LBH Pers Padang Desak Kejari Jepara Hentikan Penuntutan Daniel Frits

DIJERAT UU ITE

Minggu, 28/01/2024 07:04 WIB
Aktivis lingkungan Karimunjawa, Daniel Frits Maurits Tangkilisan (49) kembali ditahan Kejaksaan Negeri Jepara, Selasa, 23 Januari 2024.

Aktivis lingkungan Karimunjawa, Daniel Frits Maurits Tangkilisan (49) kembali ditahan Kejaksaan Negeri Jepara, Selasa, 23 Januari 2024.

Jepara, sumbarsatu.com—Daniel Frits Maurits Tangkilisan, aktivis lingkungan hidup Karimunjawa, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah ditahan Kejaksaan Negeri Jepara usai Polres Jepara melimpahkan kasusnya ke Kejaksaan Negeri Jepara pada Selasa 23 Januari 2024.

Daniel adalah warga Karimunjawa yang tergabung dalam Koalisi Kawal Indonesia Lestari. Ia aktif melakukan advokasi penutupan tambak udang yang memenuhi pesisir Karimunjawa karena dinilai tidak berizin (ilegal) serta telah mengakibatkan kerusakan dan pencemaran lingkungan.

Sebelumnya, Daniel dilaporkan oleh Ridwan, Ketua Perkumpulan Masyarakat Karimunjawa Bersatu, dengan tuduhan telah menyebarkan ujaran kebencian melalui Facebook sesuai dengan LP/B/17/II/SPKT/Polres Jepara/Polda Jateng, tertanggal 8 Februari 2023.

Pada 1 Juni 2023, Daniel ditetapkan sebagai tersangka oleh Kepolisian Resor (Polres) Jepara karena dianggap melanggar pasal ujaran kebencian, Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Bahkan, sebelumnya ia juga sempat ditahan selama kurang lebih 20 jam pada 7 Desember 2023, kendati kemudian ditangguhkan.

Setelah Daniel, pada 28 November 2023 lalu, tiga orang rekannya sesama aktivis #SaveKarimunjawa yakni Hasanuddin, Datang Abdul Rochim dan Sumarto Rofi’un juga telah dilaporkan ke Kepolisian Daerah Jawa Tengah. Sebelumnya, mereka mengunggah video penolakan atas keberadaan tambak udang intensif ilegal di Pulau Karimunjawa.

LBH Pers Padang menilai, penetapan tersangka dan penahanan yang dilakukan terhadap Daniel Frits dan pelaporan terhadap tiga aktivis Karimunjawa lainnya sebagai upaya kriminalisasi terhadap pejuang lingkungan hidup.

“Dengan kata lain, hal yang dialami oleh Daniel Frits dan tiga aktivis tersebut adalah tindakan Strategic Lawsuit Against Public Participation (SLAPP); sebuah strategi (siasat) untuk menghentikan atau menghukum warga negara yang menggunakan hak politik mereka dengan tujuan mengalihkan perhatian publik dari isu publik menjadi ranah privat,” kata Aulia Rizal, Direktur LBH Pers Padang, kepada sumbarsatu, Minggu, 28 Januari 2024 di Padang.

Bersamaan dengan itu LBH Pers Padang juga menyayangkan dan mengecam tindakan kriminalisasi (SLAPP) dimaksud, khususnya penahanan hingga penuntutan yang akan dilakukan terhadap Daniel Frits serta menyatakan solidaritas penuh terhadap Daniel Frits, Hasanuddin, Datang Abdul Rochim dan Sumarto Rofi’un.

Atas tindakan kriminalisasi itu, tegas Aulia Rizal, LBH Pers Padang mendesak Kejaksaan Negeri Jepara untuk segera melepaskan Daniel Frits Maurits Tangkilisan dan mengeluarkan surat ketetapan penghentian penuntutan (SKP2) kerena telah menciderai dan menyimpang dari sejumlah ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dengan dasar.

 

Dalam pandangan LBH Pers, penahanan Daniel Frits Maurits Tangkilisan merupakan tindakan yang telah menyimpang dari Pedoman Jaksa Agung No. 8/2022 tentang Penanganan Perkara Tindak Pidana di Bidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

“Pedoman tersebut pada dasarnya telah memberi petunjuk kepada jaksa agar memastikan pelindungan hukum terhadap setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat,” terangnya.

