Tanaman kopi Minang Singgalang
Kopi di Kabupaten Agam sudah dikenal sejak ratusan tahun lalu, atau sekitar abad ke-18. Kala itu masyarakat telah memanfaatkan daun kopi untuk minuman, yang dikenal dengan sebutan kopi daun. Penikmatnya disebut dengan “melayu kopi daun.” Julukan itu diberikan penjajah Belanda, sebagai bentuk merendahkan martabat orang Minang di waktu itu.
Sampai sekarang, kebiasaan minum daun kopi tersebut dikenal dengan sebutan “kawah daun”atau dilafalkan menjadi “kawa daun”, dimana tempat atau wadah/kawah minumnya juga khas dengan tempurung kelapa yang sudah dibersihkan. Kawa daun ini menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang berkunjung ke Sumatera Barat.
Masyarakat pecinta kopi bisa mendapatkannya di kedai-kedai kopi di Agam, Bukittinggi, Tanah Datar, dan Payakumbuh.
Berdasarkan cerita yang berkembang turun temurun di tengah masyarakat, sejarah minum kawa daun ini lahir dari peristiwa tanam paksa kopi oleh penjajah Belanda. Karena biji kopi harus dijual kepada Belanda, masyakarat yang ingin menikmati kopi hanya bisa menyeduh daunnya saja.
Namun pakar sejarah dari Universitas Andalas, Prof. Gusti Asnan memiliki pendapat yang berbeda tentang lahirnya kopi kawa daun ini. Menurutnya, kebiasaan meminum kawa daun sudah dilakukan masyarakat Minang jauh sebelum kedatangan Belanda ke Ranah
Minang.
Kopi telah tumbuh subur sebelum Belanda datang ke pedalaman Minangkabau. Masyarakat Minang sendiri baru menyadari bahwa biji kopi ini bernilai tinggi di akhir abad ke-18, sejak saudagar Amerika datang membeli biji kopi.
Kopi luwak di Palupuah
Bibit kopi yang ada di Sumatera Barat, menurut sejarah, awalnya dibawa oleh haji dari Arab yang pulang dari Mekkah dengan jenis kopi arabica. Perkembangan tanaman kopi di Sumatera Barat awalnya di daerah Agam dan sekitarnya, yang memiliki geografis cocok dengan jenis tanaman itu.
Mulanya kopi tidak ditanam dengan teratur, tapi dibiarkan tumbuh liar, baik di sekitar rumah (kopi pagar) atau di hutan-hutan (kopi hutan). Kopi mulai menjadi komoditas perdagangan sejak tahun 1890, yang dibeli pedagang Amerika Serikat.
Kopi yang dijual di dunia biasanya adalah kombinasi dari biji yang disangrai dari dua jenis varietas kopi: arabika dan robusta.
Perbedaan di antara kedua varietas ini terutama terletak pada rasa dan tingkat kafeinnya. Biji kopi arabika lebih mahal di pasar dunia, dan memiliki rasa yang lebih mild, dengan kandungan kafein 70 persen lebih rendah dibandingkan dengan biji kopi robusta.
Wilayah subtropis dan tropis merupakan lokasi yang baik untuk budi daya kopi. Oleh karena itu, negara-negara yang mendominasi produksi kopi dunia berada di wilayah Amerika Selatan, Afrika, dan Asia Tenggara.
Indonesia merupakan salah satu dari lima negara produsen dan pengekspor kopi terbesar di dunia, nomor empat setelah Brazil, Vietnam dan kolombia dengan nilai ekspor pada tahun 2015 sebesar 350.000 ton, atau setara dengan 1,19 milyar US dolar, seperti dilansir Asosiasi Eksportir dan Industri Kopi Indonesia (AEKI), 2016.
Produksi kopi, dari dua jenis kopi yang dikembangkan di Kabupaten Agam, yakni varietas Arabica dan Robusta, terus mengalami peningkatan yang cukup membanggakan.
Melalui kelompok tani yang semakin mengembangkan diri, terdapat berbagai kemajuan yang berarti dari proses penanaman, pengolahan, pengemasan, hingga pemasaran.
Peranan dari berbagai pihak, yang ingin mendorong peningkatan kesejahteraan petani kopi juga sangat besar.
Seorang petani kopi Sibarasok, sedang panen kopi.
Luas kebun kopi arabika di Agam tahun 2012, 351 ha, dengan produksi 291.762 Kg. Kopi robusta,1.876 ha, dan produksi 575.362 Kg. Kondisi tahun 2017, luas tanaman kopi arabika 374 ha, dengan produksi 349,050. sedangkan kopi robusta 1.975 ha, dan produksi mencapai 709.849 Kg.
