Seminar Pra Kick Off Galanggang Arang dalam Giat Warisan Tambang Batu Bara Ombilin Sawahlunto di Padang Panjang, Selasa, 10 Oktober 2023 yang digelar Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah III Provinsi Sumatra Barat, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi
Padang Panjang, sumbarsatu.com—Warisan Tambang Batu Bara Ombilin Sawahlunto atau Ombilin Coal Mining Heritage of Sawahlunto ditetapkan sebagai Warisan Dunia oleh Unesco, Sabtu, 6 Juli 2019 di Kota Baku, Azerbaijan.
Setelah ditetapkan sebagai warisan dunia empat tahun lalu baru tahun ini terlihat ada upaya pihak terkait “menyentuhnya” agar kemanfaatan dari potensi warisan budaya ini punya daya dorong pemajuan kebudayaan dan ekonomi. Aktivasinya dilabeli Galanggang Arang WTBOS.
Penetapan warisan budaya dunia ini tentu saja membawa konsekuensi kerja sungguh-sungguh pelestarian, pemanfaatan, dan fungsionalisasi properti yang diwariskan, dan menuntut kerja sama serta kesapahaman yang serius antar-stakeholder agar tidak menerima ancaman pencabutan status warisan dunia oleh Unesco.
Warisan Tambang Batu Bara Ombilin Sawahlunto (WTBOS) memang berbeda dengan Warisan Budaya Dunia lainnya di Indonesia yang umumnya relatif lebih terpelihara dengan beragam kegiatan dan aktivasi yang sudah dijalankan berkala dan tertata baik. “Rasa kepemilikan” masyarakat terhadap warisan budayanya sudah tumbuh dan berkembang. Sementara untuk WTBOS terkesan baru melangkah dan memulai tahun 2023 ini. Tentu untuk penguatan ekosistem WTBOS ini tidak bisa dilakukan sporadis, parsial, dan tidak berkesinambungan.
Begitu benang merah yang mengemuka yang terangkum dari pelbagai narasumber dalam Seminar Pra Kick Off Galanggang Arang dalam Giat Warisan Tambang Batu Bara Ombilin Sawahlunto di Padang Panjang, Selasa, 10 Oktober 2023 yang digelar Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah III Provinsi Sumatra Barat, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi.
Seminar yang digelar sebelum peluncuran resmi WTBOS Galanggang Arang dalam bulan Oktober ini menghadirkan narasumber Erwina Burhan dari Pusat Riset Wilayah-BRIN Jakarta, Gusti Asnan dari Jurusan Sejarah FIB Unand, Jonny Wongso (Universitas Bung Hatta), dan Yuhefizar dari Masyarakat Peduli Kereta Api Sumatra Barat, Undri, Kepala BPK Wilayah III Sumatra Barat dan juga Edy Utama, Sudarmoko, dan Dede Pramyoza dari tim kurator Galanggang Arang WTBOS. Seminar bertema “Penguatan Ekosistem Warisan Tambang Batu Bara Ombilin Sawahlunto (WTBOS) Jalur Kereta Api” diikuti ratusan peserta dari pelbagai kalangan kampus, seniman, budayawan, pemerintahan, komunitas pencinta kereta api, mantan masanis kerera api dan masyarakat umum.
“Aktivasi dan kerja terukur serta terencana, komprehensif, tertata, dan berkelanjutan menjadi kata kunci berhasilnya penguatan ekosistem WTBOS dan mencapai ini perlu dilakukan secara bersama-sama, melibatkan partisipasi aktif semua pihak, terutama masyarakat, pemerintah kota dan kebupaten yang termaktub dalam lingkaran WTBOS,” kata Edy Utama, Ketua Kurator Galanggang Arang WTBOS dalam presentasinya.
Edy Utama menjelaskan, aktivasi dengan titik utamanya membangun penguatan ekosistem warisan budaya dunia ini harus melibatkan simpul-simpul sosial dan ruang-ruang yang pernah menjadi stasiun persinggahan kereta api.
“Ada banyak nagari-nagari dan ruang-ruang publik yang jadi stasiun kereta api. Simpul-simpul inilah yang punya potensi dan ikatan kultural saat kejayaan alat transportasi kereta api sedang berada pada masa jayanya. Interaksi sosial dan silaturahmi, serta ekonomi budaya tengah berlangsung di stasiun-stasiun kereta api di Nagari Kacang, Kayutanam, Pitalah, Padang Panjang, dan lainnya,” papar Edy Utama.
Lewat penetapan Unesco ini, dunia mengakui nilai-nilai penting keberadaan properti WTBOS dan kontribusinya pada pembangunan peradaban dunia sejak mulai dibangun tahun 1883. Properti WTBOS ini terdiri dari kawasan Tambang Batu Bara Ombilin di Sawahlunto (Zona A), Jalur Kereta Api Ombilin-Emmahaven yang melintasi 7 kabupaten-kota (Zona B), dan Pelabuhan Emma Haven atau Teluk Bayur (Zona C).
“Pembangunan semua properti WTBOS melibatkan teknologi state-of-the-art pada masanya, yang membawa para ahli teknologi, tambang, antropologi dan banyak lagi dari berbagai belahan dunia ke Nusantara. Properti WTBOS merupakan representasi dari modernisasi eksplorasi dan eksploitasi pertambangan di Sawahlunto yang membentuk Ombilin-Sawahlunto menjelma jadi kota paling modern di zamannya,” papar Erwiza Burhan.
Batu bara hasil tambang Ombilin-Sawahlunto tidak saja menjadi sumber energi dan ekonomi pembangunan di Nusantara dan dunia, tetapi tentu juga membawa pemajuan kebudayaan khususnya di kawasan jalur kereta api dan titik stasiun perhentiannya.
