
Under the Volcano akan dipentaskan digelar di Ciputra Artpreneur Theater, Jakarta pada 27 Agustus 2022.
Jakarta, sumbarsatu.com—Akhirnya, “Under the Volcano” yang diusung Komunitas Seni Hitam Putih Padang Panjang, Sumatra Barat, setelah penundaan beberapa kali karena pandemik Covid-19, dipanggungkan pada Sabtu, 27 Agustus 2022 pukul 16.00 dan 20.00 di Ciputra Artpreneur Theater, Jakarta.
“Under the Volcano” yang disutradarai Yusril Katil ini, merupakan pertunjukan teater berkelas internasional. “Under the Volcano” salah satu hasil kolaborasi antara Bumi Purnati Indonesia dan Komunitas Seni Hitam Putih Sumatera Barat yang didukung Bakti Budaya Djarum Foundation dan Ciputra Artpreneur.
Restu Kusumaningrum, Direktur Artistik Bumi Purnati Indonesia mengatakan, “Under the Volcano” telah beberapa kali dipentaskan. Pertama kali dihadirkan dalam acara Olimpiade Teater ke-6 di Dayin Theatre, Beijing, Tiongkok pada 7-8 November 2014. Selanjutnya, pada 21-23 April 2016, “Under the Volcano” kembali mengulang kesuksesan saat pementasan di TheatreWorks, Singapura dan terakhir pada 24 November 2018, “Under the Volcano” juga ditampilkan pada perhelatan budaya Borobudur Writers and Cultural Festival (BWCF) 2018 di Panggung Akshobya Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah.
“Kami harap pertunjukan di Ciputra Artpreneur ini dapat memperoleh apresiasi yang tinggi dari para penikmat seni di Tanah Air. Teater “Under the Volcano” sarat dengan budaya tradisi Indoenesia. Pertunjukan ini juga membentangkan syair-syair masa lampau yang dimiliki bangsa ini,” kata Restu Kusumaningrum kepada sumbarsatu, Minggu (21/8/2022).
“Under the Volcano” merupakan sebuah karya yang mengangkat tema bencana alam, terinspirasi dari “Syair Lampung Karam” karya Muhammad Saleh yang ditulis pada 1883.
Seusai jumpa pers di Jakarta sekaitan dengan akan dipentaskannya "Under The Volcano" pada Sabtu, 27 Agustus 2022.
Komunitas Seni Hitam Putih yang berasal dari Padang Panjang melihat apa yang digambarkan Muhammad Saleh dalam syairnya, sangat relevan dengan situasi di kampung halaman mereka yang harus selalu waspada terhadap bencana alam karena kontur geografis yang dikelilingi gunung berapi.
Jika dilihat dalam konteks yang lebih jauh lagi, “Under the Volcano” juga merupakan sebuah pengingat bagi masyarakat Indonesia bahwa bencana alam akan selalu menjadi bagian dari kehidupan masyarakat karena lokasi geografis yang terletak di lintasan ring of fire, yang berada di bawah gunung berapi yang aktif.
Menurut Yusril Katil, “Under the Volcano” terinspirasi dari Syair Lampung Karam yang ditulis penyair Sumatra bernama Muhammad Saleh pada tahun 1883. Karya ini termasuk naskah klasik awal yang ditulis dalam Arab-Melayu (Jawi), karya orang Indonesia yang menceritakan ledakan dahsyat Gunung Krakatau pada abad akhir ke-19 itu.
Bagi penduduk Sumatra, Syair Lampung Karam begitu meninggalkan kesan yang mendalam sampai sekarang terutama bagi masyarakat Lampung sendiri karena dahsyatnya letusan Gunung Krakatau.
Suryadi dari Universiteit Leiden, mengalihaksarakan karya Muhammad Saleh ini dalam buku Syair Lampung Karam, merupakan dokumen pribumi tentang dahsyatnya Letusan Krakatau 1883 yang diterbitkan Komunitas Penggiat Sastra Padang, 2010.
Di Ciputra Artpreneur Theatre, kisah historis letusan Gunung Krakatau akan diaudiovisualkan ke atas panggung yang merupakan tafsir kreatif dan inspiratif terhadap peristiwa sejarah perjalanan kehidupan bangsa ini.
“Fokus kita pada visual di atas panggung dengan rekonstruktif dari teks tertulis ke teks panggung. Selain itu, "Under the Volcano" juga dinarasikan dari teks puisi penyair Iyut Fitra berjudul "Tangga," kata Yusril Katil.
Dalam karya yang dimainkan oleh Komunitas Seni Hitam Putih dan Jajang C. Noer, dikomposeri oleh Elizar Koto dengan dramaturgi Rhoda Grauer ini, nuansa Minangkabau yang dinamis dan melankolis amat terasa, dengan pesan universal yang disampaikan bahwa "jika hari ini adalah tahun 1883, untuk bertahan hidup dari bencana alam seseorang harus bergantung pada bantuan orang lain".
“Under the Volcano” dibagi menjadi enam bagian dan dilakonkan dengan narasi berbahasa Melayu dan Minangkabau yang diperkuat dengan elemen silat, tarian, musik, dan efek visual digital yang menakjubkan. Musik dan tarian didasarkan pada bentuk-bentuk tradisional Melayu yang digubah untuk mencerminkan berlalunya waktu, berdampingan dengan komposisi musik dan tarian kontemporer. SSC/NA