Perlu Memperbanyak Ruang Kreatif bagi Anak-anak

21 TAHUN RUMAH KANCIL

Sabtu, 19/03/2022 12:07 WIB
Diskusi seni rupa di Geleri Taman Budaya Sumatra Barat Jumat (18/3/2022) yang diberi pengantar Kepala Dinas Kebudayaan Sumatra Barat. Diskusi ini rangkaian pameran seni rupa

Diskusi seni rupa di Geleri Taman Budaya Sumatra Barat Jumat (18/3/2022) yang diberi pengantar Kepala Dinas Kebudayaan Sumatra Barat. Diskusi ini rangkaian pameran seni rupa "Jelajah Kreativitas" menampilkan karya-karya anggota Rumah Seni Kancil.

Padang, sumbarsatu.com—Rangkaian diskusi seni budaya terus digulirkan Taman Budaya Sumatra Barat. Pada Jumat (18/3/2022) menggelar diskusi seni rupa dalam dalam rangkaian pameran seni rupa "Jelajah Kreativitas" menampilkan karya-karya anggota Rumah Seni Kancil pada 14-30 Maret 2022 di Geleri Taman Taman Budaya Sumatra Barat.

Sebelumnya, Kamis 24 Februari 2022, UPTD Dinas Kebudayaan ini mendiskuikan tentang perkembangan musik Minangkabau.

Syaifullah, Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Sumatera Barat saat mengantarkan diskusi mengatakan, pameran yang dilanjutkan dengan diskusi ini sangat penting dilaksanakan untuk meningkatkan apresiasi dan perhatian masyarakat terhadap karya seni.

“Kegiatan ini merupakan apresiasi kepada Rumah Kancil yang selama 21 tahun konsisten melakukan pembinaan seni untuk anak-anak. Hal yang sangat baik untuk membangun ekosistem kesenian. Dinas Kebudayaan melalui UPTD Taman Budaya berkomitmen untuk memfasilitasi aktivitas seniman dalam rangka pemajuan kebudayaan,” kata Syaifullah.

Sementara itu, pengelola Sanggar Rumah Kancil, Yossy Hilda, mengungkapkan pengalamannya mengajar anak-anak melukis.

“Mengajar anak-anak melukis itu sebuah seni. Kita perlu memahami karakter mereka, minat, gaya bahasa, dan keterampilannya. Biasanya saya ajak anak-anak ngobrol sebelum melukis dan memberi mereka tantangan dengan terlalu observasi tentang tema yang akan mereka lukis,” kata Yossy Hilda.

Diskusi yang digelar di tengah galeri dengan latar lukisan-lukisan anak-anak Sanggar Rumah Kancil ini menghadirkan para pembicara Zirwen Hazry, Nessya Fitryona, dan Syahrial Yayan yang dipandu Rijal Tanmenan.

Nessya Fitryona, pengajar dan peneliti seni rupa mengatakan, konsistensi Sanggar Rumah Kancil berhasil menciptakan ruang kreativitas yang sehat bagi anak-anak sehingga dengan bahagia mengekspresikan dirinya dalam lukisan.

“Anak-anak melukis dengan hati yang murni. Sekalipun meteka melukis tentang pengalaman yang menyedihkan, anak-anak cenderung melukis bayangan suasana alam yang tertangkap oleh inderanya sehingga muncul karya yang warnanya terlihat ceria. Berbeda dengan pelukis dewasa yang telah memiliki pengalaman panjang dan persepsi tentang objek telah dipengaruhi oleh pengetahuan sehingga menggunakan symbol dan warna yang cenderung gelap dan suram,” nilai Nessya Fitryona pada lukisan yang terpajang.

Ia menambahkan, apa yang dilakukan oleh Rumah Kancil sangat penting untuk keberlanjutan seni rupa karena sasarannya anak-anak.

“Kekhawatiran saya adalah apabila nanti Ibu Yossy dan Ibu Yuli tidak bisa mengajar melukis lagi, akan bagaimana nasih Rumah Kancil? Perlu dipikirkan juga terkait menjaga keberlanjutan kerja kesenian karena keterlibatan komunitas dalam mendekatkan public (masyarakat) sangat efektif dengan pola-pola pendekatan baru yang sesuai dengan perkembangan zaman,” urai Nessya Fitryona.

Syahrial Yayan, seorang pelukis yang berlatar pendidikan seni rupa lebih menyorot teknik melukis anak-anak.

“Ketika melihat semakin dekat semakin menerangkan bahwa penguasaan teknik yang sangat baik, dusel, gradasi warna, kontur serta beberapa arsiran dengan tehnik torehan menemukan harmoni  dalam sebuah karya rupa. Tekstur kasar dengan ekspresi spontan yang artistik pada bidang kanvas mengisyarakan pemahaman seni telah berkembang dan tidak lagi sebatas gambar yang berwarna, serta garapan motif batik pada kanvas tidak ada kekakuan  garis yang di buat dengan kuas,” jelas Syahrial Yayan.

