OLEH Hermawan (Budayawan)
MEMULAI pidato saya ini tak terlepas dari kenangan sekitar Juli 1976 saat saya kelas dua SMP berlatih teater dengan Aswendi Dahdir. Judul naskahnya “Mencari Jejak” karyaArswendo Atmowiloto. Peran saya sebagai Karta, seorang pembantu rumah tangga di dalam naskah tersebut. Hampir setiap hari Minggu dibawa latihan ke Pusat Kesenian Padang dan di akhir latihan diceramahi oleh Wisran Hadi.
Akhirnya kami pentas di Gedung Bagindo Aziz Chan/Youth Centre sekarang. Acara itu disebut “Tiga Hari di Bumi Anak-anak” dalam rangka ulang tahun Bumi Teater. Ada tiga SMP yang tampil yati SMP II, SMP VI dan SMP VII Padang. Seingat saya SMP II disutradarai oleh Asbon Budinan Haza, SMP VI disutradarai oleh A Alin De, dan SMP VII sutradara Aswendi Dahdir.
Kemudian saya tak pernah muncul lagi bermain di Pusat Kesenian Padang. Kenapa begitu karena pesan yang disampaikan Wisran Hadi saat itu bahwa setiap yang bermain di sini jika tinggal kelas di sekolah tak boleh ke sini lagi (maksudnya Pusat Kesenian Padang). Meski tahun delapan puluh kalau tak salah ada lagi tawaran untuk main drama dengan judul “Putri Berambut Emas” namun saya tak ikut karena sudah terbukti oleh kakak kelas saya yaitu Erdi Janur karena tinggal kelas tak bisa main ke Pusat Kesenian Padang. Lagipula saya sudah kelas tiga SMA pada waktu itu.
Kemudian tahun delapan puluh satu ikut lagi main ke Taman Budaya pada waktu itu namanya, dengan kelompok teater mahasiswa namanya Teater Proklamator. Sementara sanggarnya di Sanggar Bojo, Pimpinan Boyke Sulaiman. Hal ini dilakukan mengingat akan ada Festival Teater se-Sumatera Barat. Hal hasil Teater Proklamator juara III dan membawa piala artis terbaik saat itu ialah Ermawati Amir. Dan aktor terbaik Asbon Budinan Haza. Itulah kenang indah.
Setelah itu tidak sering lagi main ke Taman Budaya kecuali mengadakan acara seminar mahasiswa sepert Temu Kritkus Muda Sumbar dan Riau kemudian Temu Kritikus Muda se-Sumatera. Selanjutnya berjuang untuk kehidupan jadi PNS. Sangat jarang sekali main ke Taman Budaya.
Ketka seorang Asbon Budian Haza mengajak membuat koperasi seniman agak mulai sering main ke Taman Budaya karena saya megajar di AKOP Sumbar. Kemudian Asbon menghilang lagi dan muncul lagi dengan membuat Persindo (Persatuan Seniman Indonesia) serta membuat kegiatan Festival Marapi. Meskipun saya tak ada waktu yang banyak semua berjalan baik di sela-sela waktu yang berlebih. Begitulah, bila ada di sini selalu ingat perjuangan tersebut. Banyak pembaca orasi bila berdiri di sini selalu berkisah masa dulu.
Forum Perjuangan
Forum adalah tempat berdiskusi dan mengasah otak serta menambah pengetahuan. Perjuangan adalah suatu usaha perorangan atau kelompok yang penuh tantangan untuk meraih suatu yang ingin dicapai. Sedangkan Forum Perjuangan Seniman terbentuk karena keinginan yang dicapai untuk sebuah Taman Budaya yang seperti semula di awal cerita saya ini.
Hal keiginan itu dirusak oleh pemerintah karena keinginan mereka pula. Inilah awal dari Forum Perjuangan Seniman Sumatera Barat. Antara pemerintah dan seniman sudah sepakat untuk mencapai suatu tujuan, yaitu sebuah Taman Budaya yang bagus, akan tetapi semua itu tinggal janji. Seingat saya, gedung yang menjorok empat lantai di tepi pantai itu dibangun dulu baru diajak berunding para seniman di Rumah Gubernur (Gubernuran).
Semua masukan diterima dengan baik dengan catatan tahun 2020 (masa akhir Gubernur Irwan Prayitno) bangunan selesai. Ketika gedung empat lantai yang menjorok ke laut itu selesai dipindahkanlah kantor Taman Budaya dan Kantor Dinas Kebudayaan ke sana.
Pada hal tempat itu adalah pasar seni. Biasanya sebelum gedung itu selesai belum boleh dipakai. Namun saat ini boleh digunakan. Sementara gedung lain yang ada di komplek Taman Bdaya ini sudah dirobohkan semua. Apa daya para seniman untuk ini, ketika beberapa seniman diajak rapat mengubah lagi gedung yang direncana semula menjadi hotel.
Inilah forum lahir. Semula bernama Forum Perjuangan Rumah Seniman. Namun setelah berjalan beberapa bulan diubah menjadi Forum Perjuangan Seniman saja lagi. Forum berusaha membuat acara sendiri karena dengan Taman Budaya dan Dinas Kebudayaan agak merenggang karena merasa ditipu atau tertipu dengan pihak pembangun gedung. Dibuatlah acara dengan nama ekspresi seniman dan diskusi tetang persoalan yang ada. Mulai dapat perhatian dari pemerintah dan usaha forum menjelaskan ke pemerintah mulai merasup. Sehingga kelanjutan hotel terhenti, di samping juga ada kendala kasus korupsi pada pembagunan zona B. Panggung ekspresi jalan terus dengan perjuangan para relawan seniman. Pemeritah lewat Dinas Kebudayan dan Taman Budaya mulai saling berangkul tangan dengan FPS.
Seingat saya, kenapa Taman Budaya dan Dinas Kebudayaan agak renggang dengan FPS pada hal yang diperjuangkan adalah kantor mereka. Dan kantor itu masih pinjaman. Memang kedua lembaga itu adalah ujung tombak pemerintah kepada budayawan dan seniman. Dalam waktu yang berjalan terus FPS sudah mendapat perhatian dari kedua lembaga pemerintah tersebut.
Hal yang mengejutkan tentang ranperda pemajuan kebudayaan yang mengajak FPS terlibat sehingga ranperda dimatangkan. FPS merasa senang meski perjuangan sangat sulit. Satu hal lagi harapan saya kepada kedua lembaga ini yaitu tentang Dewan Kebudayaan seperti yang diamanat ranperda pemajuan kebudayaan adalah merupakan tugas bersama antara budayawan/seniman dan Disbud dan Tambud.
Ranperda ini ada di tangan kita semua kenapa tidak dimulai saja membuat Dewan Kebudayaan tersebut. Ini merupakan poin penting bagi Disbud dan Tambud. FPS bisa berkolaborasi dengan Disbud dan Tambud. Demikian yang dapat saya sampaikan. Perbanyak maaf bila ada salah dalam penyampaian ini. Ini untuk kepentingan kita bersama. Salam Perjuangan.
Padang, 8 April 2024
Orasi ini dibacakan Dr Hermawan, M.Hum pada acara Panggung Ekspresi Forum Perjuangan Seniman, Selasa malam, 30 April 2024