Kriminalisasi Masyarakat Aia Bangih, Majelis Hakim Lakukan Pemeriksaan Setempat

-

Sabtu, 18/11/2023 06:00 WIB
Ps 1 sidang

Ps 1 sidang

Padang, sumbarsatu.com—Majelis Hakim adakan Pemeriksaan Setempat (PS) terkait perkara 2  terdakwa Niko dan Timbul atas dakwaan perusakan hutan sebagaimana melanggar UU Cipta Kerja No 2 tahun 2022.

PS berlangsung di TKP penangkapan terdakwa yang berlokasi di Kampung Baru, Jorong Pigogah, Aia Bangih, Pasaman Barat pada Jumat (17/11/2023),  

Turut dihadiri oleh Kejaksaan Negeri Pasaman Barat, Polisi Hutan, Polres Pasaman Barat, Kasi Intel Kejakasaan Pasaman Barat, KACAPJARI Air Bangis dan Krimsus Polda Sumbar.

Majelis Hakim bersama Penasihat Hukum dan Ahli Kartografi WALHI Sumbar serta ditemani penyidik yang melakukan penangkapan melakukan pengambilan titik koordinat TKP Timbul.

Koordinat dari BAP Timbul dimasukkan ke dalam GPS dan dilihat akurasi serta dibandingkan dengan kondisi lapangan di mana ahli Kehutanan dari dinas KPHL, dan dibenarkan bahwa lokasi merupakan tempat penagkapan Timbul, sesuai dengan berita acara.

Selanjutnya di lokasi kedua, tempat Niko ditangkap, menurut Tommy, Ahli Kartografi WALHI Sumbar ada ketidak sesauain lokasi yang disampaikan oleh penyidik dengan lokasi koordinat yang tertulis dalam berita acara pemeriksaan.

“Ini yang menjadi tanda tanya sampai sekarang, bahwa memang ada ketidak sesauain lokasi yang disampaikan oleh penyidik dengan lokasi koordinat yang ditampilkan atau tertulis dalam berita acara pemeriksaan,” kata Tommy.

Sejauh ini, tambahnya, yang bisa kita simpulkan Ahli Pranologi dari JPU tidak datang, kemudian digantikan oleh Afrizal, Polisi Kehutanan UPTD KPHL Pasaman Raya. Jadi, memang sangat sulit untuk menarik kesimpulan apa yang menggambarkan titik koordinat tersebut.

Mengapa koordinat itu ada di dalam perkebunan kelapa sawit. Kemudian kita lanjut melihat lokasi di jembatan besi Pigogah yang menyatakan bahwa tertera lokasi hutan, ditemani oleh pihak Polisi Kehutanan. Kita mengabil titik koordinat yang di jembatan tersebut, lokasinya itu disampaikan ada plang masuk Kawasan hutan. Faktanya, ketika kita di sana plang tersebut tidak ada.

Kemudian Penasihat Hukum juga meminta Majelis Hakim untuk mengambil titik koordinat lokasi Peron HTR, tempat jual beli sawit yang disinyalir berada dikawasan hutan, bahkan pemerintah mengarahkan Masyarkat Jorong Pigogah untuk menjual hasil sawit ke Peron HTR.

Tommy, Ahli Kartografi WALHI Sumbar menjelaskan bahwa setelah memperoleh lokasi geografis lintang dan bujur dan melakukan Overlay, sehingga hasil titik koordinat lokasi Peron HTR yang dijaga oleh Brimob ternyata memang berada di Kawasan Hutan Produksi.

“Tadi belum ada kesimpulan dari Hakim, Jaksa maupun Penasihat Hukum. Bahwa fenomena ini belum bisa dijelaskan, namun secara aturan, tentu menyalahi perundang-undangan khususnya Kehutanan,” tambah Tommy.

Terakhir, Majelis Hakim, Penasihat Hukum dan juga Jaksa melanjutkan perjalanan ke pandam pakuburan, yang lokasinya cukup jauh dari lokasi PS pertama,  ditemui delapan padam pakuburan lamo di mana menurut Tommy dari titik koordinat yang diambil berada dalam Kawasan Hutan produksi.

