Jejaring Sumatera Desak Presiden Mematikan PLTU Batu Bara

BANYAK MUDARATNYA

Jum'at, 17/03/2023 10:18 WIB
batu bara

batu bara

Sabang, sumbarsatu.com—Jejaring Sumatera Terang untuk Energi Bersih (STuEB) menggelar aksi di titik Kilometer 0 Indonesia di Sabang, Pulau Weh, Provinsi Nangroe Aceh Darussalam. StuEB menyerukan dan mendesak Presiden Joko Widodo agar mematikan pembangkit listrik berbahan bakar batu bara dan beralih ke energi bersih yang adil dan berkelanjutan.

Ada 33 unit PLTU batu bara yang beroperasi di Sumatera berkapasitas 3.566 Megawatt (MW) lalu perencanaan pemerintah Rencana Usaha Pemenuhan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030 akan menambah PLTU batu bara sebesar 4.000 MW.

Sementara saat ini di Pulau Sumatera terdapat surplus energi listrik sebesar 40 persen atau sekitar 2.555 MW dengan daya mampu netto sebesar  8.916 MW dan beban puncak 6.361 MW.

Dinamisator jejaring Sumatera Terang untuk Energi Bersih (STuEB), Ali Akbar mengatakan selain menjadi kontributor utama krisis iklim dengan jumlah lebih dari 40 persen, ekstraktivisme batu bara juga telah memberikan dampak buruk di wilayah pembangkit dengan mencemari udara, tanah dan air.

“Di tingkat tapak, warga kehilangan mata pencarian dan pekerjaan. Momentum di mana negara melalui beberapa skema seperti ‘Just Energy Transition Partnership’ (JETP) dan ‘Energy Transition Mechanism’ (ETM) seharusnya mengutamakan PLTU di Sumatera yang harus dipensiunkan atau dihentikan dan jangan ada lagi PLTU batu bara baru,” kata Ali Akbar dalam relis kepada sumbarsatu, Jumat (17/3/2023).

Sementara itu, Dinamisator Gerakan Bersihkan Indonesia, Ahmad Ashov Birry menilai pemerintah Indonesia dan skema percepatan transisi seperti JETP harus mengenali urgensi transisi, khususnya terkait penghentian pendirian dan penutupan PLTU batu bara, yang berpijak pada realita di lapangan.

“Perencanaan transisi dalam hal ini JETP, harus dibangun dengan konsultasi publik, termasuk dengan masyarakat terdampak PLTU di Sumatera. Transisi energi yang adil dan berkelanjutan hanya bisa dicapai dengan partisipasi publik dan proses yang bottom-up,” sebut Ahmad Ashov Birry.

Sejumlah PLTU batu bara yang saat ini beroperasi dan dirasakan dampak buruknya oleh warga antara lain PLTU Batu Bara Nagan Raya, PLTU Batu Bara Tenayan Raya, PLTU Batu Bara Ombilin, PLTU Batu Bara Pangkalan Susu, PLTU Batu Bara Keban Agung, PLTU Batu Bara Sumsel 1, PLTU Batu Bara Teluk Sepang, PLTU Batu Bara Sebalang.

Direktur Yayasan Srikandi Lestari, Sumiati Surbakti mengatakan sudah selayaknya semua PLTU yang berbahan bakar batu bara ditutup. Rusaknya lingkungan mempunyai efek domino salah satunya menyebabkan kemiskinan pada masyarakat di tingkat tapak yang pada akhirnya mereka terpaksa masuk dalam lingkaran perbudakan modern.

“PLTU batu bara harus segera ditutup  karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Seperti halnya yang terjadi pada masyarakat yang ada di lingkar PLTU Batu Bara Pangkalan Susu Sumatera Utara. Rakyat kehilangan mata pencaharian di laut, hasil tanaman menyusut sehingga pensiun dini atau early retirement bagi PLTU Batu Bara merupakan keputusan yang layak untuk segera direalisasikan juga merehabilitasi lingkungan pesisir yang hancur,” urai Sumiati Surbakti.

Di Aceh, Direktur Perkumpulan Pembela Lingkungan Hidup (P2LH), Muhammad Fahmi mengatakan bahwa tidak ada urgensi penambahan pendirian PLTU Batu Bara di Nagan Raya, karena status kelistrikan Aceh saat ini surplus kurang lebih 200 MW.

“Kalaupun alasannya untuk pencadangan, sesuai dengan arah pembangunan energi Indonesia saat ini, maka yang dibangun itu bukan PLTU, tapi energi yang berkelanjutan dan berkeadilan,” kata Muhammad Fahmi.

Di Bengkulu, Direktur Program dan Juru Kampanye Energi Kanopi Hijau Indonesia mengatakan bahwa PLTU Batu Bara Teluk Sepang Bengkulu harus pensiun dini karena telah mendapat proper merah, tiga kali mendapatkan sanksi dari Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan terkait pelanggaran pengelolaan lingkungan.

“Namun, aktivitas masih terus berjalan. Limbah abu sisa pembakaran dibuang sembarangan, kolam pembuangan limbah air bahang jebol tanpa perbaikan,” jelas mereka.

