
anies
Barus, sumbarsatu.com--Capres nomor urut 1, Anies Baswedan menyebut ketika paslon berhasil menjalani Debat Capres pasti akan tenang setelah acara. Dia mengomentari belum move on paslon nomor urut 2, Prabowo Subianto yang terus berkomentar miring soal dirinya usai debat.
“Kalau debatnya berhasil pasti tenang habis debat. Nggak usah jelek-jelekin lawan,” kata Anies usai berziarah ke Makam Papan Tinggi, Desa Penanggahan, Kecamatan Barus Utara, Kabupaten Tapanuli Tengah, Jumat (12/1/2024).
Anies menegaskan pihaknya tidak pernah melanjutkan diskusi dalam Debat Capres setelah berakhirnya acara. Dia meminta kepada publik agar mempertanyakan hal tersebut ke Prabowo.
“Justru menurut saya inilah pentingnya bagi masyarakat menilai bahwa Bagaimana di dalam diskusi semua disampaikan dan bila ada keberatan sampaikan saat itu dan itulah kematangan di dalam berdemokrasi,” katanya.
Prabowo sempat mengatakan bahwa air susu dibalas air tuba dan siapa pihak yang bisa nilai 11 dari 100. Anies menegaskan semua itu harusnya selesai setelah berakhirnya Debat Capres ketiga.
“Harusnya itu semua disampaikan pada saat debat. Forumnya di situ,” ujar Anies.
Pakai Standar Etika
Sementara itu. Dosen Komunikasi Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta Mariana Ulfah menyatakan, seorang pemimpin atau calon pemimpin tidak layak berbicara yang tidak pantas. Apalagi ucapan itu disampaikan di tempat publik.
Pernyataan ini merespons apa yang disampaikan capres nomor urut 2 Prabowo Subianto dalam acara di Gelanggang Remaja Pekanbaru, Riau, Selasa, 9 Januari 2024. Prabowo seperti melampiaskan kekesalannya kepada Anies Baswedan usai Debat Capres bertema Pertahanan, Keamanan, Hubungan Internasional, Diplomasi, dan Globalisasi.
“Mengata-ngatai orang dengan kalimat tak pantas itu tidak boleh. Orang biasa saja tidak boleh, apalagi seorang pemimpin atau calon pemimpin,” kata Ulfah kepada KBA News, Jumat, 12 Januari 2024.
Dosen pengampu mata kuliah Etika dan Kepribadian ini mengatakan, sesama manusia seharusnya bisa saling menghargai dan menghormati.
“Itu standar etika. Di dunia ini yang tertinggi etik, baru pengetahuan. Etika itu filosofi keilmuan,” jelasnya.
Akademisi yang berdomisili di bilangan Jalan Dr Suharso Kota Yogyakarta ini mengatakan, seorang pemimpin seharusnya lebih punya ilmu dan wawasan yang luas. Semakin tinggi ilmu semakin bisa menghargai perbedaan, termasuk perbedaan dalam berpendapat.
“Perbedaan pendapat itu, silakan disampaikan dengan data, fakta, dan wawasannya. Bukan membalasnya dengan kata-kata tidak pantas di tempat lain,” ungkapnya.
Menurut dia, publik akan menilai seorang capres yang tidak bisa menjawab dalam debat, kemudian di tempat lain justru mengeluarkan kata-kata tak pantas. “Orang akan menilai sendiri kepribadiannya seperti apa,” ungkapnya.
Di sisi lain, perempuan yang akrab disapa Maria Jova ini menilai, kepribadian capres yang seolah-olah berubah justru membuat publik semakin tidak yakin.
“Di sisi lain berkepribadian emosional, lalu muncul gemoy dan terakhir melo atau nangis-nangis merasa dizalimi. Jadi kepribadiannya mana yang asli? Kalau kepribadian berubah-ubah itu membuat orang jadi nggak yakin,” jelasnya. SSC/KBA