
-
Padang, sumbarsatu.com—Hari kedua, Senin (8/11/2021) pelaksanaan Gelar Karya Budaya (GKB) Festival Bumi menurunkan dua pementasan teater di dua lokasi yang berbeda.
Pementasan teater “Perempuan Salah Langkah” naskah Wisran Hadi diusung Komunitas Gauang Ganto dengan sutradara Widya Husin di Gedung STKIP PGRI Sumbar Gunung Pangilun, Padang pada pukul 16.00.
Empat jam berselang, juga akan diadakan pertunjukan dari Komunitas Tanah Ombak yang membawakan naskah ‘Mama di Mana?’ naskah ditulis Wisran Hadi ini digelar di Galeri Taman Budaya Sumbar yang disutradari Syuhendri. Tanah Ombak menjadi satu-satunya teater anak-anak yang serta dalam gelaran GBK 2021 ini.
Teater Balai Bukittinggi mementaskan naskah Roh/Ibu Suri karya Wisran Hadi di Teater Arena ISI Padangpanjang Minggu (7/11). Pertunjukan ini sekaligus jadi pembuka program Gelar Karya Budaya. (Foto: Dok. LBK)
Menurut Armeynd Sufhasril, Direktur Festival Bumi, usai pementasan teater di STKIP PGRI Sumbar, dibuka pula sesi diskusi membincangkan soal masa depan teater dan kontribusinya dalam gerakan sosial dengan pembicara Yuhirman, aktivis sosial dan seni. Diskusi ini dimoderatori Yulia Sri Hartati, Dosen STKIP PGRI Sumbar.
“Sebelum pertunjukan juga diadakan bimbingan teknis untuk mahasiswa peminat teater. Bimtek ini diarahkan pada brainstorming menghimpun gagasan sosial dalam seni teater. Semua acara akan di dipusatkan di STKIP PGRI Sumbar. Ini akan sangat menarik bagi mahasiswa. Semua kegiatan dilakukan dengan menerapkan protokol kesehatan Covis-19,” kata Armeynd Sufhasril, Senin (8/11/2021).
Sementara itu, Hidayat, anggota DPRD Sumbar yang memfasilitasi dana peristiwa budaya ini mengatakan, di era pandemic Covid-19 ini, semua lini di tengah masyarakat harus berkontribusi menekan laju penyebaran virus yang mematikan ini termasuk tentu saja kalangan seniman atau yang punya minat di bidang ini dan budayawan.
“Selama ini seniman, calon seniman, dan aktivis seni, serta budayawan sudah berkontribusi menekan laju Covid-19, tapi perlu ditingkatkan agar sensitivitas dan kepekaan sosial mereka terus terjaga. Kegiatan Gelar Karya Budaya (GKB) Festival Bumi ini merupakan salah satu upaya meningkatkan respons dan kepekaan pegiat seni terhadap situasi faktual, Covid-19 ini, misalnya,” kata Hidayat yang akan tampil mem-brainstorming peserta diskusi yang merupakan calon seniman dan juga guru itu.
Pada hari pertama Minggu (7/11), kegiatan Gelar Karya Budaya (GKB) Festival Bumi menampilkan Teater Gumala dan Teater Balai di Teater Arena ISI Padang Panjang. Keduanya membawakan naskah Wisran Hadi, ‘Penjual Bendera’ dan ‘Roh’.
“Dibanding keikutsertaan mereka di Alek Teater V, peningkatan jelas terjadi. Beberapa saran sewaktu menonton latihan juga dikerjakan. Pertunjukan jadi lebih bertenaga,” kata S Metron Masdison, Kurator Festival dan juga Juri Lomba Menulis Esai ini.
Lima sutradara perempuan Sumbar hadir di Gelar Karya Budaya (GKB) Festival Bumi 2021. Mereka adalah Yenny Ibrahim dari Teater Batuang Sarumpun dan Widya Husin dari Ganto Gauang Padang, Yulia Astuti dari Teater Balai Bukittinggi, Anika Irra Putri menyutradarai untuk Teater Gumala Pariaman dan Desi Safitri dari Teater Binggo Padang Panjang.
“Mereka dipilih, misalnya Astut (Yulia Astuti), karena menang pada Alek Teater V yang baru diadakan Taman Budaya Sumbar. (Teater) Balai mementaskan naskah Wisran Hadi. Jadi, sejalan dengan keinginan festival,” ulas S Metron Masdison lagi.
Dalam alek itu sebenarnya terdapat lima pemenang. Tiga di antaranya (Balai dan Gumala) masuk dalam kurasi. Armeynd Sufhasril, Direktur Festival menyebutkan panitia juga menunjuk Komunitas Seni Intro karena dianggap representasi di luar Padang-Padang Panjang yang selama ini dianggap menguasai perteateran Sumatera Barat.
“Sayang, ada aktor Intro yang kecelakaan sehingga mereka mengundurkan diri,” ujar Armeynd Sufhasril. Intro kemudian digantikan Binggo, yang juga pemenang Alek Teater V.
Latar mereka juga berbeda. Tiga diantaranya (Astut, Anika dan Desi) dari ISI Padang Panjang. Widya alumni STKIP PGRI Sumbar. Sedang, Yenny termasuk wajah lama karena sudah berteater sejak 80-an.
“Khusus Yenny, ada keinginan untuk kembali mengangkat perempuan sutradara yang mungkin luput dari perhatian,” tambahnya. SSC/Rel