Puskemas Ulak Karang Diduga Malapraktik, Mata AK Terancam Buta

LALAI, OBAT TELINGA UNTUK MATA

Rabu, 16/02/2022 22:31 WIB
Murniati bersama Lembaga Bantuan Hukum Padang memberi keterangan kepada wartawan terkait dugaan malapraktik yang dilakukan Puskesmas Ulak Karang Padang

Murniati bersama Lembaga Bantuan Hukum Padang memberi keterangan kepada wartawan terkait dugaan malapraktik yang dilakukan Puskesmas Ulak Karang Padang

Padang, sumbarsatu.com—Murniati, warga Ulak Karang Kota Padang terkejut setengah mati ketika mengetahui obat tetes yang diberikan Puskesmas Ulak Karang untuk mata anaknya yang mengalami perih dan gatal-gatal ternyata untuk telinga. Kini mata kiri anaknya terancam buta permanen.

Ada dugaan ini kelalaian atau malapraktik pihak Puskesmas Ulak Karang. Ancaman pidana lima tahun dan pihak korban berhak menuntut ganti rugi kepada pihak puskesmas. Perkara malapraktik kini sedang ditangani Lembaga Bantuan Hukum Padang.

“AK” (12 tahun), anak Murniati, setahun lalu mata sebelah kiri terasa gatal-gatal yang disertai keluarnya kotoran cukup banyak saat bangun tidur. Mata “AK” tampak memerah.  Lalu, pada 29 Maret 2021, sang ibu tercinta membawa AK berobat ke Puskesmas Ulak Karang Kota Padang.  

Pihak petugas kesehatan puskesmas ini memberikan obat tetes. Sesampai di rumah, karena ingin matanya anaknya segera sembuh, obat tetes yang diberikan petugas kesehatan diteteskan pada mata kiri AK. Tetapi, seketika mata AK terasa perih dan ini berlangsung selama tiga hari.

Namun, setelah tiga hari, mata AK tak kunjung sembuh malah bertambah parah dan kian perih. Obat tetes yang diberikan pihak puskesmas sudah habis pula. Lalu Murniati berinisiatif membeli obat sejenis ke apotek dengan membawa bekas tempat obat tetes itu sebagai contoh.  

Saat di apotek inilah Murniati terkejut setelah mendengar perjelasan dari pihak opotek bahwa obat tetes yang diberikan untuk mata AK—sang anak tercinta—ternyata obat tetes buat telinga.

Sepekan kemudian, pada 5 April 2021, Murniati menemui dokter Puskesmas Ulak Karang untuk meminta penjelasan medis yang dialami anaknya. Namun,  saat pertemuan berjalan, tetiba pihak Puskesmas merampas obat tetes telinga yang dibawa Murniati, lalu segera memberikan obat tetes mata tanpa merujuk anaknya  ke dokter mata.

Sehari setelah menemui dokter puskesmas, pada 6 April 2021, mata AK terasa perih. Murniati pun kembali mendatangi puskemas agar memberi perawatan yang lebih intensif kepada anaknya. Sempat bersitegang urat leher dengan pihak puskesmas—menurut Murniati—terkesan mau lepas tanggung jawab. Hasi sitegang urat leher ini, AK dibawa ke Rumah Sakit Hermina Padang untuk dirawat lebih  intensif sejak dari 6 April 2021 sampai 18 Mei 2021.

Dari hasil diagnosis, mata AK mengami keratitis, yaitu peradangan pada kornea mata. Kondisi ini sering kali ditandai dengan mata merah yang disertai nyeri. Penyebab keratitis bervariasi, mulai dari cedera hingga infeksi.

Lalu, mata AK diobati dengan cara cara terapi floxa ed, hervis eo dan cenfresh ed namun tidak kunjung membaik. Kemudian dipindahkan ke RSKM Padang Eye Center pada 20 Mei 2021 sampai dengan 2 September 2021. 

