
paja kumbuh
OLEH Indra Martini (Wartawan sumbarsatu.com)
September 2023 ini, hampir setahun sudah Payakumbuh dipimpin seorang Penjabat (Pj) Wali Kota. Sebagai penjabat wali kota dan bukan wali kota definitif yang dipilih oleh masyarakat, tentu punya tugas, fungsi, dan wewenang terbatas.
Tidak banyak yang bisa dicatat dari waktu setahun dan yang bisa dikerjakan seorang pejabat. Sedangkan wali kota definitif saja yang hampir berkuasa lebih dari satu dekade, tak banyak yang bisa dibanggakan.
Sebagai pejabat jelas Rida Ananda tak bisa memuaskan kepentingan semua pihak, meski kelihatannya ada upaya yang bersangkutan untuk berjalan ke arah itu.
Penjabat wali kota bukan pelawak. Di mana tugas pokok dan fungsi pelawak adalah sebisanya menyenangkan semua orang dengan membuat orang tertawa, senang, dan bahagia.
Merujuk pasal 65 ayat (1) UU No. 23/14 tentang Pemerintahan Daerah, salah satu tugas seorang penjabat wali kota adalah memimpin pelaksanaan urusan pemerintah yang menjadi kewenangan daerah. Kewenangan daerah tersebut antara lain perencanaan dan pengendalian pembangunan, penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat, penyediaan sarana dan prasarana umum, dan penanganan bidang kesehatan. Sudahkan hal ini dilakukan seorang penjabat wali kota?
Semestinya setiap ada rapat koordinasi pemerintah daerah yang ada penjabat wali kotanya, hal ini dimasukkan dalam kegiatan evaluasi pemerintah daerah juga. Tidak salah seorang penjabat wali kota ikut berbacai acara, tapi yang perlu diingat, penjabat wali kota bukan brand ambassador, apalagi sales marketing berbagai kepentingan yang bukan tugas pokoknya. Bisa saja seorang kepala daerah mengatakan bahwa kegiatan seremonial yang diikutinya merupakan tugasnya juga, tapi apakah betul seperti itu ? Apalagi selama jabatan yang diterima seorang wali kota banyak “main-main” dan terkesan mencari kesempatan dalam kesempitan untuk (bisa) ikut pula dalam kontestasi pemilihan kepala daerah di kotanya.
Mungkin seorang penjabat wali kota boleh memikirkan berbagai kebutuhan masyarakat yang dampaknya sangat signifikan bagi ketertiban dan ketentraman masyarakat. Seperti ketersediaan bahan bakar minyak (BBM), gas elpiji, bahan pokok, soal kesemrawutan kota -- akibat banyaknya kantong-kantong parkir tidak resmi -- dan lain sebagainya. Soal inflasi, kemiskinan, pelayanan kesehatan dan menangani kekisruhan di dunia pendidikan jika ada serta sampah dan berbagai macam persoalan sebuah kota.
Belum lagi memastikan birokrasi yang dipimpinnya berjalan sesuai kaedah, sembari mencari terobosan baru di bidang pelayanan yang tidak hanya ke luar, tapi juga dapat melayani kebutuhan di dalam organisasinya itu sendiri. Semenjak menjadi penjabat wali kota, sudah berapa kali ia mengevaluasi jalannya birokrasi di bawahnya dan meminimalisir biang pengrusak reformasi birokrasi?
Mengenai jalannya biokrasi di kota ‘kecil’ ini misalnya. Seberapa jauh maklumat dan standar pelayanan sudah bisa diwujudkan. Mana itu cerita inovasi pelayanan. Sejauh mana kesiapan Pemko Payakumbuh dalam menghadapi ketiadaan honorer pada masa depan. Banyak lagi yang bisa dipertanyakan.
Sebetulnya beberapa kerja pokok di atas bisa dilakukan seorang penjabat wali kota dalam keterbatasan waktu yang dipunyainya. Kerja yang sulit memang, tapi itulah konsekwensi menjadi penjabat wali kota. Ditambah lagi harus menyelesaikan persoalan-persoalan yang selama ini tidak tertangani oleh wali kota definitif sebelumnya.
Seorang penjabat wali kota tidak masalah jika tidak disukai akibat menjalankan tugas pokok dan fungsinya. Jangan karena takut tidak disukai dan punya kepentingan lain dalam tanda kutip ia biarkan kotanya semakin tidak nyaman dan tentram.
Sekali-sekali bolehlah seorang penjabat wali kota menerima pihak-pihak yang mencari celah untuk memasarkan kepentingan mereka melalui seorang penjabat wali kota, tapi itu bukan kewajiban. Menghadiri acara-acara yang kelihatan sekali ecek-eceknya, anggaplah sebagai hiburan. Mengikuti even di luar kota untuk menghilangkan suntuk pikiran, tidak apa-apa. Biasa saja. Asal jangan berketerusan. Karena memang, sekali lagi dikatakan, seorang penjabat wali kota bukan brand ambassador dan sales marketing kepentingan orang-orang di luar diri dan tugas pokok jabatannya. Apalagi menjadi seorang pelawak.
