.
Padang, sumbarsatu.com – Selamq 3 hari, sejak 7-10 Agustus 2022, Kota Padang menjadi tuan rumah Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) VX. Dikutip dari Padang.go.id, 93 Wali Kota dari seluruh Indonesia bakal hadir dalam rarkernas tersebut.
Wali Kota Padang Hendri Septa mengatakan bahwa akan ada 3 ribu lebih peserta hadir dan Rp4 miliar uang yang berputar dalam satu hari pelaksanaan Apeksi. Dikutip dari situs resmi Rakernas Apeksi VX, apksi.padang.go.id, Hendri Septa menyebut bahwa iven ini merupakan “momentum meningkatkan ekonomi rakyat.”
Dengan pengawalan dari 400 personel Satpol PP, para peserta Rakernas Apeksi XV bakal disuguhi beragam hiburan. Mulai dari pawai budaya, bersih-bersih pantai, sampai bersepeda santai. Bersama wali kota lainnya, Hendri Septa bakal mengikuti lomba merandang dan membuat teh talua di Pantai Purus.
Di saat yang sama, puluhan pedagang kecil di sepanjang Pantai Purus dilarang berjualan demi mensukseskan iven yang disebut bakal membangkitkan ekonomi rakyat itu.
Pada Kamis, 28 Juli 2022, petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Padang, menyebarkan surat edaran yang berisi imbauan pada para pedagang untuk tidak berjualan di sepanjang Pantai Padang demi menyukseskan Rakernas Apeksi XV.
Protes Pedagang
Para pedagang kecil di Pantai Purus pun protes terhadap pelarangan tersebut.
“Kalau seperti ini bukan penertiban, tapi pembunuhan, pembunuhan secara perlahan-lahan," ujar Lina (42) saat diwawancarai sumbarsatu di kawasan Pantai Purus, Jumat (29/7/2022).
Lina kini khawatir, bagaimana mencukupi kebutuhan sehari-hari keluarganya karena dilarang berdagang.
“Kami sekeluarga menggantungkan hidup di sini. Kalau dilarang total berjualan karena Apeksi ini, darimana uang biaya hidup sehari-hari," lanjut Lina.
Kebanyakan pedagang memang belum tahu bagaimana memenuhi kebutuhan ekonomi harian selama berlangsungnya Rakernas Apeksi XV.
Rani (40), misalnya. Ibu 5 anak itu masih memikirkan cara untuk membiayai kebutuhan anak-anaknya. Rani yang berdagang dibantu suaminya, harus kehilangan sumber ekonomi keluarga.
“Lima anak yang akan diberi makan tiap hari. Satu balita, empatnya sekolah. Ada yang belum boleh masuk sekolah karena saya belum bisa bayar uang sekolah," kata Rani. “Kalau tidak bisa berdagang di sini, darimana dapat uang?”
Menurut mereka, semenjak Pandemi Covid-29 lalu, baru awal tahun sampai lebaran 2022 ini mereka bisa mendapat untung yang cukup dari berdagang. Itupun sebagian besarnya dipakai untuk membayar utang yang menumpuk semasa pandemi.
Kehilangan pemasukan selama 10 atau 15 hari bukanlah perkara mudah bagi pedagang kecil.
Jika tidak dibolehkan berdagang untuk waktu cukup lama karena adanya Rakernas Apeksi ini, mereka cemas bakal terpaksa berutang lagi pada renterir lalu terlilit utang. Sementara itu, bantuan dari Program Keluarga Harapan untuk Juli ini belum juga cair.
Dalam surat edaran dengan kop Pemerintah Kota Kecamatan Padang Barat nomor 59/Trantibtum – CPB/VII/2022 itu, memang tidak dituliskan jangka waktu larangan berdagang bagi pedagang kecil.
LBH Padang: Pemerintah Jangan Langgar HAM Pedagang Kecil
Pengacara Publik Decthree Ranti Putri dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang melihat kebijakan Pemerintah Kota tersebut tidak tepat. Ia menilai pelarangan tersebut sebagai bentuk Pelanggaran HAM atas pekerjaan dan penghidupan yang layak, terutama karena tidak adanya jangka waktu yang jelas serta solusi bagi pedagang.
“Jelas ini sudah masuk kategori Pelanggaran HAM hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak sebagaimana dalam UU Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia," jelas Ranti.
Jika alasan pemerintah adalah pedagang kecil mengganggu ketertiban umum, lanjut Ranti, justru pemerintahlah yang dapat dilihat telah mengganggu ketertiban umum karena gagal memberi keadilan bagi pedagang kecil.
“Seharusnya pemerintahlah yang menjamin hak asasi warganya dalam mencari penghidupan;" katanya lagi.
Lebih jauh, Ranti juga menyoroti jargon pemerintah soal Apeksi dan peningkatan ekonomi rakyat. Menurutnya, jika pedagang kecil dilarang berpartisipasi dalam Rakernas Apeksi XV, maka patut untuk dipertanyakan siapa sebetulnya yang dimaksud ‘rakyat’ oleh pemerintah
“Jika pedagang kecil dilarang, apakah yang akan dikuatkan itu cuma pedagang besar saja?”, tambahnya.
Menurutnya, pemerintah bisa menyediakan tempat khusus bagi pedagang kecil yang mudah diakses pengunjung selama berlangsungnya iven sebesar Rakernas Apeksi XV.
“Jika seperti itu, baru peningkatan ekonomi rakyat namanya,” tutup Ranti. SSC/RAN