“Perjalanan jauh batu bara Ombilin-Sawahlunto ini yang diekspor lewat Pelabuhan Emma Haven di Padang menjadi narasi peradaban yang mendunia dan memperlihatkan keterlibatan Indonesia dalam revolusi industri 2.0 di dunia,” kata Sudarmoko.
Maka, tambahnya, penetapan sebagai warisan budaya dunia ini menjadi pengakuan terhadap arti penting tinggalan tersebut bagi peradaban dunia.
Undri mengatakan, Sumatra Barat patut berbangga karena sampai hari ini baru ada enam warisan budaya yang ditetapkan Unesco sebagai Warisan Budaya Dunia. Warisan Budaya Dunia yang pertama ditetapkan adalah Candi Borobudor, Lanskap Subak, Candi Prambanan, Sangiran. Warisan Tambang Batu Bara Ombilin Sawahlunto (WTBOS) di Sumatera Barat adalah yang kelima di Indonesia.
“Terakhir adalah Sumbu Filosofi Yogyakarta, yang baru ditetap Unesco pada 18 September 2023 yang lalu,” jelas Undri.
Menurutnya, aktivasi WTBOS, terutama pada Zona B Jalur Kereta Api harus tumbuh bersama rasa rasa memiliki dan komitmen dari pemerintah kabupaten-kota yang dilalui kereta api batu bara yang bersumber di di Sawahlunto.
“Kita belum melihat komitmen yang serius dan bersama-sama menumbuhkan rasa memiliki WTBOS sebagai warisan budaya dunia. Belum banyak pihak yang berkomitmen untuk aktivasi WTBOS ini,” sebutnya.
Gusti Asnan menilai, aktivasi jalur kareta api yang berkaitan dengan tambang batu bara Ombilin-Sawahlunto ini merupakan momentum yang tepat di saat sekarang ini memori kolektif urang awak terhadap keberadaan kereta api di masa lalu semakin berkurang.
“Memori kolektif urang awak yang hingga kini masih membekas dan sering muncul dalam kehudupan sosial adalah kereta api disebut “Mak Itam”. Sebutan Mak Itam ini bisa jadi kerena peran dan fungsi kereta api terhadap kehidupan sosial masyarakat sangat penting dan dibutuhkan. Panggilan “Mak” itu bisa jadi dari “Mamak”. Posisi mamak dalam tradisi budaya Minangkabau memang sangat penting dan terhormat. Sebutan “Mak Itam” itu bisa jadi berkorelasi ke sana,” terang Gusti Asnan, yang saja menerbitkan buku 200 Tahun Perang Padri ini.
Galanggang Arang WTBOS
Salah satu kerja untuk aktivasi WTBOS adalah kegiatan yang diberi nama Galanggang Arang WTBOS. Galanggang Arang adalah rangkaian perhelatan budaya yang ditujukan untuk menggerakkan ekosistem kebudayaan di sepanjang kawasan WTBOS.
“Dalam rencana dan persiapannya, Galanggang Arang WTBOS dihelat di tujuh kabupaten dan kota di Sumatra Barat yang jadi penyangga WTBOS yang terhubung melalui jalur kereta api, dengan cita-cita memelihara, memanfaatkan, dan mengembangkan potensi Warisan Budaya Dunia ini,” kata Sudarmoko, salah seorang dari lima kurator Galanggang Arang WTBOS.
Dijelaskannya, nama kegiatan Galanggang Arang disusun dua kata dari bahasa lokal. Kata “Galanggang” memiliki arti ruang pertemuan, lapangan atau keramaian, sementara kata “Arang” adalah sebutan lokal untuk batu bara. Sebagai istilah kata “Galanggang” juga berarti medan perjuangan atau arena perlombaan, sementara “Arang” juga berarti sumber panas yang siap digunakan.
“Dengan demikian Galanggang Arang kurang lebih berarti sebagai gerakan untuk menghidupkan semangat menggali berbagai potensi yang terpendam dalam Warisan Budaya Dunia ini. Tentu saja dilakukan melalui berbagai perayaan budaya anak nagari, pameran, seminar, musyawarah dan media seni budaya lainnya yang berbasiskan pada kreativitas,” jelasnya.
Potensi utamanya adalah nilai-nilai universal meliputi perkembangan kebudayaan, pertukaran nilai antar budaya, juga persebaran dan pembentukan budaya baru sebagai bentuk pemuliaan kemanusiaan.
Galanggang Arang diharapkan dapat menjadi wadah gotong royong bagi segenap pemangku kepentingan untuk bersama-sama menggali nilai dari cagar budaya dan objek pemajuan kebudayaan yang tersebar di sepanjang kawasan Warisan Dunia ini.
“Tujuan akhir Galanggang Arang agar berbagai nilai itu dapat disebarluaskan kepada masyarakat dan dunia, serta dimanfaatkan sebagai sumber pengetahuan, teknologi dan ekspresi seni dan budaya agar terwujudnya ketahanan budaya dan kesejahteraan masyarakat,” sebut Sudarmoko.
Galanggang Arang WTBOS dikuratori lima orang sesuai dengan kompetensinya: Edy Utama (Ketua), Sudarmoko, Dede Pramayoza, Donny Eros dan Mahatma Muhammad. Helat ini merupakan program dari Kemendikbudristek, Ditjen Kebudayaan, BPK Wilayah III Sumatra Barat, didkung Pemerintah Provinsi Sumatra Barat, dan 7 pemerintah kota-kabupaten jejaring WTBOS, serta pihak-pihak terkait lainnya. SSC/MN