Keluarga Urban Kota Berpotensi Musnahkan Bahasa Minangkabau

MEMPRIHATINKAN

Selasa, 23/04/2019 11:45 WIB
Foto https://firstychrysant.wordpress.com/2017/05/12/rubuhnya-rumah-gadang-kami/

Foto https://firstychrysant.wordpress.com/2017/05/12/rubuhnya-rumah-gadang-kami/

 

Padang, sumbarsatu.com—Bahasa Minangkabau terus tergerus. Penggunaannya makin lama makin jauh dengan bahasa ibunya ini. Penyebabnya sangat banyak. Salah satunya gaya hidup keluarga urban kota dan gaya hidup serta kemajuan teknologi informasi.

Kini keluarga, terutama keluarga muda urban kota di Padang, saat berkomunikasi dengan anak-anaknya menggunakan bahasa Indonesia dengan dialek Jakarta.

Suasana komunikasi dengan dialek Jakarta demikian kental itu terasa hawanya di perumahan-perumahan dan kompeks pemukiman, terutama di Kota Padang, yang dihuni pasangan keluarga-keluarga muda dengan perilaku urban kota. Bahasa Minangkabau tidak lagi sebagai bahasa ibu saat berkomunikasi dalam keluarga. Tentu saja dengan idiolek yang khas dan terkesan lucu. Keluarga-keluarga muda urban kota ini ditengarai berpotensi besar memusnahkan bahasa Minangkabau.

"Ada beberapa motif kenapa ibu mengajarkan anaknya bahasa Indonesia, salah satu menyiapkan anaknya untuk lebih siap di sekolah karena di sekolah memakai bahasa Indonesia," kata Dr. Lindawati, M.Hum. dosen Sastra Minangkabau Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas.

Selain itu, tambahnya, karena di lingkungan kompleks perumahan di Kota Padang merupakan lingkungan yang heterogen dan beragam.

"Karena proses adaptasi dengan tetangga juga kemudian menuntut harus berbahasa Indonesia. Jadi, kondisi ini kemudian ibu menyiapkan anaknya untuk berbahasa Indonesia," urai Lindawati.

Dampak paling dirasakan  penggunaan bahasa Indonesia dengan dialek Jakarta terhadap bahasa Minangkabau ialah semakin hilangnya idiom-idiom lakol yang sarat kearifan.

“Ada beberapa kearifan lokal yang hilang, misalnya pepatah balago sanduak kapariauk itu biaso, untuk mengatakan nasihat tentang pertikaian kecil di rumah tangga. Namun tidak dapat dipahami, karena orang memakai kata spatula dan panci," ungkap Lindawati.

Penutur bahasa Indonesia dengan dialek Jakarta sejak 20 tahun terakhir makin meluas di Sumatera Barat. Keluarga inti, khusus keluarga muda urban, tak lagi menggunakan bahasa Minangkabau sebagai bahasa utama dalam rumah tangga. Hal berdampak pada tergerusnya bahasa Minangkabau.

"Kondisi ini kemudian mengkhawatirkan bagi kelestarian bahasa Minangkabau. Untuk itu saya mengusulkan agar bahasa Minangkabau diajarkan di sekolah. Jika masuk dalam kurikulum, paling tidak generasi sekarang bisa berbahasa Minangkabau dengan baik," jelasnya.

Komitmen Melestarikan

Sementara itu, Agus Sri Danardana, mantan Kepala Balai Bahasa Sumatra Barat, dalam artikel yang ditulisnya di Haluan mengatakan, salah satu syarat suatu bahasa akan lestari adalah pemakaian di berbagai ranah.

“Salah satu ranah yang sangat strategis adalah ranah pendidikan. Bahasa daerah, dengan demikian, harus difungsikan sebagai bahasa pengantar pada lembaga pendidikan yang khas kedaerahan (bandingkan dengan pendidikan yang khas keagamaan yang pada praktiknya boleh menggunakan bahasa selain Indonesia),” kata Agus Sri Danardana.

Lebih lanjut ia menguraikan, untuk memperluas ruang pemakaiannya, bahasa daerah (bahasa Minangkabau) juga dapat difungsikan sebagai (1) bahasa resmi pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi yang memang berasal dari dan berkembang di daerah dan (2) bahasa media massa yang khas kedaerahan.

“Dalam konteks kenegaraan, bahasa daerah juga dapat digunakan untuk menerjemahkan peraturan dan dokumen kenegaraan seperti diuraikan di atas untuk kepentingan literasi masyarakat,” terang sosok ramah yang akrab dengan sastrawan ini.

Ia melihat, jika bahasa Indonesia dan bahasa daerah dapat dikembangkan secara serasi, hubungan antarbahasa di Indonesia dapat digambarkan sebagai konstruksi cakar ayam: bahasa daerah adalah kolom-kolom vertikal yang mencengkeram bumi, sedangkan bahasa Indonesia adalah kolom-kolom horizontal yang menautkan (penutur) bahasa daerah yang satu dengan yang lain.

“Kepunahan bahasa daerah harus dianggap kehilangan kolom penopang yang merugikan bahasa Indonesia. Pengembangan bahasa Indonesia tidak perlu menjadi hambatan bagi pengembangan bahasa daerah dan sebaliknya,” jelasnya.

Dikatakannya, jika Pemerintah Provinsi Sumatra Barat (melalui Dinas Kebudayaan Sumatra Barat) akan membuat kebijakan tentang penggunaan bahasa Minangkabau dalam rumah tangga harus disambut dengan baik.

