GEMA DEMOKRASI Mendesak Facebook Agar Pemerintah Revisi UU ITE

MEDIA SOSIAL

Rabu, 14/09/2016 12:22 WIB
tombol-facebook_20151012_102903

tombol-facebook_20151012_102903

Jakarta, sumbarsatu.com--Semakin banyak pengguna internet dan media sosial yang masuk dalam catatan kasus netizen yang dijerat Undang-Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik/UU ITE yang dikumpulkan oleh Southeast Asia Freedom of Expression Network/SAFENET.

Ada lebih dari 200 nama yang sudah dilaporkan ke polisi oleh karena opini/berbagi status/berekspresi dengan tulisan, foto, video dianggap telah melakukan penyebaran pornografi, pencemaran nama, penodaan agama dan ancaman sesuai pasal di dalam UU ITE.
Pelaporan ini mulai dilakukan sejak tahun 2008 dan mencapai puncaknya pada tahun-tahun belakangan ini dengan tren pelaporan mencapai 6-7 kasus per bulan di tahun 2016.

Dari jumlah yang ada, ekspresi para pemakai Facebook/Facebooker merupakan yang paling tinggi dilaporkan ke polisi karena mencapai 53% dari jumlah yang dilaporkan ke polisi.

Hingga hari ini, Facebook sebagai perusahaan teknologi internet yang
memiliki pemakai paling besar di Indonesia (lebih 14% dari 102 juta pengguna internet) tidak pernah menunjukkan kepedulian pada para facebooker yang dijerat UU ITE padahal dalam isu ini, Facebook sama rentannya dengan para facebooker.

Isi dari pasal-pasal 27, 28, 29 UU ITE juga akan menjerat Facebook sebagai pihak yang membuat dapat diaksesnya informasi yang dikategorikan sebagai cybercrime, juga sebagai pihak yang bisa mendistribusikan perbuatan-perbuatan yang dituduhkan kepada para penggunanya secara tidak tepat.

Misalnya bunyi Pasal 27 ayat 3 UU ITE: “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.”

Terminologi hukum "mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau
membuat dapat diaksesnya" menempatkan Facebook sebagai pihak yang dapat diseret ke meja hijau suatu saat nanti.

Atas dasar itulah, Gerakan Masyarakat untuk Demokrasi yang lebih dikenal dengan GEMA DEMOKRASI yang terdiri dari lebih dari 70 organisasi dan sejumlah individu yang peduli pada demokrasi menyerukan:

  1. Facebook segera berhenti berpangku tangan melihat para penggunanya dilaporkan melakukan cybercrime menurut UU ITE padahal yang disampaikan adalah ekspresi yang seharusnya legal dan dilindungi hukum.
  2. Facebook harus ikut serta meminta kepada Kemkominfo dan Komisi I DPR agar penyusunan revisi UU ITE harus semakin demokratis dengan menjamin kebebasan berekspresi dan berpendapat termasuk mempertukarkan informasi dan berpihak kepada kepentingan publik.
  3. Facebook harus ikut bertanggungjawab menjadi intermediary liability bagi
    warga digital di Indonesia yang bisa sewaktu-waktu diperkarakan sebagaimana dalam pasal 27, 28, 29 UU ITE dan mengedepankan prinsip net neutrality sebagai penyedia layanan media sosial bagi semua kalangan.

  4. GEMA DEMOKRASI terdiri dari:

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia,
Aliansi Mahasiswa Papua (AMP),
ANARKONESIA,
Asosiasi Pelajar Indonesia (API),
Arus Pelangi,
Belok Kiri Festival,
Bunga Hitam,
Desantara,
Federasi SEDAR,
Federasi Mahasiswa Kerakyatan (FMK),
Forum Solidaritas Yogyakarta Damai (FSYD),
Front Nahdliyin untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam (FNKSDA),
Garda Papua,
Gereja Komunitas Anugrah (GKA) Salemba,
Gabungan Solidaritas Perjuangan Buruh (GSPB),
Gusdurian,
Institute for Criminal Justice Reform (IJCR),
Imparsial,
Indonesian Legal Roundtable (ILR),
INFID,
Institut Titian Perdamaian (ITP),
Integritas Sumatera Barat,
International People Tribunal (IPT) ‘65,
Jaringan Kerja Lembaga Pelayanan Kristen (JKLPK) Indonesia,
Koalisi Seni Indonesia,
Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI),
KPO-PRP,
komunalstensil,
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS),
Komite Perlindungan Jurnalis dan Kebebasan Berekspresi (KPJKB) Makassar,
Komunitas Buruh Migran (KOBUMI) Hongkong,
Konfederasi Pergerakan Rakyat Indonesia (KPRI),
Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA),
LBH Pers,
LBH Pers Ambon,
LBH Pers Padang,
LBH Bandung, LBH Jakarta,
LBH Yogya,
LBH Semarang,
Lembaga Informasi Perburuhan Sedane (LIPS),
Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam),
Lembaga Studi Pers dan Pembangunan (LSPP),
Papua Itu Kita, Partai Pembebasan Rakyat (PPR),
Partai Rakyat Pekerja (PRP),
PEMBEBASAN,
Perempuan Mahardhika,
Perpustakaan Nemu Buku – Palu,
Pergerakan Indonesia,
Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI),
Politik Rakyat, Pusat Perjuangan Rakyat Indonesia (PPRI),
PULIH Area Aceh,
PurpleCode Collective,
Remotivi,
Sanggar Bumi Tarung,
Satjipto Rahardjo Institut (SRI),
Serikat Jurnalis untuk Keragaman (SEJUK),
Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia (SPRI),
Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFENET),
Sentral Gerakan Mahasiswa Kerakyatan (SGMK),
Sentral Gerakan Buruh Nasional (SGBN),
Suara Bhinneka (Surbin) Medan,
Serikat Kebudayaan Masyarakat Indonesia (SeBUMI),
Serikat Buruh Bumi Manusia-Nanbu (SEBUMI-NANBU),
Solidaritas.net,
Taman Baca Kesiman,
Sloka Institute,
Ultimus,
Yayasan Bhinneka Nusantara,
Yayasan Satu Keadilan,
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI),
Yayasan Manikaya Kauci,
Yayasan Kartoenbitjara Indonesia, dan
YouthProactive.



BACA JUGA