
Bukittinggi, sumbarsatu.com–Dua jurnalis di Kota Bukittinggi mengalami perlakuan tidak pantas dari panitia Police Women Run 2025 saat meliput kegiatan di kawasan Jam Gadang, Minggu (10/8/2025).
Vesco Devian dari Haluan dan Alif dari Padang TV mengaku dilarang mengambil foto meski acara tersebut dihadiri Gubernur, Kapolda, Kapolres, Wali Kota, dan Forkopimda. Sekitar pukul 06.00 WIB, keduanya tiba di lokasi dan mencari posisi untuk memotret di dekat garis start.
“Kami melihat ada dua orang yang mengambil gambar di dekat garis start. Kami mengambil posisi sejajar, bukan di tengah trek, tapi tetap diminta pindah,” kata Vesco.
Melihat kebingungan mereka, kasat lantas dan kasat reskrim mempersilakan berdiri di dekat mereka. Namun, sekitar pukul 08.00 WIB, saat peserta mulai memasuki garis finis, Vesco mencoba memotret momen petugas medis mengevakuasi pelari yang kelelahan.
“Saya dalam posisi jongkok, tapi ketua pelaksana menyuruh pindah dengan alasan fotografer mereka terhalangi. Padahal di depan saya masih ada orang lain,” ujarnya.
Vesco kemudian pindah ke pintu masuk Istana Bung Hatta, tetapi kembali diminta tidak memotret dari sana.
Merasa terganggu bekerja, Vesco menemui ketua pelaksana sekitar pukul 09.30 WIB untuk menanyakan aturan bagi wartawan.
“Jawaban mereka, media sama seperti penonton, tidak boleh masuk ke dalam karena mereka tidak bisa membedakan wartawan dan penonton,” ungkapnya.
Menurut Vesco, sejak pra-event wartawan diminta Polresta Bukittinggi membantu publikasi, namun saat acara berlangsung tidak diberi tanda pengenal. Panitia berdalih publikasi sudah diserahkan ke Humas Polresta. Ketua Bukittinggi Press Club (BPC), Al Fatah, mengecam tindakan tersebut.
“Tindakan panitia menghalangi jurnalis *Haluan* dan *Padang TV* keliru dan menyalahi aturan. Ini melanggar kebebasan pers yang dijamin UUD 1945 Pasal 28F ayat (1) dan UU Pers Nomor 40 Tahun 1999 Pasal 4 ayat (1),” tegasnya.
Ia menambahkan, mengusir wartawan saat bertugas bertentangan dengan Pasal 18 ayat (1) UU Pers, yang mengatur sanksi pidana hingga dua tahun penjara atau denda maksimal Rp500 juta bagi pihak yang menghalangi kerja jurnalistik.
Kapolresta Bukittinggi, Kombes Pol. Ruly Indra Wijayanto, menyampaikan permintaan maaf atas insiden tersebut.
“Saya minta maaf jika terjadi miskomunikasi di lapangan. Panitia adalah EO yang sudah ditunjuk sebelum saya menjabat. Ini akan menjadi evaluasi agar ke depan semua diakomodasi bagian Humas,” ujarnya. ssc/rel