
Padang, sumbarsatu.com—Santri Pondok Pesantren Modern Nurul Ikhlas Panyalaian, X Koto, Tanah Datar, Sumatera Barat, yang dikeroyok belasan rekannya di asrama beberapa waktu meninggal dunia, Senin (18/2/2019) pukul 06.22.
Santri bernama Robi Alhalim, 18 tahun, meninggal dunia di Rumah Sakit Umum M Djamil Padang setelah tak sadarkan diri selama lebih dari sepekan.
"Saya mengkonfirmasi bahwa korban bernama Robi Alhalim meninggal dunia pagi ini di RSU M Djamil," kata Gustavianof, Humas RSUM Djamil Padang, Senin (19/2/2019).
Robi dilarikan ke rumah sakit pada Minggu (10/2/2019) dari RSUD Padang Panjang. Tersebab kondisinya yang cukup parah, kemudian ia dirujuk ke RSU M Djamil Padang untuk menjalani perawatan medis yang lebih intensif.
Robi merupakan korban kekerasan yang dilakan rekan-rekannya di asrama Pondok Pesantren Nurul Ikhlas. Pengeroyokan dan penganiyaan yang dialami Robi membuatnya tak sadarkan diri hingga meninggal dunia pagi tadi.
Sebelumnya, polisi sudah menetapkan 20 orang sebagai tersangka pengeroyokan. Dalam pemeriksaan terungkap, korban dikeroyok selama 3 hari di kamar asrama.
Dari hasil gelar perkara yang dilakukan penyidik Polres Padang Panjang, Jumat (15/2/2019) menetapkan 20 anak tersebut sebagai anak pelaku.
“Anak pelaku merupakan sebutan lain bagi tersangka dalam kasus yang melibatkan anak-anak, karena kita berpedoman pada UU Perlindungan Anak," kata Kasat Reskrim Polres Padang Panjang, Iptu Kalbert Jonaidi, Jumat (15/2).
Terkait kasus yang membawa korban jiwa meninggal ini, pihak Pondok Pesantren Modern Nurul Ikhlas Padang Panjang mengaku kecolongan atas peristiwa tersebut.
"Setiap hari anak-anak diawasi. Kami kecolongan. Mungkin ini bisa jadi introspeksi dan pembelajaran dari semua bidang terkait di dalam (Ponpes). Jadi memang harus kami rapatkan barisan untuk meningkatkan pengawasan, pemantauan, pengontrolan dan mendeteksi secara dini kalau memang ada hal-hal yang mencurigakan dari anak-anak di asrama," kata Firmansyah, Pengawas Pondok Pesantren Nurul Ikhlas.
Pengeroyokan berlangsung selama 3 hari, yakni pada Kamis dan Jumat (7-8/2) dan Minggu (10/2). Kasusnya baru diketahui dan dilaporkan kepada polisi pada Selasa (12/2).
Sementara itu Prof Elfindri, Ketua Komite Perguruan Islam Ar Risalah Aie Dingin, Padang, menilai terkait dengan perilaku kekerasan yang dilakukan santri terhadap rekannya, menurutnya, sumber penyebabnya tak bisa lepas dari sistem pengawasan di ponpes/perguruan.
“Guru pamong (pendamping) dan pengawas di pondok pesantren mesti melewati proses yang ketat dan selalu berpedoman pada tingkat kehati-hatian yang ketat saat rekrutmen,” kata Elfindri, yang juga guru besar di Fakultas Ekonomi Unand ini.
Menuutnya, sebagaimana bana kebanyakan sekolah kedinasan, kekerasan senior kepada yunior perlu diwaspadai dan tindak antisipasi di sekolah. Jika guru pendamping sudah benar proses rekrutmennya, baru dimulai sistem di dalam dibenahi.
“Karena yang dihadapi anak-anak masa pubertas, maka ada pendekatan khusus yang harus dipahami guru pendamping. Di Ponpes Islam Ar Risalah, hal ini sangat diawasi ketat dan benar-benar menjadi perhatian. Insyaallah, di ponpes kami, nol kekerasan,” tambah Elfindri. (SSC/NA)