Malam itu puncak dari Pasar Malam Imlek 2576 Pasar Malam Imlek di kawasan Kota Tua Padang.foto like
Laporan Angelique Maria Cuaca (jurnalis sumbarsatu)
HARI SUDAH menunjukkan pukul 10.30 malam. Namun warga tetap semangat datang ke Kelenteng Kwan Im Teng/ See Hin Kiong Lama di kawasan kota tua Padang. Mereka hendak keliling melihat berbagai penampilan seni atau berbelanja produk dari stand She Kongsi (organisasi marga Tionghoa) dan UMKM di kota Padang.
Malam itu puncak dari Pasar Malam Imlek 2576. Artinya bagi yang tidak sempat hadir diantara tanggal 15 hingga 19 Januari 2025, maka harus menunggu pasar malam tahun depan.
Pasar malam tahun ini tampak semarak. Sepanjang kiri kanan jalan dipasang lampion atau tenglong berwarna merah putih. Gerbang Kelenteng Lama dan lorong sebelah kanannya dipasang Gapura dari triplek kayu berbentuk ular. Tanda bahwa sebentar lagi masyarakat Tionghoa Padang akan menyambut tahun baru Ular Kayu.
Jalan simpang tiga Kelenteng Lama semakin dipenuhi warga. Mereka sedang menunggu tim Barongsai dari Marga Ong yang akan tampil. Ketika tambur dan simbal ditabuh, barongsai Fuk San berbulu merah mulai bergerak mengikuti irama musik. Sesekali melakukan akrobatik dan bersalto kungfu.
“Barongsai itu lambang keberuntungan dan kebahagiaan, mengusir energi negatif dan jahat,” ujar Lim Hap Kian, ketua pelaksana Pasar Malam saat diwawancarai sumbarsatu, Minggu (19/1/2025).
Di pertengahan pertunjukan, ada adegan barongsai mengigit kelabang dan melemparkannya jauh-jauh. Kelabang dalam mitologi Tionghoa berarti hal-hal buruk atau jahat. Jadi bisa diartikan bahwa kebahagiaan akan datang di tahun yang baru dan hal buruk akan diusir.
Pada sesi terakhir, salah satu tim pertunjukan membagi-bagikan kertas angpau ke pengunjung. Mereka yang mendapat angpau bisa mengisinya dengan uang, kemudian mengulurkannya ke mulut barongsai untuk dimakan. Memberi angpau ke barongsai merupakan harapan untuk hal-hal baik dan dijauhkan dari energi negatif.
Nila, salah satu pengunjung cerita bahwa ia pertama kali memberikan angpau ke barongsai.
“Saya sering liat di medsos, ada orang memberikan angpau ke barongsai. Hari ini, saya mencobanya langsung,” cerita Nila sambil tersenyum.
Salah satu pengunjung lainnya, Siska datang malam itu bersama suami dan anaknya. Ia bercerita ketika penampilan barongsai dimulai, si suami menggendong anak mereka di atas kedua pundaknya. Jadi si anak bisa menonton pertunjukan barongsai dengan jelas.
“Anak saya juga minta dibelikan mainan barongsai untuk dibawa pulang,” ungkapnya.
Sarjid dan Farel, penjual mainan barongsai menyebutkan bahwa dagangannya laris manis dibeli pengunjungan. Mereka mengakui ratusan mainan telah terjual selama pasar malam imlek.
“Kami setiap pasar malam selalu jualan di sini. Pembelinya tidak hanya dari masyarakat Tionghoa saja. Banyak yang Minang, Batak, Jawa, dan lainnya. Mereka biasanya beli untuk anak atau pacar,” cerita Sarjid.
Nila, Siska, Sarjid, dan Farel adalah warga kota Padang beretnik Minang yang saya ajak ngobrol malam itu. Mereka ikut bergembira ketika datang di Pasar Malam Imlek.
Selama 5 hari berturut – turut tampil barongsai dari Heng Beng Tong (HBT), Hok Tek Tong (HTT), Marga Huang, dan Marga Ong. Juga ada penampilan lainnya seperti naga dari Marga Lim, Operet yang menggunakan dialog orang Padang Tionghoa dengan khas bahasa Minang-Pondok, berbagai perlombaan serta penampilan seni, stand UMKM, dan pasar murah.
Pasar murah digelar di gedung Marga Tan, tak jauh dari kelenteng. Di dalamnya berjejer stand dari 9 she kongsi yang menjual kebutuhan pokok seperti gula, minyak, beras dan lainnya. Selain itu dari Vihara Buddha Warman menjual pernak pernik imlek seperti kertas angpau, kotak kue, serta baju. Ketika ke pasar murah, pengunjung dihibur oleh penampilan Gambang dari Keluarga Marga Lie.
Halaman Kelenteng Lama dijadikan panggung utama penampilan seni. Di sekelilingnya terdapat stand kuliner dari She Kongsi, kelenteng See Hin Kiong, Grha Samatha Giri, Vihara Budhawarman, Wihara Metta Maitreya, dan lainnya. Sepanjang lorong sebelah kanan Kelenteng berjejer stand berbagai macam kuliner multi etnik.
Kolaborasi She Kongsi di Padang
Pasar malam ini merupakan tradisi masyarakat Padang Tionghoa yang digelar 2 minggu sebelum imlek. Hal ini bertujuan untuk membantu masyarakat yang akan merayakan imlek.
“Kita sama-sama tahu ketika imlek maka kebutuhan meningkat dari biasanya. Nah di pasar malam ada pasar murah, di mana saudara kita berbelanja untuk kebutuhan imlek dengan lebih murah. Kegiatan ini rutin diadakan setiap tahun. Persiapannya kurang lebih 3 bulan,” jelas Lim Hap Kian.
Pasar Malam Imlek digagas oleh 9 she kongsi, diantaranya Lie, Lim, Tan, Gho, Tjoa, Huang, The, Kho, dan Ong. Ketua dan wakil ketua pelaksana setiap tahun digilir. Tahun ini dikoordinir dari marga Lim dan The.
“Pada penutupan pasar malam ada penyerahan bendera dari Lim dan The ke koordinator tahun depan,” tambah Lim Hap Kian.
Lim Hap Kian memaparkan jumlah pengunjung pasar malam mencapai ribuan. Pengunjung tidak hanya berasal dari orang Tionghoa saja, tapi juga dari etnis lain seperti Minang, India, Jawa, Arab, dan lainnya.
“Kegiatan ini merupakan salah satu cara untuk mendukung pariwisata kota Padang. Kami juga menyediakan stand UMKM untuk berjualan dan tidak dipungut biaya sewa. Selain itu semua produk kuliner yang dijual di stand, kami pastikan tidak ada mengandung babi. Jadi setiap pengunjung yang muslim bisa berwisata kuliner di pasar malam dengan nyaman,” cerita Lim Hap Kian.
Ia berharap kegiatan ini bisa menjadi momen untuk silahturahmi dan memperkuat persaudaraan satu dengan yang lain. Jika hubungan antar sesama kuat, maka tidak akan gampang dihasut oleh kelompok luar yang ingin memecah kekompakan itu.
“Orang Padang Tionghoa sudah berabad-abad ada di Padang – Sumatera Barat. Ini cara kami untuk membangun persaudaraan dengan etnik lainnya yang ada di Padang. Semoga tahun baru imlek Ular Kayu membawa kebahagiaan untuk kita semua,” tutup Lim Hap Kian. SSC