri Penjajah: Orang Indonesia di Negeri Belanda 1600-1950, Jakarta: KPG & KITLV-Jakarta, 2008: 221).
Di Tehuis VoorIndische Studenten inilah Bung Hatta melewati hari-hari pertama beliau ketika baru tiba di Belanda. Sebagaimana ditulis oleh Bung Hatta dalam memoar-nya, beliau sampai di Belanda pada awal September 1921. Beliau dijemput oleh Ir. Kramer di Pelabuhan Rotterdam. Bung Hatta menulis:
"Pada [hari Senin] 5 September 1921, antara pukul 11:00 dan 12:00, Kapal Tambora [yang aku tumpangi] berlabuh di Pelabuhan Rotterdam. Aku dijemput oleh Ir. Kramer, seorang kenalan Ir. Van Leeuwen di Betawi. Malam hari itu aku menginap di rumahnya. Baru keesokan harinya aku pergi ke Den Haag. Di Den Haag aku menginap dulu kira-kira 10 hari di Tehuis voor Indische Studenten yang terletak di St. Mauritsplein [23]. Pada waktu itu rumah penginapan mahasiswa itu dipimpin oleh Ny. Van Overeem, janda dari seorang bekas guru kepala yang pernah menjabat di Hindia Belanda. Di atas Ny. Van Overeem ada dua orang direktur yang diangkat oleh Ministerie van de Koloniën. Kedua direktur itu namanya Visser dan Heitink, kedua-duanya bekas guru kepala sekolah Belanda di Hindia Belanda" (Hatta, Untuk Negeriku, Buku 1, Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2011: 138-139).
Selanjutnya, Bung Hatta menulis bahwa selama menginap di Tehuis ini, ia sekamar dengan Djoenaedi, seorang mahasiswa kita juga, yang mengambil kuliah Indologidi Universiteit Leiden, yang sudah sampai di Belanda sekitar seminggu lebih awal daripada Hatta. Kelak, di akhir 1922, wajah keduanya, bersama Dahlan Abdoellah, Nazir Pamontjak, Soebarjo, Soekiman, dan Ichsan, diabadikan dalam sebuah foto historis yang sudah banyak direpro oleh para sarjana yang meneliti theemergenceof Indonesian nationalism di Belanda (lihat misalnya Poeze, op cit.: 177).
Bung Hatta (op cit.: 140-141) melanjutkan ceritanya, bahwa setelah tiga hari menginap di wisma ini, Nazir Pamontjak datang dari Leiden menemuinya. Naziradalah senior Bung Hatta sesama dari Minangkabau yang mengambil bidang Hukum di Leiden. Nazir mengundang Hatta datang ke Leiden. Hari Sabtunya (10 September), Hatta pergi ke Leiden dengan kereta api, langsung ke tempat kos Nazir di Bilderdijkstraat No. 1, Leiden, kemudian sorenya mereka pergi ke tempat kos Baginda Dahlan Abdoellah di Jalan Hoegewoerd. Dalam kunjungan pertamanya ke Leiden itu, Hatta berjumpa pula dengan para seniornya yang lain dan langsung berdiskusi dengan mereka tentang masa depan Indonesia. Hatta menghabiskan weekend pertamanya di Belanda di Leiden, dan baru kembali ke Den Haag pada Minggu sore (11 September 1921).
Tehuis VoorIndische Studenten sebenarnya sudah lama dicita-citakan, tapi baru terwujud sekitar 7 bulan sebelum Bung Hatta sampai di Belanda. Tentang Wisma Mahasiwa Hindia ini, Harry A. Poeze (op cit.: 221-222) menulis:
"Tanggal 15 Maret 1921 terpenuhi keinginan yang sudah lama didambakan dan banyak dibicarakan orang. Di Prins Mauritsplein 23 di Den Haag secara resmi dibuka Tehuis voor Indische Studenten (Wisma Mahasiswa Hindia). Wisma itu dimaksudkan untuk memberikan penginapan sementara kepada para pemuda [Hindia] yang baru datang, dan sebagai penginapan para pelajar. Pemerintah [Belanda] memberikan subsidi untuk menutup kekurangan biaya pengoperasiannya. Para utusan berkantor di wisma ini. Di situ terdapat ruangan untuk bersantai dan ruangan baca, juga ruangan yang cukup untuk menerima lima belas orang tamu."
Cerita yang lebih lengkap mengenai wisma ini dapat dibaca dalam buku Harry A. Poeze yang sudah dirujuk di atas (lihat halaman 221-222).
Demikianlah salah satu pernik sejarah Indonesia yang ternukil di Belanda yang masih meninggalkan jejak sampai kini. Mungkin akan ada manfaatnya apabila orang-orang Indonesia yang berkunjung ke Belanda, khususnya para pejabat (baik eksekutif maupun legislatif; baik pusat maupun daerah) mengunjungi 'situs-situs' yang terkait dengan sejarah Indonesia ini, untuk menautkan memori mereka dengan masa lampau Republik tempat mereka eksis, berjaya dan menikmatinya kini. Dengan demikian, diharapkan akan timbul kesadaran untuk memelihara negara-bangsa 17.000 pulau yang besar dan kaya ini.
Banyak 'situs-situs' historis lain yang tersebar di seluruh Belanda yang terkait dengan sejarah pembentukan nasionalisme Indonesia di Eropa/Belanda ada awal abad ke-20. Kiranya tak ada ruginya Anda mengunjungi tempat-tempat bersejarah tersebut setelah shoping di Amsterdam dan Rotterdam. Dengan begitu, ada kenangan historis nan manis yang boleh dibawa pulang ke tanah air, selain LouisVitton, Gucci, intan podi dan berlian.
Leiden, Senin 26 Desember 2022