
I
Padang, sumbarsatu.com—Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Sumatera Barat (PBHI Sumbar) mengadakan diskusi terbuka dan acara buka bersama di Padang, Selasa (18/3/2025). Acara bertajuk "Catatan 100 Hari Kabinet Gemuk" ini dihadiri oleh berbagai elemen masyarakat, termasuk akademisi, mahasiswa, dan perwakilan lembaga swadaya masyarakat.
Fokus utama diskusi adalah pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang tengah menjadi sorotan public dan juga Perda RTRW yang baru disahkan DPRD Sumbar.
Harry Efendi, Ketua Majelis Amanat Wilayah PBHI Sumbar, menyoroti proses pembahasan RUU TNI yang dinilai tergesa-gesa dan kurang transparan. Ia menilai bahwa pembahasan yang dilakukan di Ballroom Hotel Fairmont, Jakarta Pusat, pada 14-15 Maret 2025, menunjukkan indikasi cacat formil.
Selain itu, Ajo Harry mengkhawatirkan potensi kembalinya dwifungsi militer seperti era Orde Baru melalui perluasan peran TNI di ranah sipil. Ia menekankan bahwa pengalaman masa lalu terkait dwifungsi ABRI menjadi mimpi buruk bagi masyarakat dan tidak seharusnya terulang.
“Salah satu poin krusial dalam revisi tersebut adalah perubahan Pasal 7 Ayat 2 yang menambah tiga tugas baru bagi TNI di luar operasi militer. Tugas tersebut meliputi penanggulangan ancaman siber, penyelamatan WNI dan kepentingan nasional di luar negeri, serta penanganan penyalahgunaan narkotika. Namun, dalam perkembangan terbaru, kewenangan TNI untuk membantu menangani penyalahgunaan narkotika telah dihapus dari revisi tersebut,” urai Hary Efendi.
Selain itu, Pasal 47 mengalami revisi dengan menambah jumlah kementerian dan lembaga yang dapat diisi oleh prajurit aktif TNI dari 10 menjadi 15. Penambahan tersebut mencakup Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Badan Keamanan Laut (Bakamla), Kejaksaan Agung, dan Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP). Namun, Kementerian Kelautan dan Perikanan yang sebelumnya diusulkan, akhirnya dikeluarkan dari daftar tersebut.
Perubahan lainnya terdapat pada Pasal 53 terkait batas usia pensiun prajurit TNI. Dalam revisi terbaru, batas usia pensiun ditetapkan berdasarkan pangkat, dengan perwira tinggi bintang empat memiliki batas usia pensiun paling tinggi 63 tahun dan dapat diperpanjang maksimal dua kali sesuai kebutuhan yang ditetapkan dengan keputusan presiden.
Selain isu RUU TNI, diskusi tersebut juga menyoroti Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang Wilayah (Perda RTRW) Sumatera Barat yang disahkan oleh DPRD Sumbar pada 17 Maret 2025.
Wengki Purwanto, Direktur Wahana Lingkungan Hidup Sumatera Barat (WALHI Sumbar), mengkritisi minimnya pengakuan terhadap hutan adat dalam Perda tersebut.
Ia menyoroti bahwa hanya hutan adat di Dharmasraya yang diakui, sehingga menimbulkan pertanyaan mengenai eksistensi masyarakat adat lainnya di Sumatera Barat.
Wengki juga mengkhawatirkan potensi perampasan lahan masyarakat akibat kebijakan yang tidak melibatkan partisipasi masyarakat sipil.
Menanggapi berbagai isu tersebut, PBHI Sumbar menyatakan penolakannya terhadap kebijakan yang tertuang dalam revisi UU TNI dan Perda RTRW Sumbar.
"Kita mendesak agar dilakukan peninjauan kembali dengan melibatkan transparansi dan partisipasi aktif dari masyarakat sipil untuk memastikan kebijakan yang diambil tidak merugikan hak-hak masyarakat dan sejalan dengan prinsip-prinsip demokrasi,” kata Wengki.