Berdasarkan Pedoman Jaksa Agung No. 8/2022 tersebut, jaksa sebagai dominus litis dalam penanganan perkara sudah sepatutnya mempelajari dan meneliti hasil penyidikan dari penyidik, baik terhadap hubungan kausalitas antara pelaporan tindak pidana dengan perbuatan tersangka dalam memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat; kualifikasi tersangka sebagai pejuang/aktivis lingkungan hidup, korban terdampak, atau komunitas adat; motif tersangka; ada tidaknya sifat melawan hukum dan kesalahan; serta ada tidaknya pembenaran yang layak.

Bahwa sekiranya jaksa pada Kejari Jepara objektif dan mematuhi Pedoman Jaksa Agung tersebut, sejatinya jaksa dapat menilai dengan jelas kualifikasi perbuatan yang dituduhkan kepada Daniel Frits sebagai bentuk perjuangan terhadap lingkungan, dalam hal ini Karimunjawa, hal mana selama bertahun-tahun telah berjuang menghentikan pencemaran dan kerusakan lingkungan yang diduga diakibatkan keberadaan tambak udang yang berada di kawasan strategis pariwisata nasional.

“Kualifikasi ini semestinya dijadikan alasan bagi Jaksa untuk tidak melakukan penuntutan, dan menerbitkan surat ketetapan penghentian penuntutan (SKP2),” sebut Aulia.

Ia menjelaskan, perbuatan Daniel merupakan ekspresi yang dilindungi hukum, mengekspresikan keresahan atas isu lingkungan hidup. Pasal yang dituduhkan kepada Daniel yaitu Pasal 28 ayat (2) UU ITE (yang diper UU No. 1/2024 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik) yakni, “...mendistribusikan informasi yang sifatnya menghasut, mengajak, atau mempengaruhi orang lain sehingga menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan…”. Dengan demikian, karena pasal ini merupakan delik materiil sehingga mengharuskan adanya akibat berupa timbulnya rasa kebencian atau permusuhan terhadap individu atau kelompok.

Sejalan dengan hal tersebut, seharusnya jaksa mengacu pada Surat Keputusan Bersama tentang Pedoman Implementasi UU ITE yang dibuat dan ditandatangani Jaksa Agung, Kepala Kepolisian Republik Indonesia, dan Menteri Komunikasi dan Informatika RI yang membatasi penggunaan Pasal 28 ayat 2 yang kerap dijadikan dasar melaporkan tindakan yang diduga sebagai ujaran kebencian.

Penyampaian pendapat, pernyataan tidak setuju atau tidak suka kepada individu atau kelompok masyarakat tidak termasuk perbuatan yang dilarang, kecuali dapat dibuktikan ada upaya melakukan ajakan, mempengaruhi, dan/atau menggerakkan masyarakat, menghasut/mengadu domba untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan berdasarkan isu sentimen perbedaan SARA.

“Jaksa Kejari Jepara seharusnya memperhatikan dan mematuhi Pasal 66 UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH) yang menyatakan bahwa setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata sangat multitafsir dan tidak implementatif,” urai Aulia Rizal.

Dengan demikian sangat berasalan secara hukum Kejari Jepara untuk melepaskan Daniel Frits Maurits Tangkilisan dan mengeluarkan surat ketetapan penghentian penuntutan (SKP2).                

“Sekiranya jaksa masih saja memaksakan penuntutan perkara dimaksud, kami meminta Pengadilan yang memeriksa perkara ini untuk memperhatikan dan menerapkan Perma No. 1/2023 tentang Pedoman Mengadili Perkara Lingkungan Hidup, khususnya bagian perlindungan hukum terhadap pejuang hak atas lingkungan hidup,” terangnya.

LBH Pers Padang mendesak seluruh aparat penegak hukum untuk memahami berbagai instrumen hukum yang memberi perlindungan kebebasan berekspresi dan berpendapat bahkan memberi perlindungan, tidak terkecuali terhadap setiap warga negara yang memperjuangkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. SSC/MN



BACA JUGA