Deni dan Rahmat Pemenang Liga Baca Puisi Kreatif

FESTIVAL SENI PEKAN NAN TUMPAH 2017 RESMI DITUTUP

Sabtu, 30/09/2017 10:46 WIB
Juara Liga Baca Puisi Kreatif Pilihan Wasit (1)

Juara Liga Baca Puisi Kreatif Pilihan Wasit (1)

Padang, sumbarsatu.com—Deni Saputra, mahasiswa Jurusan Teater ISI Padang Panjang meraih juara pertama Liga Baca Puisi Kreatif (LBPK) yang digelar pada Festival Seni Pekan Nan Tumpah 2017 di Teater Utama Taman Budaya Sumatera Barat, sejak 23-29 September 2017.

Selain Deni Saputra, pemenang favorit pilihan penonton diperoleh Rahmat Hidayat, salah seorang penggerak Sanggar Seni Binuang Sakti di Lubuk Alung.

Pengumuman pemenang dilakukan saat penutupan perayaan festival dengan penampilan konser puisi Sanggar Dayung-Dayung dari Kayutanam, pada Jumat (29/9/2017), yang sebelumnya tiga wasit yang membacakan pertanggungjawaban penilaiannya.

Liga Baca Puisi Kreatif merupakan pembacaan puisi tanpa memberi batasan tafsir terhadap teks. Pembaca puisi  harus mengesakan dirinya di atas panggung sebagai karya seni pertunjukan dengan konsekuensi harus memenuhi elemen sebuah audio-visual sebagai mana penampilan pertunjukan.

“Sepanjang yang kami lihat, sejak seleksi hingga penampilan semi final, terus masuk ke final, sebagian besar pembaca puisi belum maksimal memanfaatkan elemen-elemen dasar dari sebuah garapan seni pertunjukan, yakni pemanfaatan multimedia audio visual. Selain itu, banyak juga yang terjevak dalam tafsir teks yang artifisial dan normatif, sehingga penampilan terkesan kurang maksimal. Tapi, bagaimanapun juga, wasit tetap akan memilih satu yang terbaik,” kata Indra Nara Persada, salah seorang wasit saat membacakan pertanggungjawaban penilaian wasit.

Kendati begitu, ketiga wasit Indra Nara Persada, Benny Sumarna, dan Ibrahim Ilyas sepakat bahwa kegiatan Liga Baca Puisi Kreatif harus dilanjutkan karena kegiatan begini menjawab kejenuhan publik terhadap cara membaca puisi yang “kaku” dan begitu-begitu saja.

“Kami merekomendasikan Liga Baca Puisi Kreatif harus terus dilanjutkan sembari membenahi sisi yang kurang,” kata Indra, salah seorang pegiar teater dan sastra di Bumi Teater pimpinan almarhum Wisran Hadi di masa era 80-an,   

Liga Baca Puisi Kreatif diformat sebagai kompetisi yang mengadaptasi konsep sebuah liga sepakbola, yakni dengan menggunakan babak penyisihan, babak semifinal, dan babak final.  Dewan juri juga mendapat nama khusus dalam kompetisi ini. Tiga orang dewan juri yang memberi penilaian disebut wasit.

Babak penyisihan dilakukan sebanyak dua tahap, yakni pada tanggal 1 Juni sampai dengan 20 Agustus 2017 dan 8 September 2017. Babak semifinal dilangsungkan di Sekretariat Komunitas Seni Nan Tumpah di Kasang, Padang Pariaman. Untuk babak final yang diikuti 5 finalis dilangsungkan dalam penyelenggaraan Pekan Seni Nan Tumpah. Masing-masing finalis membawakan karyanya sejak 24 -28 September di Teater Utama Taman Budaya Sumatera Barat. Kelima finalis itu ialah Riza Fadli, Diahayu R. Atmaja, Melly Septia, Rahmat Hidayat, dan Deni Saputra.

Selain wasit, penonton juga ikut menentukan pilihan pemenangnya dengan cara voting untuk tiap peserta. Pemenang pilihan wasit dan pilihan penonton sama-sama mendapatkan hadiah uang tunai masing-masing Rp4 juta, dan tiga peserta lainnya masing-masing sebesar Rp500 ribu.