“Jika dipandang perlu, Pemerintah Provinsi Sumatra Barat dapat menetapkan politik bahasa secara lokal yang dikompromikan dengan politik bahasa secara nasional. Adanya politik bahasa lokal mengandaikan perlunya intervensi pemerintah. Dalam banyak kasus, perencanaan bahasa yang mengupayakan perkembangan bahasa ke arah yang dikehendaki memerlukan keterlibatan pemerintah,” sarannya.

Sementara Dinas Kebudayaan Pemerintah Provinsi Sumatera Barat, sejak sudah dua kali menggelar kongres bahasa Minangkabau. Pada 2017 Prakongres dan pada 2018 kongresnya.

Ranperda BAM

Menurut Gemala Ranti, Kepala Dinas Kebudayaan Sumatera Barat, Kongres Bahasa Minangkabau merupakan salah satu upaya melestarikan bahasa Minangkabau. “Kongres akan menghasilkan rumusan yang bisa diekseskusi menjadi program pelestarian bahasa Minangkabau,” kata putri AA Navis ini kepala Khazanah.

Bahasa Minang merupakan salah satu bentuk kekayaan budaya Minangkabau. Setiap nagari memiliki dialek yang berbeda-beda. Oleh karena itu jangan sampai kekayaan ini punah dengan berkembangnya teknologi dan perilaku dan gaya hidup urban.

“Inisiasi terselenggaranya Kongres Bahasa Minang ini dikarenakan kekhawatiran bahasa Minangkabau yang jarang dipakai oleh keluarga baik di Sumbar maupun luar Sumbar,” terangnya.

Gemala Ranti mengapresiasi musisi, pelaku usaha, serta media cetak yang menggunakan bahasa Minangkabau karena ikut serta berperan dalam melestarikannya.

“Dalam kongres ini tidak hanya membicarakan pelestarian bahasa Minang, melainkan juga mengembalikan kembali kesantuan dalam berbahasa Minangkabau. Etika dan kesantunan itu dikenal kato nan ampek yaitu kato mandata, mandaki, malereng, manurun yang juga harus kita biasakan kembali,” tutur Gemala Ranti.

Terkait dengan upaya “penyelamatan” bahasa Minangkabau, Gemala Ranti mengatakan pihaknya telah melakukan sejumlah upaya pelestarian itu ialah menyusan ranperda pendidikan bermateri bahasa Minangkabau.

"Ranperda sedang proses di DPRD. Di dalamnya, Dinas Kebudayaan mengusulkan kurikulum bahasa Minangkabau. Orang heboh tidak ada BAM. Kalau perdanya jadi, banyak nuansa kebudayaan, banyak memuatan kebudayaan Minangkabnau, termasuk bahasa,” urai Gemala Ranti.

Ia pun tak membantah, saat ini bahasa Minangkanbau sudah jarang dituturkan dalam keseharian, apalagi bagiu kawula muda. Untuk itu, pihaknya melakukan usaha melestarikan bahasa Minangkabau seperti dengan mengadakan lomba menulis cerita rakyat berbahasa Minangkabau untuk generasi mileneal.

"Ambo dalam keseharian memaksakan diri dengan bahasa Minangkabau. Kalau tidak begitu, mana lagi bahasa Minangkabau akan dituturkan?" ungkap Gelama yang ketika wawancara selalu menjawab pertanyaan Khazanah dengan bahasa Minangkabau.

Jauh sebelumnya, saat Dinas Kebudayaan Provinsi Sumatera Barat dipimpin Taufik  Efendi, mengatakan, bahasa Minangkabau sudah mengarah pada kepunahan. Menurutnya, jika masyarakat Minangkabau itu sendiri yang tidak mempertahankan budaya Minangkabau, maka budaya-budaya di Minangkabau akan hilang.

“Salah satu upaya mempertahankan budaya Minangkabau ialah dengan membiasakan penggunaan bahasa Minangkabau dalam kehidupan sehari-hari,” katanya saat itu.

Taufik Efendi menjelaskan lebih jauh, agar bahasa Minangkabau tersebut tidak mengalami kepunahan, diharapkan para orang tua harus mengajarkan anak-anaknya untuk berbahasa Minangkabau sejak usia dini.

Menurut Taufik Efendi, saat ini banyak orang Minangkabau menggunakan bahasa Indonesia ketika berbincang dengan sesama orang Minangkabau. Selain itu, ada keluarga Minang mengajari anaknya bahasa Indonesia, bukan bahasa Minang. Menurutnya, kondisi itu mengancam bahasa Minangkabau.

Saat ini disinyalir ada beberapa kelompok masyarakat yang memandang bahasa Indonesia lebih bergengsi daripada bahasa Minangkabau sehingga mereka mengajarkan bahasa Indonesia kepada anaknya agar lebih mudah memahami ilmu pengetahuan.

Pada Kongres Bahasa Minangkabau tahun lalu, rumusan penting yang dihasilkan antara lain, penyusunan tata bahasa baku dan ejaan bahasa Minangkabau, memasifkan kegiatan bidaya yang ditujujan untuk kebertahanan dan pemertahanan bahasa dan sastra Minangkabau. Juga direkomendasikan penelusuran keberadaan aksara Minangkabau, dan pembentukan lembaga pelestarian dan pengembangan bahasa dan sastra Minangkabau. (SSC/NA/NIA

Reportase ini pernah dimuat di Harian Khazanah 



BACA JUGA