Di Pekanbaru-Riau, PLTU Tenayan Raya memperparah pencemaran yang terjadi di Sungai Siak. “Pemerintah harus melakukan langkah tepat untuk menyelamatkan Sungai Siak, salah satunya mulai memberhentikan aktivitas operasi PLTU Tenayan Raya dan beralih pada energi bersih dan berkeadilan,” kata Noval Setiawan dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pekanbaru.

Segera Tutup PLTU Ombilin

Sementara Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang, Indira Suryani mengatakan sudah saatnya PLTU Batu Bara Ombilin, salah satu PLTU tertua di Indonesia dipensiunkan dan hak-hak masyarakat dipulihkan.

“PLTU Ombilin yang berdiri sejak 1996 sudah memberikan dampak buruk bagi kesehatan warga Sijantang Koto di Sawahlunto dan juga lingkungan di sekitar wilayah itu,” kata Indira Suryani.

Emisi yang dihasilkan dan fly ash dan bottom ash atau abu beracun dari pembakaran batu bara yang merusak tubuh manusia dan lingkungan sudah saatnya dihentikan demi kemaslahatan orang banyak.

“Penutupan PLTU Ombilin wajib memulihkan kerusakan bagi tubuh warga dan lingkungan yang terdiri dari tanah, air dan kondisi udara Sijantang yang seringkali bercampur abu terbang pembakaran batu bara.  PLTU Ombilin wajib diprioritaskan untuk dipensiunkan sesegera mungkin,” tegas Indira Suryani.

Hal serupa juga diserukan oleh Direktur Jaringan Masyarakat Peduli Energi Bersih (JMPEB) Lampung, Heri Maryanto bahwa  PLTU Tarahan dan PLTU Sebalang di Lampung dalam pengoperasian mengunakan batu bara yang dikirim oleh PT Bukit Asam di Sumatera Selatan.

Hal ini  banyak menimbulkan masalah bagi masyarakat yang berada di sepanjang jalur lintasan yang dilewati  mulai dari penyakit ispa dan gatal-gatal akibat terhisap debu batu bara secara terus menerus dan menimbulkan penyakit kulit akibat pencemaran air.

Selain itu, berdampak pada perekonomian warga yang berada di lokasi tapak PLTU seperti nelayan yang hasil tangkapannya menurun bahkan tidak ada hasil karena dampak limbah air bahang yang menyebabkan meningkatnya suhu permukaan air laut menjadi penyebab rusaknya biota laut. Hal ini juga dialami oleh petani rumput laut yang hasil panennya terus menurun.

Tambang Batu Bara Penyebab Banjir Lahat

 

Tidak hanya itu, tambang batu bara telah berkontribusi terhadap banjir di Kabupaten Lahat Sumatera Selatan beberapa hari lalu. Ketua Yayasan Anak Padi, Sahwan mengatakan diperkirakan hampir sepertiga hutan di Lahat sudah berubah menjadi tambang batu bara.

Belasan izin tambang telah mengepung tiga kecamatan di Lahat, yakni Merapi Barat, Merapi Timur dan Merapi Selatan. Sahwan menambahkan agar energi kotor segera dihentikan untuk keberlangsungan generasi mendatang.

Ketua Sumsel Bersih, Boni Bangun mengatakan listrik di Sumatera Selatan sudah surplus kurang lebih 1.052 MW, sehingga Gubernur Sumsel seharusnya mengkaji kembali proyek pembangunan PLTU mulut tambang di daerah itu yang penuh permasalahan mulai dari pembebasan lahan hingga kerusakan lingkungan.

“Jika mengacu pada program nasional  transisi energi maka Sumsel harus mulai memasukan EBT pada rancangan pembangunan daerah bukan malah semakin rakus mengabiskan cadang batu bara,” kata Boni.

Sementara di Provinsi Jambi, tambang batu bara juga menuai masalah bagi rakyat. Direktur Lembaga Tiga beradik, Hardi Yuda mendesak Kementerian ESDM untuk mengatasi persoalan tambang batu bara yang berdampak buruk, salah satunya masalah angkutan batu bara yang sudah merenggut 112 nyawa akibat lakalantas dan kemacetan parah di jalur lintas Sarolangun-Kota Jambi.

Jika usaha batu bara hanya memberi luka bagi masyarakat dan mengguntungkan sebagian kecil kelompok maka usaha tambang dan rencana pembangunan PLTU pun harus dihentikan.

Maka demi keselamtan manusia dan lingkungan serta alam semesta, Sumatera Terang untuk Energi Bersih (STuEB) mendesak agar:

  1. Presiden Republik Indonesia untuk segera menghentikan PLTU batu bara di Sumatera dan transisi ke energi bersih yang adil dan berkelanjutan.
  2. Kementrian ESDM untuk mengeluarkan atau membatalkan rencana proyek 4.000 Megawatt pembangkit berbasis batu bara dari RUPTL.
  3. Pemerintah sagera memulihkan kerusakan lingkungan akibat tambang dan PLTU batu bara dan memulihkan hak-hak korban proyek-proyek energi kotor di Sumatera dan Indonesia. SSC/MN

 

Iklan

BACA JUGA