
Bogor, sumbarsatu.com--Asosiasi Dokter Hewan Satwa Liar, Hewan Akuatik dan Eksotik Indonesia (Asliqewan) saat ini tengah melakukan inisiasi penggalangan dana untuk pengadaan alat perlindungan diri (APD) bagi Lembaga Konservasi (LK) Khusus.
Ada beberapa LK khusus di Indonesia yang mempunyai problem yang sama dalam krisis APD. LK Khusus tersebut membutuhkan setidaknya 94 boks masker dan 96 boks sarung tangan lateks setiap bulannya untuk mengakomodir total 157 orang pekerja yang memakai APD dalam merawat total satwa seperti orangutan, owa, kukang hingga jenis satwa lainnya seperti burung-burung langka dengan jumalh total mencapai lebih dari 2.000 ekor.
“Kami telah dilakukan inisiasi sejak 24 April 2020 lalu. Hal ini didasari situasi krisis APD yang terjadi bagi banyak LK Khusus di tengah wabah pandemi Covid-19. Krisis APD ini tidak hanya dirasakan oleh tenaga medis manusia, melainkan juga tenaga medis satwa dan perawat satwa di LK Khusus yang tersebar di Indonesia,” kata Nur Purba Priambada, Kepala Divisi Profesi Asliqewan, Jumat (15/5/2020) di Bogor.
Dikatakannya, selain distribusinya memang lebih terfokus untuk tenaga medis manusia, ketersediaannya pun semakin langka dengan harga yang sangat mahal.
“Padahal APD ini juga mutlak dibutuhkan bagi para tenaga medis dan perawat satwa di LK Khusus, mengingat kerja mereka yang sangat rentan dengan penyakit zoonosis,” jelas Nur Purba Priambada.
Purba mengutarakan, penyakit zoonosis adalah penyakit yang dapat menular dari hewan ke manusia dan juga sebaliknya.
“Sejauh ini, 60 persen penyakit menular di dunia merupakan penyakit zoonosis, yang 70 persen di antaranya adalah penyakit baru pegari dan penyakit pegari adalah penyakit zoonosis,” tambahnya.
Dia menjelaskan beberapa contoh penyakit zoonosis yang kemungkinan besar dapat ditemukan pada aktivitas perawatan satwa di LK Khusus antara lain TBC, hepatitis, flu burung, parasit (cacingan), herpes, dan beberapa penyakit lainnya.
Potensi risiko penyakit zoonosis ini bisa menjadi lebih tinggi karena riwayat satwa yang dirawat di LK Khusus kebanyakan adalah eks-hewan peliharaan yang telah memiliki kontak yang lama dengan manusia. Bahkan tidak menutup kemungkinan ada risiko telah terpapar dan membawa penyakit zoonosis tertentu.
Terlebih di masa pandemi Covid-19 ini, telah terlapor temuan hewan dan satwa yang positif Sars-Cov-2 (virus penyebab Covid-19) seperti anjing, kucing dan harimau. Termasuk juga telah diteliti bahwa beberapa kelompok hewan seperti primata kera besar dan monyet di Asia dan Afrika mempunyai kerentanan tertular Covid-19 karena kemiripan susunan asam amino pada reseptor virus ini di manusia,” terangnya.
Temuan-temuan tersebut lanjut Purba, mendukung tingginya risiko penularan penyakit Covid-19 di manusia dan hewan sehingga setiap LK Khusus mutlak bekerja dengan prosedur penuh kewaspadaan dan kehati-hatian.
Salah satu bentuknya, urainya, melengkapi para pekerja di LK Khusus seperti dokter hewan dan perawat satwa dengan APD, terutama APD dasar seperti masker bedah dan sarung tangan lateks.
Lembaga Konservasi Khusus adalah usaha perpanjangan tangan pemerintah dalam melestarikan satwa, terutama satwa liar yang terancam punah akibat dari perburuan dan perdagangan ilegal.
Satwa-satwa tersebut biasanya akan disita oleh negara dan diselamatkan serta dititiprawatkan ke LK Khusus agar bisa direhabilitasi dan dapat dilepasliarkan kembali ke habitatnya.
LK Khusus ini kebanyakan adalah Lembaga Swadaya Masyarakat yang mempunyai keterbatasan dalam dana operasional. Adapun dana operasional tersebut meliputi biaya pakan, gaji staf, perlengkapan medis, obat-obatan dan sebagainya. Sumber pendanaan dari LK adalah donasi masyarakat ataupun dana hibah.
“Tanpa ada masalah wabah pandemi ini saja, beberapa LK harus berjibaku setiap harinya dalam urusan dana. Ketika wabah ini terjadi, aliran dana makin sulit karena banyak kebijakan program hibah/donatur mengalihkan dana untuk urusan spesifik Covid-19, ataupun banyak masyarakat yang terdampak wabah sehingga mempengaruhi kesediaan mereka dalam menyumbang,” sambung Purba.
Namun saat wabah COVID-19 ini terjadi, masker bedah dan sarung tangan menjadi langka dan mahal. Sementara LK Khusus tentunya punya prioritas banyak dalam operasionalnya dan berujung terjadi dilema antara keselamatan pekerja dan satwa serta juga beberapa hal lainnya.
Krisis APD ini dapat berdampak buruk secara tidak langsung bagi keselamatan pekerja dan satwa di LK Khusus dan apabila dibiarkan berlarut-larut dapat berpengaruh ke operasional LK Khusus secara umum.
Setidaknya ada beberapa LK khusus di Indonesia yang mempunyai problem yang sama dalam krisis APD ini. Beberapa LK tersebut antara lain: IAR Indonesia (Bogor), ASTI (Animal Sanctuary Trust Indonesia-Bogor), Pusat Penyelamatan Satwa Cikananga (Sukabumi), Pusat Penyelamatan Satwa Tegal Alur (Jakarta), Wildlife Rescue Center Yogyakarta, The Aspinall Foundation -Indonesia Program (Jawa Barat), Javan Gibbon Center (Bogor), Pusat Konservcasi Elang Kamojang, Yayasan Kalaweit (Sumatra dan Kalimantan), Pusat Penyelamatan Satwa Tasikoki (Sulawesi Utara), Pusat Penyelamatan Satwa Bali, COP (Center of Orangutan Protection- Berau, Kalimantan Timur), Borneo Orangtutan Survival Foundation (Kalimatan Tengahdan Kalimatan Timur). SSC/Rel