
-
Payakumbuh, sumbarsatu.com — Awal Juli 2025, Payakumbuh dan Kabupaten Lima Puluh Kota menjadi tuan rumah Anti-Corruption Film Festival (ACFFEST) 2025.
Selama enam hari, 1–6 Juli 2025, sejumlah film bertema anti-korupsi akan diputar dan didiskusikan di berbagai lokasi. Selain pemutaran film, festival ini juga menghadirkan talkshow dan pertunjukan musik dengan tema yang sama.
Para narasumber, musisi, serta peserta ACFFEST sebagian besar berasal dari kalangan muda, terutama sineas dan pelaku kreatif lokal.
ACFFEST merupakan ajang kreasi, eksibisi, dan forum diskusi yang digagas oleh Direktorat Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Tahun ini adalah perhelatan ke-11 ACFFEST, yang mengangkat tema “Dari Layar, Kita Beraksi Berantas Korupsi!” dan digelar di 25 kota/kabupaten se-Indonesia.
“Lewat kolaborasi dengan Payakumbuh Youth Arte Committee (PYAC), ACFFEST digelar di beberapa titik di Payakumbuh dan Kabupaten Lima Puluh Kota. Sejumlah kegiatan dihelat untuk mengangkat isu korupsi, baik di tingkat lokal maupun nasional, dengan medium audio visual sebagai pintu masuknya,” bunyi keterangan tertulis PYAC yang diterima sumbarsatu, Senin (30/6/2025).
Tujuan utama kegiatan ini adalah menumbuhkan kesadaran anti-korupsi di kalangan anak muda, khususnya generasi baru pembuat film di Payakumbuh dan Lima Puluh Kota.
Mendekatkan Sineas Lokal pada Isu Sosial
Selama ini, film-film produksi Sumbar cenderung mengangkat tema pertentangan antara adat dan modernitas. Di sisi lain, tak sedikit sineas yang mengeksplorasi gaya eksperimental atau berfokus pada kebudayaan. Namun, tema kebudayaan yang diangkat kerap terlepas dari konteks sosial. Film yang menyentuh isu-isu sosial seperti korupsi masih tergolong minim.
“Inilah yang ingin kami dorong lewat ACFFEST Sumbar,” kata Edo Koro, Manajer Program ACFFEST Sumbar, Sabtu (29/6/2025).
Edo yang juga sineas dan anggota PYAC ini menekankan bahwa isu korupsi penting untuk dieksplorasi lebih jauh dalam medium sinema. “Isu ini penting untuk diketengahkan kepada generasi muda, terutama sineas muda di Sumbar,” ujarnya.
Dalam ACFFEST Sumbar, lanjut Edo, berbagai program digelar, mulai dari talkshow, pemutaran dan diskusi film, hingga pertunjukan musik. “Semuanya menjadikan isu korupsi sebagai tema utama.”
Para narasumber yang terlibat berasal dari berbagai latar belakang, seperti akademisi, sejarawan, dan praktisi sinema. Sementara peserta kegiatan didominasi oleh anak muda, bahkan siswa sekolah.
Film sebagai Media Kampanye Anti-Korupsi
“Sepengamatan saya, tema korupsi masih jarang diangkat dalam film Sumbar. Padahal ini isu penting yang menyangkut hajat hidup orang banyak,” ungkap Roni Keron, pegiat PYAC.
Menurutnya, korupsi adalah tindakan yang bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan, sehingga layak menjadi tema utama dalam karya sinema.
“Harapan saya, lewat ACFFEST akan muncul generasi sineas baru yang peka terhadap persoalan-persoalan kemanusiaan, termasuk korupsi,” tambah Magister Humanitas ini.
Ia juga menekankan bahwa ACFFEST seharusnya tidak hanya menjadi festival film biasa atau sekadar hiburan bagi para sinefil. Lebih dari itu, ajang ini diharapkan bisa memicu diskusi dan kesadaran baru tentang pentingnya budaya anti-korupsi.
“Semoga ke depan lahir gerakan-gerakan baru yang memproduksi wacana anti-korupsi melalui film. Harapannya, budaya anti-korupsi bisa tumbuh dan berakar di tengah masyarakat,” pungkasnya. ssc/rel