Peningkatan , dengan luas lahan yang nyaris sama, tidak terlepas dari program Pemkab Agam, yang mampu semakin menggairahkan kelompok tani untuk terus mengembangkan diri, agar menghasilkan kopi yang tinggi secara kualitas dan kuantitas, melalui bantuan bibit, peremajaan, dan berbagai pembinaan.
Pengembangan dan pengolahan kopi di Kabupaten Agam tersebar di 5 kecamatan, yaitu Tanung Raya, Candung, IV Koto, Palupuh, dan Palembayan. Di Kecamatan Tanjung Raya dikenal dengan Kopi Sibarasok.
Kopi Sibarasok merupakan kopi jenis robusta. Yang istimewa dari kopi ini adalah cara pengolahannya yang sangat alami. Pengeringan biji kopi dilakukan dalam kondisi masih dibungkus kulit, dan tidak langsung terkena cahaya matahari, sehingga butuh waktu yang sangat lama sekitar 2-3 bulan. Namun inilah yang menjadikan rasa kopi ini khas dan berkualitas.
Kopi ini diproduksi dalam dua jenis olahan yaitu dalam bentuk bubuk dan biji (bean). Pada Festival Kopi Sumatera Barat yang diadakan tanggal 1-2 Agustus 2017 di Padang, Kopi Sibarasok meraih juara I untuk jenis Kopi Robusta. Beberapa kafe kota-kota besar yang ada di Sumatera Barat dan Indonesia, telah menjadi langganan kopi ini.
Menurut Khudri. MS, dan Hilmi Hayati, dua sosok pencinta kopi, yang mengolah Kopi Sibarasok, di Jorong Koto Panjang, Nagari (Persiapan) Dalko,Kecamatan Tanjung Raya, mereka mengolah dua jenis kopi. Yang pertama Kopi kualitas "Fine Sibarasok." Kopi kualitas ini mendapat perlakuan khusus.
Buah kopi yang akan diolah dipilih dari buah kopi yang masaknya sempurna. Kemudian dikeringkan dalam tempat khusus, yang tidak terkena sinar matahari langsung, makanya memakan tempo cukup lama, yaitu 1 bulan lebih. Hasilnya kopi berkualitas, yang populedr dengan nama internasional "Green Bean."
Menurut Titi, panggilan akrab Hilmu Hayati, harga kopi jenis geen bean di pasasr lelang dunia mencapai 55,57 Dollar AS, atau sekitar Rp700.000/Kg.
Jenis kedua adalah kopi untuk konsumsi lokal, atau disebut kopi pasaran. Pengolahannya lebih gampang, dan buah kopi yang dipilih adalah campuran. Pengeringannya hanya memakan tempo sekitar 2 sampai 3 hari.
Di Kecamatan Candung dikenal Kopi Lasi. Kalau Kopi Sibarasok memilih varietas robusta, kopi Lasi menggunakan kopi arabika. Kopi Lasi dalam proses pengeringannya juga tidak langsung terkena cahaya matahari, karena menggunakan dome (media pengeringan) yang menyaring masuknya cahaya matahari.
Hal ini memengaruhi aroma dan kualitas biji yang jauh lebih baik daripada sebelum menggunakan dome. Namun sebelum dikeringkan, kulit kopi sudah dilepas terlebih dahulu. Kopi Lasi merupakan Kopi Lasi ditanam pada lahan di ketinggian 1.500 m dari permukaan laut (dpl) dengan varietas Kartika dan Katimor dibandrol dengan harga Rp. 120.000/250 gram.
Dalam Festival Kopi Sumatera Barat yang diadakan tanggal 1 – 2 Agustus 2017, Kopi Lasi meraih juara III kategori Kopi Arabica. Sedangkan di Kecamatan IV Koto, dikenal Kopi Minang Singgalang. Kopi dimaksud menggunakan jenis Kopi Arabica. Kebun kopi ini
berada di kaki Gunung Singgalang, Nagari Balingka, pada ketinggian 1280– 1400 mdpl.
Dalam proses pengeringan biji, juga menggunakan dome sebagai media pengeringan, sehingga cahaya matahari tidak langsung mengenai biji kopi. Kopi ini dijual dalam bentuk bubuk dan biji, yang mengisi kafe-kafe atau kedai kopi di wilayah Sumatera Barat.
Kecamatan Palupuh dikenal dengan Kopi Luwak Rafflesia. Kopi luwak dari Nagari Batang Palupuh merupakan kopi luwak alami, karena berasal dari hewan luwak yang hidup bebas dihutan, sehingga menghasilkan kopi luwak organik dengan kualitas tinggi. Harganya saat ini mencapai 200 ribu/100 gram, atau Rp2 juta/kg.
