
OLEH Sirajul Fuad Zis (Mahasiswa Program Doktor Studi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Andalas)
HARI pertama, Kamis, 7 April 2025. Subuh datang, azan berkumandang di Kota Padang menandakan pagi datang perlahan, mengusap embun di ujung dedaunan, membangunkan semangat harapan untuk beraktivitas. Kami, tim pengabdian Program Doktor Studi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Andalas, mengambil langkah untuk menyatukan hati dan tujuan menuju Desa Matotonan di Kepulauan Siberut, Kabupaten Mentawai.
Setelah menyempatkan salat Subuh, kami bersiap-siap untuk menuju Pelabuhan Mentawai Fast di Jalan Padang Arau, Muaro Padang. Kami memesan taksi daring untuk menuju pelabuhan, sambil berdoa agar perjalanan kami diberkahi dan diberi kelancaran. Sesampainya di pelabuhan, kami mengambil tiket yang sebelumnya sudah dipesan melalui WhatsApp resmi Mentawai Fast. Sebelum masuk menuju kapal, tiket kami diperiksa oleh petugas.
Bersama kami, banyak wisatawan mancanegara dari berbagai negara untuk wisata selancar dan wisata budaya, mengeksplorasi kekayaan wisata di sini. Kami mengantre dengan tertib masuk ke dalam kapal, satu per satu masuk ke kapal. Tepat pukul 07.00 WIB, terompet kapal berbunyi panjang, tanda kapal siap berlayar.
Meskipun kami punya tempat duduk di kapal, sepertinya lebih seru berdiri memandang ke laut lepas sambil mencari udara segar di atas kapal. Di samping kami ada penumpang kapal yang berasal dari Fakultas Pariwisata Universitas Negeri Padang. Kami sempat berdialog terkait tujuan kunjungan beliau ke Matotonan, yakni pengabdian kepada masyarakat sebagai desa binaan. Bermacam bidang pelatihan yang diberikan pembinaan seperti selam, tata boga, dan yang lainnya.
Punya kesamaan dalam tujuan pendampingan di Desa Wisata Matotonan, kami banyak mengamati bahwa potensi pariwisata budaya Desa Matotonan sangat besar sebagai destinasi yang dapat diminati oleh wisatawan.
Saat ini kami, tim pengabdian Program Doktor Studi Pembangunan Universitas Andalas, sedang melakukan Pengembangan Kegiatan Wisata Budaya: Pendampingan Kegiatan Perayaan HUT Desa Matotonan Tahun 2025.
Kegiatan ini merupakan tindak lanjut dari pengabdian pada tahun 2024 ke Desa Madobag dan Desa Matotonan. Secara ilmiah, kami sudah berhasil mempublikasikannya di tautan berikut: https://ejournal.upi.edu/index.php/Jithor/article/view/76947/31843.
Selama perjalanan dari Pelabuhan Mentawai Fast Padang menuju Pelabuhan Siberut kurang lebih tiga jam, akhirnya kami sampai. Kami bahagia dan senang saat menuju pintu keluar pelabuhan untuk mencari makan siang bertemu dengan Christovorus, alumni Magister Ilmu Lingkungan Sekolah Pascasarjana Universitas Andalas, dan Syarif, mahasiswa sarjana Teknik Lingkungan. Bertemu satu almamater atas nama besar Universitas Andalas, kami banyak berdiskusi terkait Perayaan Hari Ulang Tahun Desa Matotonan yang disebut Liat Pulaggajat, yang berarti pesta kampung.
Matotonan berasal dari kata Ma (banyak), Totonan merupakan nama tumbuhan, dan Sambung merupakan nama sungai yang ada di wilayah desa. Desa Matotonan terletak di Kecamatan Siberut Selatan, Kabupaten Kepulauan Mentawai, memiliki luas sekitar 35.370 km².
