Festival Pamenan Minangkabau #2: Ruang Perempuan, Budaya, dan Masa Depan di Rumah Gadang

DIBUKA WALI KOTA PADANG PANJANG

Sabtu, 26/07/2025 22:50 WIB

Padang Panjang, sumbarsatu.com—Dengan tabuhan gendang yang menggema di pelataran Rumah Gadang Pusat Dokumentasi dan Informasi Kebudayaan Minangkabau (PDIKM), Wali Kota Padang Panjang, Hendri Arnis, secara resmi membuka Festival Pamenan Minangkabau #2 pada Sabtu, 26 Juli 2025.

Festival ini menjadi momentum penting dalam upaya menjadikan Padang Panjang sebagai kota budaya berbasis tradisi Minangkabau yang diselenggarakan secara berkala.

Festival ini digagas dan diselenggarakan oleh Komunitas Seni Hitam Putih Padang Panjang dengan dukungan penuh dari Dana Indonesiana-LPDP, Kementerian Kebudayaan,  dab Pemerintah Kota Padang Panjang. Tahun ini, tema yang diangkat adalah “Padusi di Rumah Gadang”—sebuah penghormatan terhadap perempuan Minangkabau sebagai penjaga nilai, penggerak kebudayaan, dan pencipta seni.

Dalam sambutannya, Hendri Arnis menegaskan komitmennya untuk menjadikan PDIKM sebagai pusat kegiatan budaya dengan dukungan revitalisasi yang berkelanjutan. Ia juga mengapresiasi Festival Pamenan Minangkabau sebagai bagian penting dari pembangunan karakter masyarakat, khususnya dalam memberi ruang bagi generasi muda dan perempuan untuk tampil dan berkarya.

"Rumah Gadang bukan sekadar bangunan, tapi ruang hidup, dialog, dan ekspresi. Kami ingin kegiatan seperti ini menjadi bagian dari ekosistem budaya Padang Panjang," ujar Hendri Arnis.

Festival yang digelar sampai Minggu, 27 Juli 2025 ini menghadirkan lebih dari 20 kelompok seni dan permainan anak nagari yang tampil selama dua hari penuh. Keistimewaan festival tahun ini adalah keterlibatan aktif perempuan dalam berbagai peran: sutradara, koreografer, musisi, hingga perupa.

Menurut Direktur Festival, Afrizal Harun, ini sejalan dengan tiga dimensi budaya Minangkabau: bahasa (Pamenan Kato), visual (Pamenan Mato), dan auditif (Pamenan Talingo).

Pembukaan festival semakin semarak dengan penampilan puisi naratif “Padusi di Rumah Gadang” oleh Kurniasi Zaitun, dipadukan dengan tarian Minangkabau, pertunjukan seni, hingga peragaan busana tradisional dari Qytara Handycraft.

Hadir pula berbagai penampilan dari kelompok seni lokal seperti Komunitas Paninjauan Saiyo (gandang tasa), Seni Pituah Aguang (pasambahan), Terkenal Ensemble dan Combo Band Diafora (musik), serta Marakik Aso (tambua tansa).

Dengan kolaborasi lintas sektor, termasuk dukungan dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, dan Dinas Pariwisata, Dinas Perpustaan dan Pengarsipan Kota Padang Panjang, Festival Pamenan Minangkabau #2 bukan hanya panggung seni, tapi juga ajang pelestarian nilai-nilai Minangkabau yang hidup, tumbuh, dan diwariskan melalui seni dan permainan tradisional.

“Festival ini menjadi penanda kuat bahwa di tengah arus modernisasi, Padang Panjang tetap berdiri kokoh sebagai kota budaya, tempat perempuan dan pemuda diberi ruang untuk bicara melalui karya dan tradisi,” tambah Afrizal Harun.

Pembukaan acara ini turut dimeriahkan dengan penampilan pembacaan puisi naratif berjudul Padusi di Rumah Gadang oleh Kurniasi Zaitun. Puisi tersebut dibawakan secara kolaboratif dan apik, dipadukan dengan tetarian Minangkabau.

"Bergaya dalam Basah"

Yang tak kalah menarik adalah penampilan peragaan busana bertema "Bergaya dalam Basah" dibawakan Qytara Handycraft. Kota Padang Panjang yang nyaris tak pernah benar-benar kering, jas hujan bukan lagi sekadar pelindung tubuh dari basah. Ia telah menjadi bagian dari ritme harian, gaya hidup, bahkan potensi artistik.

Dari realitas itulah, Desra Imelda menghadirkan karya busana jas hujan, sebuah eksplorasi kreatif terhadap fungsi jas hujan sebagai medium ekspresi gaya.

“Kota Padang Panjang, yang kerap dijuluki sebagai “Kota Hujan”, menjadi sumber inspirasi utama. Hujan di sini bukan gangguan, tapi bagian dari keseharian yang memantik gagasan. Di tengah dominasi jas hujan berdesain standar dan monoton di pasaran, karya ini mencoba membalik pandangan: bagaimana jika jas hujan tak hanya fungsional, tapi juga modis dan estetik,” kata Desra Imelda, desainer busana kepada sumbarsatu, usai tampil.

Desain “Bergaya dalam Basah” memadukan elemen dari beragam gaya busana—dari feminine romantic dan classic elegant hingga exotic dramatic dan casual. Hasilnya adalah busana yang tetap nyaman dan tahan air, namun juga tampil penuh karakter dan daya tarik visual. Karya ini menunjukkan bahwa bahkan dalam hujan deras, seseorang tetap bisa tampil anggun dan percaya diri.

Lewat karya ini, Qytara Handycraft tidak hanya menghadirkan busana, tapi juga visi: menjadikan Padang Panjang sebagai pusat produksi jas hujan artistik di Indonesia. Di mana fungsionalitas dan keindahan tak harus saling meniadakan, melainkan bisa berjalan beriringan—seperti hujan dan langkah yang tetap bergerak.

Pembukaan Festival Pamenan Minangkabau #2 ditandai dengan penabuhan gendang oleh Wako Hendri Arnis bersama Femmy dari Budaya Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah III Sumatera Barat Kementerian Kebudayaan RI, Sekretaris Daerah Kota, Sonny Budaya Putra; Rektor Institut Seni Indonesia (ISI), Febri Yulika, Ketua TP-PKK Kota, Ny. Maria Feronika Hendri, Ketua DWP, Ny. Sri Hidayani Sonny, Afrizal Harun, Direktur Festival. Seribuan penonton menyaksikan dengan riang bahagia FPM#2, iven seni partisipasi rakyat yang memanfaatkan ruang publiknya ini. Pembukaan resmi juga diiringi dengan dentuman empat mariam batuang. 

Usai pembukaan, rombongan bersama-sama mengunjungi ruang pamer arsip seni pertunjukan dan sejarah teater di Sumatera Barat secara visual. ssc/mn



BACA JUGA