Pengobatan  ditanggung oleh pihak Puskesmas Ulak Karang namun kemudian Murniati meminta dirujuk ke RSU M. Djamil Padang tapi tidak dipenuhi oleh pihak puskesmas sehingga pengobatan berhenti.

“Saya berharap pemulihan penuh mata AK. Sebagai orang tua, saya meminta untuk akses pendidikan dan dukungan masa depan. Karena anak saya menjadi cacat permanen dan minta diobati sampai selesai. Saat ini, anak saya tidak mau bersekolah lagi sejak Maret 2021. Mau jadi apa nanti anak saya,” kata Murniati kepada jurnalis di Kantor Lembaga Bantua Hukum Padang, Rabu (16/2/2022).

Dikatakan Musrniati, sejak pihak Puskemas Ulak Karang menghentikan tanggung jawabnya, semua biaya pengobatan mata anaknya ditanggung keluarga.

“Sejak pihak Puskesmas Ulak Karang lepas tangan, biaya pengobatan AK ditanggung sendiri. AK disarankan menggunakan kacamata khusus tapi belum bisa ditebus karena harganya cukup mahal, yakni Rp3 juta. Kami berharap pihak Pemko Padang memperhatikan permasalahan ini karena masalah yang dialami anak saya berawal dari kelalaian Puskesmas Ulak Karang,” urai Murniati.   

Selain itu, tambahnya, mata AK sering terasa panas, pandangan kabur, dan perih. “AK jadi enggan bersekolah karena matanya kurang bisa melihat.”

Terhadap kasus kelalaian dan malaptaktik ini dengan pendampingan intensif yang dilakukan Lembaga Bantuan Hukum Padang, pada September 2021 lalu,  Musniati melaporkan kasun ini kepada Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Sumatera Barat. Selanjutnya, pada 27 Desember 2021 membuat pengaduan ke Polresta Padang  atas dugaan malaptaktik yang dilakukan pihak Puskesmas Ulak Karang. Selanjutnya, pada 31 Desember 2021 pihak korban diminta klarifikasi oleh Polresta Padang dalam rangka penyelidikan dugaan malapraktik yang menyebabkan luka berat pada mata AK.

Pada 14 Januari 2022, Ombudsman Perwakilan Sumatera Barat melakukan konsiliasi antara Murniati dengan pihak Puskesmas Ulak Karang dengan kesimpulan pihak puskesmas telah mengakui obat yang diberikan memang obat untuk tetes telinga bukan tetes mata. Puskesmas menawarkan  menanggung biaya pengobatan di Rumah Sakit Umum Pusat M. Djamil menjelang Musniati selesai mengurus BPJS Kesehatan, namun kesepakatan ini diingkari pihak puskesmas.

Menurut Alfi Syukri, Penanggung Jawab Advokasi Kelompok Rentan Lembaga Bantuan Hukum Padang, pihak Puskesmas Ulak Karang tidak mau bertanggung jawab penuh pengobatan untuk korban.

“Kami melihat adanya kelalaian yang dilakukan petugas Puskesmas Ulak Karang menyebabkan luka berat bahkan hal ini bisa menyebabkan anak menjadi disablitas,” kata Alfi Syukri.  

Jika dugaan malaptaktik ini benar, maka pihak Puskesmas telah melanggar  Pasal 84, ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang berbunyi: “Setiap Tenaga Kesehatan yang melakukan kelalaian berat yang mengakibatkan Penerima Pelayanan Kesehatan luka berat dipidana dengan pidana penjara paling lama 3  tahun”.

Selain itu, juga melanggar  Pasal 360 ayat (1) KUHP yang berbunyi “Barangsiapa karena kekhilafan menyebabkan orang luka berat, dipidana dengan pidana selama lamanya lima tahun atau pidana kurungan selama lamanya satu tahun.” Kami mendesak Polresta Padang untuk segera menaikkan statusnya ke proses penyidikan.

“Kami menuntut Puskesmas Ulak Karang  melakukan pemulihan penuh terhadap AK,” tambahnya. SSC/MN



BACA JUGA