
Bukittinggi, sumbarsatu.com—Gairah mahasiswa Televisi dan Film Insitut Seni Indonesia Padang Panjang dalam berkreativitas patut diapresiasi. Setelah sukses melaksanakan pembukaan hari pertama (24/3), iven bentang layar yang merupakan rangkaian acara Minang Screening ini kembali sukses menampakkan eksistensinya di Kota Bukittinggi yang berlokasi di Kedai Kopi Kopigo, Jumat (25/3/2022).
Pada hari kedua Minang Screening mampu menarik perhatian masyarakat, baik itu pengunjung kedai kopi maupun mahasiswa di Kota Bukittinggi. Kedai kopi ini penuh dengan pengunjung menyaksikan film dan diskuis. Tampak juga hadir Ketua Prodi Televisi dan Film, Pembantu Dekan Tiga Fakultas Seni Pertunjukan, dan sutradara Indonesia Arief Malinmudo yang juga mengapresiasi kegiatan ini.
“Saya sangat mengapresiasi kegiatan ini, Ini peril kita dukung bersama-samakarena untuk terhubung dengan komunitas di luar kita. Kita membutuhkan jejaring,” kata Arief Malinmudo yang juga dosen di Prodi Televisi dan Film ini.
Hari kedua diputar film Biliak, bicara tentang kultur karya Wahyudi Herman ini mampu membuat acara diskusi berjalan seru. Berbagai pertanyaan seputar film dan budaya diajukan oleh penonton kepada narasumber.
Ediantes sebagai pemateri juga menjelaskan bawa ketika membahas Biliak pasti berkaitan dengan wanita Minangkabau dengan arti bahwa Biliak merupakan kamar bagi para wanita Minangkabau.
“Berbeda halnya dengan perempuan, seorang pria atau sumando di rumah gadang Minangkabau bisa dikatakan “bak abu di ateh tunggua”. Sumando atau laki-laki di Minangkabau secara fisik tidak memiliki tempat di rumah ibunya,” katanya.
Menurutnya, ketika seorang lelaki Minangkabau menikah dan tinggal di rumah istrinya, maka ketika terjadi masalah di rumah tangganya, maka ia bisa dianggap tidak memiliki rumah lagi.
“Maka seorang pria yang tinggal di rumah istri harus mampu menjaga norma dan mengikuti adat istiadat setempat. Sehingga hal tersebut tidak terjadi pada laki-laki di Minangkabau,” katanya. SSC/Rel