Desa Matotonan mendapat SK sebagai desa wisata oleh Bupati Kepulauan Mentawai pada tahun 2021, dengan adanya peningkatan jumlah wisatawan yang datang mengunjungi desa pada event yang diadakan setiap tahun guna memperingati ulang tahun desa pada tanggal 10 Agustus. Event ini pertama kali digelar pada masa pemerintahan Kepala Desa Ali Umran. Peringatan ulang tahun desa diberi nama Liat Pulaggajat, yang berarti pesta masyarakat.
Pada saat event berlangsung, semua masyarakat ikut terlibat. Ada rumah masyarakat yang sudah disiapkan sebagai homestay dan ibu-ibu bergerak aktif dalam kuliner, serta banyaknya kriya yang dihasilkan masyarakat yang dapat dijadikan cenderamata bagi wisatawan.
Berdasarkan informasi awal dari Chris, yang bertugas sebagai polisi hutan di Taman Nasional Siberut, acara kampung ini yang dijadikan sebagai festival sudah mencapai empat atau lima kali perayaan. Festival ini kemudian dilirik sebagai daya tarik wisata budaya yang mendatangkan wisatawan luar negeri dari Jepang, Amerika, Eropa, dan negara lainnya, serta wisatawan domestik dari Kendari, Pulau Jawa, dan berbagai kota lainnya.
Pada tahun 2022, ramai pengunjung yang datang menyaksikan festival ini. Kami turut berbahagia atas perayaan ulang tahun kampung sebagai basis dari sebuah budaya lokal Mentawai yang dikemas menjadi festival tahunan setiap tanggal 9–10 Agustus. Artinya, tinggal satu hari lagi menuju puncak kegiatan ini.
Sebagai bagian dari tim yang peduli terhadap pembangunan, ini merupakan sebuah program yang perlu dilakukan pengembangan wisata budayanya agar tetap berlanjut. Pembangunan destinasi wisata yang memang dapat disajikan kepada wisatawan mampu memperkenalkan kearifan lokal yang hanya terdapat di Matotonan.
Setelah lama berdialog dan kami sudah usai makan siang, kami putuskan untuk kembali melanjutkan perjalanan menuju Desa Matotonan dengan berjalan kaki dan menaiki mobil. Namun, sebelum menuju Desa Matotonan, kami melalui Desa Maileppet, Desa Muntei, dan Desa Madobag. Sebagai informasi, untuk menuju Desa Matotonan belum ada akses untuk kendaraan roda empat/mobil. Jadi sebelum ke Matotonan, kami akan menginap terlebih dahulu di Dusun Ugai, Desa Madobag.
Sobat tahu bagaimana keseruan perjalanan kami? Melewati jalur penuh lumpur dan lubang dalam, ditambah hujan deras yang membasahi kami hingga kuyup. Untung saja kami sudah menyediakan plastik dan mantel untuk melindungi barang-barang berharga.
Setelah kurang lebih perjalanan selama dua jam, kami sampai di Ugai mencari homestay milik Pak Yohanes Samanggeak, rumah dua tingkat yang disulap menjadi tempat representatif untuk ditinggali bagi wisatawan yang sudah melalui perjalanan panjang.
Kami disambut dengan baik oleh Pak Yohanes. Selain pemilik homestay, beliau merupakan guru di SDN 21 Madobag. Malamnya kami diajak makan bersama, sambil kami memberikan pendampingan terhadap konsep homestay-nya agar lebih baik.
Beliau memberikan nilai-nilai kehidupan Mentawai kepada kami. Ia mengungkapkan dalam bahasa Mentawai: Kenanen Mareupulgajatta eleksenepulaggajatta kaule taparepgem, artinya walaupun kita beda tempat, mari kita saling berkomunikasi.
Pendampingan ini menjadi bagian dari perjalanan kami menuju pendampingan bahwa ketersediaan homestay sangat menentukan wisatawan dalam memilih keputusan untuk berkunjung atau tidak.
Tenang, Sobat, ini baru cerita hari pertama kami dari enam hari selanjutnya dalam perjalanan merayakan hari ulang tahun Desa Matotonan.
#merayakanmatotonan
#merayakanhutmatotonan