Sementara dari keterangan warga setempat ternyata itu merupakan tempat perladangan dan tempat masyarakat pernah hidup.

Cerita Sejarah dan Pandam Pakuburan Tuo

Ucok menjelaskan sebelum ia masuk ke Jorong Pigogah pada tahun 1972 ketika ia masih SD pandam pakuburan tuo itu sudah ada. Tetapi, ia mengatakan bahwa kawan satu sekolah Ucok dikubur di sana. Sehingga ia binggung dan keberatan jika tempat ia menggantungkan hidup diklaim sebagai kawasan Hutan Produksi secara sepihak oleh pemerintah.

Ucok juga menceritakan pandam pakuburan juga tersebar dibeberapa titik di Jorong Pigogah. Menurut ucok adanya pandam pakuburan yang tersebar menjadi sebuah sejarah bahwa Pigogah dahulunya sebuah perkampungan. Kemudian di Patibubur terdapat pakuburan Rajo Manggadang.

Ucok sebelumnya bekerja sebagai petani yang memiliki sawah. Tetapi, karena kasus penangkapan yang terjadi di kampungnya, membuat ia takut untuk beraktivitas ke sawah. Ucuk juga menerangkan bahwa ia telah mendapatkan izin dari Niniak Mamak Pigogah, Ali Umar yang juga keturunan dari Rajo Manggadang.

Dulu, sebelum terjadinya penangkapan dan ancaman terhadap warga Pigogah, ia bisa menghidupi keluarganya dengan normal, seperti membeli dan menyediakan beras dan bahan makan untuk kebutuhan beberapa hari. Tapi hari ini, ucuk hanya mengumpulkan rebung dan menjual kepada warga lain untuk membeli beras.

“Kami ini punya KTP, KK juga punya, bahkan saya tidak pernah protes jika tidak pernah dapat bantuan dari pemerintah. Rumah saya yang tidak tersentuh lampu, hanya pakai lampu corong, tidak kami mengeluh, tetapi jika sudah diaganggu dan dibatasi hak kami atas hidup, siapa yang akan mau bantu kami di sini?” jelasnya.

Setelah melakukan PS selama kurang lebih 6 jam, Ihsan Riswandi ketua PBHI Sumbar menegaskan bahwa adanya perbedaan titik koordinat Niko yang menjadi catatan PBHI Sumbar, di mana titik koordinat yang diambil tidak sesuai dengan  apa yang yang tertulis di dalam berkas perkara dengan fakta yang diuji dilapangan berada lebih kurang 500m dari lokasi yang sebelumnya. 

“Titik koordinat dari lokasi penangkapan untuk kasus Niko tidak sesui dengan apa disampaikan penyidik dalam berkas perkara. Faktanya dilapangan perbedaan ini cukup jauh yaitu kurang lebih 500m dari lokasi penangkapan,” terang Ihsan Riswandi.  

Ihsan Riswandi berharap Majelis Hakim bisa menilai secara faktual bahwa dalil-dalil yang di sampaikan JPU terkait kawasan hutan, tidak ada. Sehingga, klaim yang di lakukan sepihak oleh pemerintah terhadap Kawasan hutan adalah klaim yang tidak bisa di benarkan.

“Berdasarkan aturan yang ada, ketika adanya keterlanjuran Kawasan Hutan dalam hal perkebunan sawit maka ada yang harus diselesaikan terlebih dahulu. Dengan upaya administrasi seperti melakukan sosialisasi secara konsisten. Agar masyarakat yang telah terlanjur berkegiatan di Kawasan hutan tersebut bisa mengurus perizinan. Mugkin itu yang kita harapkan agar Majelis Hakim dalam mengambil putusan pada tanggal 7 Dsember dengan putusan perkara Niko dan Timbul masih prematur sehingga terdakwa harus di lepaskan dari segala tuntutan hokum,” ujarnya. SSC/ARA



BACA JUGA