
Agam, sumbarsatu.com—Federal International Finance (FIF) Lubuk Basung, Kabupaten Agam, mengecewakan konsumen. Petugas perusahaan leasing itu dinilai banyak konsumen berlaku semena-mena.
Salah satu kebijakan yang tidak bijak dilakukan pihak FIF adalah menolak pembayaran kredit yang menunggak dan mengancam akan menarik kendaraan sepeda motor pribadi yang masih berstatus kredit. Kebijakan menyebabkan banyak konsumen menjadi geram.
Kemudian, setelah kendaraan ditarik, konsumen seolah-olah tidak berhak sepeser pun atas kendaraan tersebut. Padahal konsumen sudah membayar uang muka dan cicilan.
Sejumlah masyarakat Lubuk Basung sangat geram dengan kesewenang-wenangan perusahaan leasing dimaksud. Petugasnya yang selalu menghalangi konsumen membayar kredit yang telah menunggak hanya satu bulan, padahal kredit motor konsumen itu sudah jalan satu tahun, bahkan hampir lunas.
Salah seorang tokoh masyarakat Ampek Nagari, Kabupaten Agam, Nasril Dt .Muncak (48) yang pernah menjadi konsumen FIF Lubuk Basung, mengungkapkan ada masyarakat yang kredit sepeda motornya sudah jalan satu tahun, dan untuk bulan selanjutnya menunggak satu bulan, saat konsumen mau membayar petugas leasing, yang diketahui bernama Doni, enggan menerima pembayaran yang satu bulan menunggak tersebut. Dikatakan Doni, membayar satu bulan yang telah menunggak itu tak tembus dalam administrasi.
Kepala P0s FIF Group Rohmat, ketika dikonfirmasi wartawan, mengakui konsumen yang menunggak angsurannya tak bisa dibayar. Harus membayar dua bulan angsuran. Ia juga tidak bisa menjelaskan, apa aturannya. Ketika diminta peraturan yang digunakan pihak FIF Lubuk Basung, ia tidak bisa memberikannya.
“Maaf,Pak, saya tidak bisa memperlihatkannya, walau Bapak seorang wartawan,” ujarnya, Selasa (20/10/2015).
Ketika dipertanyakan, apakah ia mengetahui Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008, tentang Keterbukaan Infomari Publik (KIP), namun dia menjawab, kalau ia tak peduli dengan undang-undang tersebut.
Penarikan dilakukan pihak leasing, melalui kolektor di tengah jalan, dan di rumah. Penarikan kendaraan pun tanpa solusi. Perbuatan itu berarti telah merampas, bahkan menginjak-injak hak konsumen.
Kalau hal demikian yang dilakukan pihak FIF Lubuk Basung, berarti telah melanggar Undang Undang Nomor 8 Tahun 1999, tentang Perlindungan Konsumen.
Dalam menghadapi kesewenang-wenangan leasing, sering kali konsumen langsung menyerah, pasrah, karena tidak mengerti apa yang harus dilakukan, dan kepada siapa harus mengadu.
Perjanjian kredit antara leasing dengan konsumen kerap tidak adil. Konsumen selalu pada posisi lemah, sehingga ketika konsumen telat membayar angsuran, motor langsung ditarik.
"Kami banyak menerima laporan masyarakat, meskipun cicilan kredit kendaraan konsumen tinggal beberapa bulan lagi, tetapi ketika telat bayar, pihak leasing langsung menarik motor. Perlakuan ini tidak adil,"ujarnya Dt. Muncak dengan nada geram.
Warga lainnya, yang akrab disapa Ajo (45), meminta agar setiap perusahaan leasing mendaftarkan akta fiducia ke Kementeriaan Hukum dan HAM Sumbar. Selama ini diketahui setiap perusahaan leasing tidak mengaktekan jaminan fiducianya ke Kementeriaan Hukum dan HAM.
"Diduga leasing sengaja tidak mendaftarkan akta fidusia, supaya mereka leluasa dan dapat bertindak semena-mena kepada konsumen,” katanya.
Menurutnya, kondisi demikian sangat tidak adil serta merugikan konsumen. Dia berasumsi, kendaraan yang dikredit oleh konsumen itu adalah 100 persen milik konsumen, sebagaimana dibuktikan BPKB atas nama konsumen sendiri. Sehingga menurutnya, jika dirunut kembali, maka pembelian telah lunas 100 persen terhadap dealer. Terkait dengan kekurangan pembayaran, konsumen berhutang kepada pihak finance (leasing).
Dia menambahkan, di dalam Undang Undang Jaminan Fidusia pasal 5 ditegaskan, bahwa setiap pembebanan benda dengan jaminan fidusia harus dibuat dengan Akta Notaris, dan merupakan akte jaminan Fidusia.
"Jadi jelas, syaratnya akte notaris dibuat di hadapan dan dibacakan notaris di hadapan para pihak yaitu konsumen dan lembaga pembiayaan tersebut. Kemudian didaftarkan ke Kantor Pendaftaran Fidusia untuk diterbitkan Sertifikat Jaminan Fidusia (SJF), " ujarnya pula.
Pada prakteknya di lapangan, perusahaan leasing tidak membuat perjanjian fidusia secara Notarias, hanya di bawah tangan. Padahal pendaftaran fidusia tersebut wajib bagi lembaga pembiyayaan atau perusahaan leasing.
"Berdasarkan Undang Undang Jaminan Fidusia (UUJF) Pasal 1, apabila transaksi tidak diaktekan dan didaftarkan, maka secara hukum perjanjian jaminan fidusia tersebut tidak memiliki hak eksekutorial, dan dapat dianggap sebagai perjanjian hutang piutang secara umum, sehingga tidak memiliki kewenangan eksekusi terhadap jaminan fidusia milik konsumen, "katanya lagi.
Dia, bersama masyarakat lainnya meminta perusahaan leasing menaati aturan agar tidak terjadi perseteruan, yang bermuara pada kerugian pihak konsumen maupun pihak leasing.
Ia berharap, UUJF sebagai dasar hukum perjanjian kredit jangan diterapkan secara parsial atau sebahagian, yang hanya menguntungkan pihak Leasing, namun menyiksa konsumen. (MSM)