
Women’s Crisis Center (WCC) Nurani Perempuan, Padang, Sumatera Barat menggelar aksi menyuarakan penolakan kekerasan terhadap perempuan di Padang
Padang, sumbarsatu.com--Nurani Perempuan Women’s Crisis Center (WCC), Padang, Sumatera Barat, menggelar aksi dengan menyuarakan penolakan kekerasan terhadap perempuan di Simpang Padang Baru, Padang, Rabu (4/5/2016) sekitar pukul 16.00 WIB.
“Aksi dilakukan untuk membunyikan tanda bahaya kekerasan terhadap perempuan. Bercermin dengan yang dialami oleh “YY”, di Rejang Lebong, Bengkulu,” kata Yefri Heriani, Direktur Nurani Perempuan, dalam orasinya.
Seperti diberitakan sebelumnya, "YY", perempuan berusi 14 tahun, meninggal dunia karena perkosaan yang dilakukan oleh 14 laki-laki di kabupaten Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu.
Kasus ini membuka kembali lembaran-lembaran fakta kasus kekerasan seksual yang terjadi di berbagai wilayah Indonesia, termasuk di Sumatera Barat.
"Kekerasan seksual di Rejang Lebong harus membuka mata seluruh pihak, termasuk bagi aparat penegak hukum," kata Yefri Heriani.
Aksi yang digelar Nurani Perempuan tersebut, diawali dengan melakukan orasi. Kemudian dilanjutkan dengan pembagian stiker penolakan kekerasan terhadap wanita kepada pengendara.
Puncak dari kegiatan itu adalah pembunyian klakson sepeda motor secara serentak, serta memukul sejumlah peralatan dapur yang disiapkan dalam aksi.
“Kegiatan itu perwujudan dalam membunyikan tanda bahaya kekerasan terhadap perempuan,” jelasnya.
Selama ini, menurut pengamatan Nurani Perempuan, sering perempuan sebagai korban kekerasan seksual yang disalahkan sehingga mendorong hadirnya kebijakan yang mengontrol tubuh perempuan dengan membatasi cara berpakaian dan berekspresi.
"Padahal berbagai fakta menunjukan kasus-kasus kekerasan seksual bukanlah disebabkan oleh cara berpakaian dan berekspresi perempuan, tapi merupakan tindakan yang menguasai tubuh, jiwa, dan kehidupan perempuan yang disebabkan oleh relasi kuasa yang tidak seimbang," terang Yefri Heriani.
Sementara itu, Rahmi Meri Yenti, yang juga aktivis Nurani Perempu, mengatakan, tidak hadirnya hukum yang memberikan efek jera, dan aspek serta faktor lainnya, kesemuanya berakibat pada terjadinya perulangan tindakan kekerasan seksual.
"Perubahan perilaku sosial, sikap menyalahkan korban, kontrol yang ditujukan kepada tubuh perempuan dengan hadirnya berbagai aturan atau kebijakan, belum terlibat aktifnya laki-laki dalam upaya pencegahan dan penanganan kekerasan seksual, pemberitaan media yang vulgar dan tidak sensitif pada korban, merupakan faktor yang berdampak terjadinya perulangan tindakan kekerasan seksual di tengah masyarakat," kata Rahmi Meri Yenti. (SSC)