Sistem penilaian pembacaan puisi favorit, setiap usai pertunjukan para penonton memasukkan tiket ke dalam kotak yang disediakan panitia jika menyukai persembahan puisi dari peserta. Rahmat Hidayat keluar sebagai juara untuk pembacaan puisi favorit

Sementara itu, Deni Saputra yang dikenal sebagai seorang yang giat mengikuti kompetisi seni baik tingkat provinsi maupun nasional, mengaku pembacaan puisi bukan yang pertama kali diikutinya, namun untuk LBPK ini adalah pengalaman pertama baginya.

“Untuk LBPK ini saya setiap hari selalu mengolah dan latihan tubuh agar pas dengan tafsir teks yang saya bawakan di atas panggung,” kata Deni, saat berbincang-bincang.

“Mengenal diri sendiri merupakan hal paling utama. Saya tahu tubuh saya besar dan jika orang bertubuh besar seperti saya mampu untuk bergerak lincah di panggung, itu akan menjadi nilai tambah,” ujarnya dengan penuh percaya diri dan tawa tersipu.

Lain hal dengan Rahmat Hidayat, seniman dari Sanggar Seni Binuang Sakti Lubuk Alung. Pemenang pilihan penonton ini punya trik lain untuk bisa mementaskan puisi pertunjukannya dengan menarik.

“Bagi saya, properti adalah hal yang sangat penting. Ini yang membuatnya berbeda dari musikalisasi puisi atau pembacaan puisi pada umumnya. Selain properti tentu saja aspek musik serta vokal menjadi hal yang tak kalah penting,” demikian penjelasan Rahmat saat diwawancarai.

Bagi tiga orang peserta lain; Riza, Diah, dan Melly, kekalahan menjadi semangat bagi mereka untuk dapat berlatih lebih giat lagi. “Kemenangan memang pantas didapatkan untuk yang berkualitas,” ujar Riza dengan sportifnya sembari menjabat tangan Deni dan Rahmat.

Seluruh peserta babak semifinal terlihat juga hadir pada malam pembacaan pemenang sekaligus penutupan Pekan Seni nan Tumpah tersebut. Berdasarkan perbincangan ringan dengan mereka, semuanya sangat senang dapat menjadi peserta LBPK.

Mereka mengaku mendapat banyak teman baru, serta pengalaman membawakan puisi yang kreatif selain dengan dramatisasi puisi, musikalisasi puisi, atau deklamasi puisi. 

Dalam paparan wasit, sejak tahun 1980-an, membaca puisi dinilai sebagai kerja baru dalam seni. Pembacaan puisi sudah sama halnya dengan melukis, memahat, menari, bernyanyi, atau bahkan berteater. Artinya, pembacaan puisi sudah masuk ke dalam ranah seni. Tapi selama ini puisi dibawakan dengan dramatisasi, musikalisasi, atau deklamasi, sekarang LBPK menggabungkannya demi pengoptimalisasian pembacaan puisi.

“Meskipun masih memiliki catatan, LBPK telah menjadi langkah awal dalam mengubah teks sastra menjadi sebuah pertunjukan yang disebut juga dengan visualisasi sastra. Para wasit juga merekomendasikan Komunitas Seni nan Tumpah untuk terus melanjutkan upaya ini di masa mendatang agar puisi dapat dibawakan semakin kreatif ke depannya,” kata Muhammad Ibrahim Ilyas.

“Liga Baca Puisi Kreatif rencananya akan diadakan dua tahun lagi, 2019, tepat dengan helat Pekan Nan Tumpah ke-V. Semoga akan semakin banyak pembaca puisi kreatif yang lahir dari kegiatan ini. Komunitas Seni Nan Tumpah mampu memanajemeni festival seni ini selanjutnya dengan baik,” tambah Benny Sumarna.

Sementara itu, saat penutupan resmi, Pimpinan Komunitas Seni Nan Tumpah, Mahatma Muhammad, mengatakan, LBPK akan terus dimasukkan dalam rangkaian Pekan Nan Tumpah. Ini salah satu poin penting bagi dunia pembacaan puisi di Sumatera Barat.

“Saya ucapkan terima kasih semua pihak yang mendukung kegiatan ini. Semoga kita bertemu pada Festival Seni Pekan Nan Tumpah IV dua tahun lagi,” tutup Mahatma yang pada malam penutupan tanpa kehadiran para pejabat Pemerintah Sumatera Barat, baik Kepala Dinas Kebudayaan maupun Kepala Taman Budaya Sumatera Barat. (SSC)   

Laporan Maya Sandita (Mahasiswi Prodi Seni Teater ISI Padang Panjang, Freelancer, dan anggota Sanditacorp)

 



BACA JUGA