Salah satu kopi luwak dengan label Rafflesia sudah memiliki sertifikat lab dari Sucofindo.
Raflesia Luwak Coffee Batang Palupuah, Kecamatan Palupuah, Kabupaten Agam, telah mampu menembus pasar internasional, bahkan mampu menarik wisatawan manca negara (Wisman) untuk berkunjung ke Palupuh.
Kopi luwak ini telah diekspor antara lain ke Belanda, Korea, Thailand, dan Amerika, dalam jumlah terbatas. Pengiriman untuk ekspor tidak bisa banyak, karena produksi kopi luwak hanya sekitar 40 kg/bulan.
Pengembangan kopi di Kecamatan Palembayan melalui penanaman 10 ribu kecambah pada tiga kelompok tani. Kelompok tani tersebut adalah Kelompok Tani Pelaksana Bukik Sakura, menanam sebanyak 3.500 kecambah; Kelompok Tani Monggong Indah sebanyak 3.250 kecambah, dan Kelompok Tani Lambah Saiyo sebanyak 3.250 kecambah.
Kopi Data Palembayan siap "go Internasional," seiring dengan beragam persiapan
yang dilakukan petani kopi, dibantu khusus Tim Palembayan Heritage (PH) dan Pemkab Agam. PH juga menyiapkan pendampingan khusus kepada petani kopi dan mendorong masyarakat mengelola kopi.
Harga biji kopi saat ini dijual dengan kisaran Rp. 30 ribu/Kg, sedang kopi bubuk Rp.60 ribu/Kg. Jika dikelola secara profesional, harga biji kopi bisa lebih tinggi., sampai Rp160.000/Kg, dan yang sudah melalui proses roasting mencapai Rp400.000/kg.
Kabupaten Agam mempunyai kondisi topografi yang cukup bervariasi, mulai dari dataran tinggi hingga dataran yang relatif rendah, dengan ketinggian berkisar antara 0 - 2.891 meter dari permukaan laut.
Menurut kondisi fisiografinya, ketinggian atau elevasi wilayah Kabupaten Agam, bervariasi antara 2 meter sampai 1.031 mdpl.
Berdasarkan ketinggian, Kabupaten Agam bisa dikelompokan sebagai wilayah dengan ketinggian 0-500 m dpl seluas 44,55 persen, sebagian besar berada di wilayah barat, yaitu Kecamatan Tanjung Mutiara, Lubuk Basung, Ampek Nagari, dan sebagian Kecamatan Tanjung Raya.
Wilayah dengan ketinggian 500-1000 m dpl seluas 43,49 persen, yaitu Kecamatan Baso 725-1525 m dpl, Kecamatan Ampek Angkek Canduang, Kecamatan Malalak 425-2075 m dpl, Kecamatan Tilatang Kamang, Kecamatan Palembayan 50-1425 m dpl, Kecamatan Palupuh 325-1650 m dpl, Kecamatan Banuhampu 925-2750 m dpl, dan Kecamatan Sungai Pua 625-1150 m dpl.
Wilayah dengan ketinggian 1000 m dpl seluas 11,96 persen, meliputi sebagian Kecamatan IV Koto 850-2750 m dpl, Kecamatan Matur 825-1375 m dpl, dan Kecamatan Canduang, Sungai Pua 1150-2625 m dpl.
Kawasan sebelah barat Agam merupakan wilayah yang datar sampai landai 0 – 8 persen mencapai luas 71.956 ha, sedangkan bagian tengah dan timur merupakan wilayah perbukitan dan berbukit dan lereng yang sangat terjal 45 persen, dengan luas sekitar
129.352 ha. Kawasan dengan kemiringan yang sangat terjal 45 persen, berada pada jajaran Bukit Barisan dengan puncak Gunung Marapi dan Gunung Singgalang, yang terletak di selatan dan tenggara Kabupaten Agam.
Suhu udara di Kabupaten Agam terdiri dari dua macam, yaitu di daerah dataran rendah dengan temperatur minimum 25 0 C dan maksimum 33 0 C (Lubuk Basung), sedangkan di daerah tinggi minimum 20 0 C dan maksimum 29 0 C (Tilatang Kamang). Kelembaban udara rata-rata 88%, kecepatan angin antara 4-20 km/jam dan penyinaran matahari rata-rata 58%.
Dari data di atas, Kabupaten Agam sangat ideal untuk pengembangan kopi, mulai dari iklim, ketinggian, suhu, dan jenis tanah.
Pengembangan melalui perluasan lahan juga masih memungkinkan dilakukan. dari 3.394 Ha peruntukan lahan kopi baru digunakan seluas 2.218 Ha atau 65 persen.