Membaca judul berita di media online yang isinya tentang isu video mesum yang terjadi di satu Kecamatan di Payakumbuh, semula saya tidak terlalu peduli. Namanya isu, bisa jadi, bisa tidak. Tapi setelah saya baca sampai akhir, barulah saya sedikit terhenyak juga, karena di paragraph akhir, pelaku isu video mesum tersebut diduga anak seorang pejabat di Pemko Payakumbuh. Ah, masa’ sih ?
Saya tunggu-tunggu kelanjutan berita tersebut, dan tidak lanjut yang dilakukan Pemko Payakumbuh terhadap berita pejabat yang anaknya diduga pemeran, ternyata tidak ada. Berita tersebut tidak berlanjut dan pihak Pemko Payakumbuh sendiri diam-diam bae. Juru bicara Pemko Payakumbuh pun, yang biasanya cepat tanggap, kali ini haning-haning sa a. Tentunya hal ini berdampak pada dua kemungkinan kesimpulan. Pertama berita itu baru sebatas isu, makanya Pemko Payakumbuh tidak menanggapi. Kedua, memang sengaja ada upaya-upaya untuk mendinginkan isu ini dan membungkusnya.
Terus terang, sampai hari ini saya masih mencoba dan mencari sumber-sumber yang berkemungkinan punya video lengkapnya.
Semestinya, karena dalam berita tersebut menuliskan “anak pejabat Payakumbuh”, ada respon dari pihak Pemko Payakumbuh. Jangan hanya diam dan menjadikan persoalan ini menjadi isu liar. Kalau tidak benar berita tersebut katakan tidak benar dan apa upaya pihak Pemko Payakumbuh dalam menanganinya. Jika berita tersebut benar, apa tindak lanjut yang dilakukan Pemko Payakumbuh lewat perangkat daerahnya.
Setelah itu, pun beredar gambar dan berita – masih di media online – kendaraan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Payakumbuh digunakan untuk memasang baliho caleg Pemilu 2024 yang dulunya penguasa di kota ini. Apakah ia masih berkuasa, sehingga Dinas PUPR Kota Payakumbuh masih memfasilitasinya atau ada unsur lain.
Saya tunggu-tunggu adanya klarifikasi dari pihak-pihak terkait, pun tidak ada.
Sekarang ini ada fenomena, bahwa sebuah peristiwa atau persoalan yang terjadi, baru akan direspon pihak-pihak terkait, setelah viral. Terbongkarnya beberapa kasus viral di republik ini tidak terlepas dari peran masyarakat yang mengawasi lewat media sosial.
Dan fenomena yang terjadi di beberapa kalangan di masyarakat dewasa ini adalah adanya pihak-pihak yang bebal dan tidak malu lagi untuk berlaku di luar norma-norma yang selama ini diyakini sebagi norma dan nilai hidup bersama. Akibat sumber daya yang dipunyainya semakin besar, membuat kalangan ini seakan bisa saja mengatur segalanya.
Meski secara internal, ada aparat yang ditugasi untuk mengawasi perilaku orang-orang ini di lingkungannya, tapi pengawasan masyarakat lewat media sosialnya saat ini lebih efektif.
Kita semua pendosa, tapi jangan kata ini dijadikan sebagai alat untuk permisif dan tidak peduli dengan alam sekitar kita. Apalagi menyangkut moral orang-orang yang seharusnya menjadi panutan masyatakat.
Di zaman canggih dewasa ini, hampir semua orang punya media komunikasi di tangannya. Di sinilah peran masyarakat menjadi pengawas terhadap kenyamanan, keamanan, dan ketenteraman dalam hidup bersama. Jika tidak, dampaknya terhadap kehidupan bersama masyarakat itu juga. Tentu, sebagai bentuk pengawasan, masyarakat perlu pula belajar dan meningkatkan literasinya dalam bermedia sosial. Sehingga tidak mengefek terhadap diri sendiri.
Semoga saja isu video mesum “anak pejabat” dan pelanggaran dalam memakai fasilitas pemerintah untuk kepentingan syahwat politik oleh oknum-oknum politisi dapat terjelaskan oleh yang berkepentingan dengan sejelas-jelasnya. Ataukah memang di Pemko Payakumbuh sendiri tidak ada perangkat daerah yang mampu menjelaskan beberapa peristiwa tadi? Kalau memang tidak ada, Pemko Payakumbuh perlu membuat semacam alat daerah yang bisa melakukan tugas-tugas tersebut.
Barangkali, inilah segelintir catatan setahun Kota Payakumbuh dipimpin seorang Penjabat Wali Kota. Soal lain, seperti penghargaan-penghargaan yang diterima kota ini, kita serahkan ceritanya pada yang ahli. Bagaimana prosedur mendapatkannya dan berapa biaya yang harus dikeluarkan, kita tidak catat dalam tulisan ini.
Toh sejak 2012 sampai saat ini, entah berapa penghargaan yang telah diterima, tapi bagaimana kontribusinya bagi kemajuan kota ini, kita tidak pernah tahu. Wallahu a’lam bishawab. Merdeka !