Konflik Horizontal Sudah Terlihat, Massa Pro Hak Angket Tuntut Diskualifikasi Paslon 02

Kamis, 07/03/2024 09:57 WIB
demo-di-istana-presiden-jogja_169

demo-di-istana-presiden-jogja_169

Jakarta, sumbarsatu.com– Elemen masyarakat menggelar demonstrasi mendukung hak angket DPR RI untuk mengungkap dugaan kecurangan Pemilu 2024. Di sisi lain, sekelompok massa datang menghadang elemen pro demokrasi tersebut.

Pengamat Politik Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta Assoc. Prof. Dr. Khamim Zarkasih Putro, M. Si mengaku prihatin dengan kondisi yang sudah mengarah kepada konflik horizontal ini. Massa yang menghadang massa pro hak angket ini kemungkinan besar tidak paham dengan kondisi dan situasi politik yang ada.

“Jika kita cermati mereka yang menghadang massa aksi pro hak angket, kurang paham dengan situasi politik yang ada,” katanya dalam Sarasehan Kebangsaan bertema Benarkah Negara Sudah Dalam Keadaan Genting yang dihadiri KBA News di DPD RI Perwakilan DIY Jalan Kusumanegara Yogyakarta, Rabu, 6 Maret 2024.

Dia mengaku khwatir fenomena cebong dan kampret kembali terulang dalam sebutan lain pasca Pilres 2024.

“Jangan-jangan yang pro hak angket DPR seperti dari kalangan akademisi, guru besar, pro demokrasi, nanti akan dibenturkan dengan kelompok tandingan, yang sebenarnya mereka tidak begitu paham tentang situasi,” jelasnya.

Ketua Pusat Studi Kebudayaan Indonesia dan Pengembangan Pendidikan Keagamaan UIN Sunan Kalijaga ini menilai kemungkinan besar mereka yang menghadang massa aksi pro hak angket atau massa demo tandingan tersebut sebenarnya juga menjadi korban saja.

“Bisa jadi mereka yang menghadang itu bukan karena ideologis, namun karena kesulitan ekonomi kemudian dimanfaatkan untuk menghadang massa pro hak angket,” ungkapnya.

Apalagi, kata dia, saat kejadian tersebut sempat viral seorang dari pendemo tandingan tertangkap lalu mengaku sebagai seorang pengangguran. Orang tersebut mengaku disuruh ikut demo lalu dikasih uang Rp85 ribu.

“Dan orang itu mengaku juga belum dibayar. Artinya tidak paham dengan apa yang dilakukan,” ujarnya.

Khamim mengatakan, kemungkinan ada kecenderungan para pendemo tandingan itu merupakan massa aksi bayaran.

“Orang yang manajemen konflik tentu memahami psikologi masyarakat kita yang mudah disulut,” ucapnya.

“Mudah tersulut karena ada krisis multidimensi itu, sehingga alat memicu perpecahan tinggal menyulut dengan hal kecil bisa menjadi besar. Kondisi ini sangat berbahaya ke depan,” paparnya.

Diskualifikasi Paslon 02

Sementara itu, wartawan senior Jawa Timur, Dr. H. Dhimam Abror Djuraid saat ikut aksi demo di kompleks gedung DPR RI, Rabu, 6 Maret 2024 dalam orasinya dengan bahasa Suroboyoan yang khas menegaskan, “Lur, ini kami di kompleks DPR RI. Penuh ini. Obong-obongan. Jadi ini tuntutannya, diskualifikasi paslon 02,” terang mantan Ketua PWI Jawa Timur dan mantan Ketua PSSI Jawa Timur tersebut.

Selain diskualifikasi paslon 02, kata Abror, peserta aksi juga menolak pemilu curang dan pemakzulan Presiden RI Joko Widodo atau Jokowi.

“Jangan khawatir, kita tetap maju sampai tuntutan kita berhasil. Ada banyak sedulur kita yang ikut aksi di Jakarta. Ada yang dari Surabaya, Brebres dan masih banyak lagi dari daerah-daerah lain,” ungkap alumni S3 dari Universitas Padjadjaran tersebut.

Dikatakan, aksi penolakan pemilu curang, diskualifikasi paslon 02 dan pemakzulan Presiden RI Jokowi tersebut melewati dua jalur. Pertama melalui jalur Mahkamah Konstitusi dan jalur kedua adalah hak angket DPR RI.

“Dan kami lewat jalur parlemen jalanan harus tetap jalan,” pungkas mantan Pemred Jawa Pos ini. SSC/KBA



BACA JUGA