Ia menyebutkan, beberapa karya yang  dieksekusi  melampaui batas dua dimensi, yaitu penyusunan bidang-bidang yang digambar dengan cantik, sangat unik dan harmoni  seperti membuka ruang pikiran untuk menemukan bentuk-bentuk karya baru yang berbeda dari biasanya.

“Cantik, unik,  dan ceria sepertinya mewakili  usia   mereka. Jika kreativitas menuntut sesuatu yang berbeda, di sini hal itu sangat kuat terasa,” nilainya.

Sementara Zirwen Hazry, perupa dan seorang guru, mengungkapkan tentang kecerdasan seni atau bakat artistik yang sebenarnya ada di otak kanan manusia. Apabila dikembangkan, pendidikan seni pada anak-anak akan menguatkan kreativitas dan rasa empatinya terhadap lingkungan.

“Kreativitas bukan hanya kemampuan untuk menciptakan tetapi lebih dari itu yaitu meliputi kemampuan membaca situasi, kemampuan beradaptasi dengan lingkungan, kemampuan membuat analisis yang tepat, serta kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru yang lain dari pada yang lain. Maka dari itu, melalui pendidikan seni, anak dapat melatih dan meningkatkan kreativitasnya melalui kegiatan-kegiatan seni yang sesuai dengan tujuan pendidikan yang telah ditetapkan, tetapi kegiatan-kegiatan seni yang dilakukan ini tetap menyenangkan bagi anak. Kreativitas harus berkaitan dengan perbuatan tidak cukup hanya sebatas pemikiran yang tidak diproduksi. Kreativitas ditandai adanya kelancaran dalam menghasilkan hal baru yang orisinil, rasa ingin tahu, kerja keras, lincah dan fleksibel dalam berpikir serta mandiri,” terang seniman pendidik ini.

Perilaku anak kreatif, tambahnya, lebih banyak aktif, anak memiliki inisiatif, dapat tampil dengan semua anak dalam berbagai situasi. Kreativitas anak akan muncul jika berbagai aspek disekitarnya dan potensi dalam dirinya mendukung.

Selain faktor pendukung, ada pula faktor penghambat, yaitu rasa percaya diri rendah, konsep diri rendah, minat rendah, taraf kecerdasan rendah, semangat rendah dan faktor keluarga yang ekstra protektif.

Pada diskusi yang dihadiri oleh para seniman seperti Asnam Rasyid, Syuhendri, Kamal Guci, Fauzul el Nurca, dan lain-lain ini mengapung wacana tentang pentingnya literasi berkesenian dan kritik seni.

“Kritik seni sangat penting untuk menjembatani karya dengan masyarakat penikmat. Kritikus juga dapat membantu menciptakan pasar bagi para seniman,” ungkap Asnam Rasyid, seorang seniman rupa yang sering terlibat dalam pembuatan monument sejarah dan ikon daerah di Sumatera Barat.

Sementara Syuhendri menegaskan lagi pentingnya literasi dalam kesenian agar peristiwa kesenian memiliki bobot lebih bisa menukik ke dalam persoalan-persoalan yang lebih mendasar.

“Misalnya bagaimana dengan anak-anak kurang mampu yang juga ingin belajar berkesenian, khususnya melukis, sementara tidak mempunyai kemampuan membayar guru les. Ini juga perlu mendapat perhatian,” kata pengelola Komunitas Baca Tanah Ombak ini.

Dinas Kebudayaan melalui Taman Budaya mempunyai tugas dan fungsi memfasilitasi seniman dan budayawan melaksanakan aktivitas kesenian dalam kerangka pembangunan pemajuan kebudayaan yang meliputi pelindungan, pengembangan, pemanfaatan, dan pembinaan kebudayaan.

“Kita berharap melalui kegiatan Diskusi Seni Budaya ini perkembangan wacana kesenian dan kebudayaan di Sumatera Barat akan berkembang dengan sehat untuk menjaga ekosistem yang posistif,” kata Hendri Fauzan, Kepala Taman Budaya Sumatra Barat secara terpisah.

Ia menyebutkan, kegiatan diskusi ini sekaligus dapat dijadikan ajang silaturahmi dan bertukar pikiran antarpara pegiat seni budaya di Sumatera Barat.

“Bagaimana pun silaturahmi dan komunikasi sangat penting untuk terjalinnya kerja sama di tengah zaman yang semakin maju yang menuntut kita agar selalu berkolaborasi lintas disiplin,” jelasnya. SSC/Ade

 

 



BACA JUGA