Menuju ESG yang Lebih Autentik

Senin, 19/05/2025 22:37 WIB
-

-

OLEH Alfitri (Departemen Sosiologi FISIP Unand)

SETIAP berkunjung ke Kuala Lumpur atau Singapura, saya selalu menyempatkan mampir ke toko buku Kinokuniya. Ini adalah jaringan toko buku global yang berbasis di Jepang. Sabtu, 26 April 2025 lalu, saya kembali mengunjungi toko buku ini yang terletak di lantai 4 Suria Shopping Mall, di bawah Menara Kembar Petronas, Kuala Lumpur.

Banyak buku bagus yang masih baru terpajang. Kendati harganya agak mahal, satu tetap saya beli. Saya tertarik dan akhirnya membeli buku Sustainable Sustainability: Why ESG is Not Enough karya Rajeev Peshawaria, terbitan Penguin Random House, SEA, 2023.

Seperti yang Anda tahu, ESG (Environmental, Social, Governance) adalah kerangka kerja untuk mengukur dan menilai kinerja keberlanjutan dan tanggung jawab sosial perusahaan. Dampak bisnis dilihat dari tiga dimensi utama, yakni lingkungan, sosial, dan tata kelola perusahaan.

Dari dimensi sosial, misalnya, akan dinilai seberapa baik dan sehat hubungan perusahaan dengan kelompok masyarakat yang memiliki kepentingan dengannya, seperti masyarakat sekitar dan karyawan. Ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat yang bersangkutan. Dengan demikian, diharapkan perusahaan beroperasi secara adil dan inklusif.

Seperti yang Anda tahu pula, peran ESG ini kian penting di masa kini dan masa depan. Antara lain disebabkan oleh meningkatnya kesadaran masyarakat, tuntutan para pemangku kepentingan (stakeholders), dan perubahan dinamika bisnis global.

Karena itu, kini mulai banyak perusahaan yang mengintegrasikan ESG ke dalam operasi dan bisnis mereka. Di Indonesia, hal ini, misalnya, dapat dilihat dari Laporan Keberlanjutan (Sustainability Report) yang disusun secara berkala oleh sejumlah perusahaan BUMN.

Namun, dalam bukunya ini, Peshawaria mengkritik kerangka kerja ESG yang selama ini dianggap sebagai solusi utama dalam mencapai keberlanjutan. Ia berpendapat bahwa ESG, meskipun memiliki niat baik, sering kali hanya menghasilkan kepatuhan formal dan perilaku yang tidak substansial, seperti “icak-icak” ramah lingkungan (greenwashing).

Peshawaria mengusulkan konsep baru yang disebut Steward Leadership, yang menekankan pada kepemimpinan yang berorientasi pada nilai dan tanggung jawab jangka panjang. Menurutnya, ESG harus berevolusi menjadi ESL, di mana ‘L’ mewakili Steward Leadership, yang menempatkan kepemimpinan sebagai inti dari upaya keberlanjutan yang sesungguhnya. Dalam model ini, ‘G’ (Governance) menjadi bagian dari ‘L’, bukan sebagai elemen terpisah.

Ia juga menyoroti bahwa ESG, yang berfokus pada insentif eksternal dan regulasi, kerap gagal menciptakan perubahan yang berarti karena tidak mengubah motivasi internal individu dan organisasi. Sebaliknya, Steward Leadership mengedepankan nilai-nilai seperti interdependensi, pandangan jangka panjang, rasa memiliki, dan ketahanan kreatif sebagai pendorong utama perubahan.

Melalui studi kasus dari berbagai perusahaan ternama seperti Tata Group, Boeing, Faber-Castell, dan Volkswagen, Peshawaria menunjukkan bagaimana pendekatan ESG yang sempit dapat mengarah pada kegagalan dalam mencapai tujuan keberlanjutan. Sebaliknya, perusahaan yang menerapkan prinsip Steward Leadership menunjukkan hasil yang lebih positif dan berkelanjutan. Bab 9 buku ini, misalnya, menampilkan upaya suatu perusahaan dalam merestorasi ekosistem di sebuah daerah di Provinsi Riau.

Peshawaria juga mengkritik praktik-praktik seperti mengaitkan kompensasi CEO dengan kinerja ESG, yang menurutnya dapat mendorong perilaku yang tidak autentik dan sekadar mengejar angka-angka semata. Ia menekankan bahwa keberlanjutan bukanlah soal biaya, melainkan tantangan kepemimpinan yang memerlukan perubahan mendalam dalam budaya perusahaan.

Menurutnya pula, untuk mencapai keberlanjutan yang sesungguhnya, diperlukan revolusi nilai yang mengedepankan kepemimpinan yang bertanggung jawab dan berorientasi pada masa depan. Hal ini mencakup perubahan dalam cara pandang terhadap keuntungan, di mana profitabilitas tidak lagi menjadi tujuan utama, melainkan sarana untuk mencapai tujuan yang lebih besar dan bermakna.

Lebih lanjut, ia menekankan pentingnya peran individu dalam perusahaan untuk mengambil inisiatif dan bertanggung jawab terhadap keberlanjutan. Menurutnya, setiap individu memiliki potensi untuk menjadi pemimpin yang dapat mendorong perubahan positif dalam perusahaan dan masyarakat.

Tak lupa, panduan praktis juga diberikan dalam buku ini bagi perusahaan yang ingin mengintegrasikan prinsip Steward Leadership dalam strategi mereka. Peshawaria menawarkan langkah-langkah konkret yang dapat diambil untuk menciptakan budaya perusahaan yang mendukung keberlanjutan dan inovasi.

Sebagai kesimpulan, buku Sustainable Sustainability ini mengajak pembaca untuk merenung dan mengevaluasi kembali pendekatan mereka terhadap keberlanjutan. Peshawaria mengajak agar kita tidak hanya fokus pada kepatuhan terhadap regulasi dan insentif eksternal, tetapi juga mengembangkan kepemimpinan yang berlandaskan nilai-nilai dan tanggung jawab jangka panjang.

Dengan pendekatan yang lebih holistik dan berbasis nilai, Peshawaria percaya bahwa kita dapat mencapai keberlanjutan yang sesungguhnya dan menciptakan masa depan yang lebih baik bagi generasi mendatang.

Buku ini sangat relevan bagi para akademisi, praktisi bisnis, dan siapa saja yang tertarik memahami lebih dalam tantangan serta solusi dalam mencapai keberlanjutan di dunia modern yang berubah dengan cepat. *



BACA JUGA