Kebijakan Pengembangan Kopi
Tren produksi kopi jenis arabika dan robusta masih menggunakan pola produksi tradisional dan konvesional, sehingga belum banyak yang bisa mencapai target speciality.
Kualitas kopi Agam setara dengan kopi berkualitas lain di Indonesia, seperti Kopi Gayo, Kopi Toraja. Jika dikelola dengan profesional dapat mencapai excellent cup.
Kopi proses semiwash Minang Singgalang pernah mencapai cupping score 84,5 (cupping score minimal 80,01).
Luas lahan existing dan petani kopi masih sedikit, sehingga belum mampu memenuhi permintaan pasar (kuantitas). halitu merupakan salahsatu hambatan terhadap pengembangan kopi di Agam. Di samping itu, proses pelaksanaan panen dan pasca panen ada yang masih tradisional (kualitas).
Kemudian, teknik pemasaran yang semakin kompetitif, juga merupakan hambatan yang perlu diatasi. Walau demikian, peluang kopi Agam cukup besar, karena permintaan pasar terhadap varietas kopi di Kabupaten Agam sangat tinggi; Potensi pengembangan kopi di Kabupaten Agam didukung oleh iklim, suhu, ketinggian, dan jenis tanah yang sangat baik. Pengembangan kopi di Kabupaten Agam ke depan merupakan langkah yang harus dilakukan dalam menjawab peluang pasar yang ada, yang berdampak terhadap peningkatan kesejahteraan petani.
Untuk mendorong produktifitas kopi yang berkualitas, Pemerintah Kabupaten Agam memiliki program peningkatan kualitas petani/kelompok tani, melalui pembinaan dan bimbiingan teknis; memberikan bantuan bibit berkulitas, dan peremajaan tanaman kopi; dan program pembinaan manajemen pemasaran, pengemasan produk, dan jejaring kerja sama.
Untuk mengejar pemasaran, diperlukan promosi. Karena itu, Pemkab Agam berupaya melakukan promosi kopi Agam ke berbagai daerah, termasuk pasar dunia.
Bahkan, Bupati Agam H. Indra Catri Dt Malako Nan Putiah ikut “menggalehkan” kopi produksi Agam ke dunia internasional.
Bupati Agam Indra Catri dalam acara Kopi Senator
Kesempatan menggaleh itu diperoleh, kala ia tampil sebagai narasumber dalam acara "Monthly Hight Tea Bussines Network, Talk Show Ngopi Bareng Senator" bertema kopi daerah Indonesia, kopi dunia, di gedung Plaza Nusantara V MPR-DPD RI, Jakarta, beberapa waktu lalu.
Acara tersebut dihadiri Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN), Edi Ganefo, Sekjen DPD, Makruf Amin, Ketua Asosiasi Eksportir Kopi, Hutama, Wakil Ketua DPD RI Letjen (pur mar) DR. Nono Sampono, Kanselor Swedia Claudia dan beberapa duta besar lainnya.
Dalam forum internasional itu, materi yang disampaikannya berjudul "Ameh Hitam dari Agam." Ia menjelaskan berbagai keunggulan kopi robusta dan kopi luwak Agam, yang memiliki keunggulan cita rasa istimewa, dan sudah menembus pasar internasional.
"Kopi Robusta dan Arabika sangat diminati konsumen, tidak hanya regional tetapi sudah menggapai konsumen internasional. Karena kopi produk Agam itu memiliki cita rasa dan aroma khas," ujarnya berpromosi, didampingi Kepala Bappeda Agam, Welfizar.
Di hadapan para duta besar, bupati menggambarkan prospek kopi Arabika dan Robusta Agam, yang semakin gencar menembus pasar, baik tingkat regional maupun internasional.
Perbedaan antara kedua varietas itu terutama terletak pada rasa dan tingkat kafeinnya. Biji kopi Arabika lebih mahal di pasar dunia, memiliki rasa yang lebih mild dan kandungan kafein 70 persen lebih rendah dibandingkan dengan kopi robusta.
"Kita sudah melakukan peningkatan kualitas petani melalui pembinaan dan bimbingan teknis, namun hal itu belum cukup. Maka peranan dari berbagai pihak yang ingin mendorong peningkatan kesejahteraan petani kopi juga sangat besar," ujarnya pula.
Menurut bupati, saat ini tercatat 3.394 hektar lahan budi daya kopi, dengan beragam jenis. Terdapat lima kecamatan di Kabupaten Agam dijadikan sebagai sentra kopi, yaitu Kecamatan Tanjung Raya, Canduang, IV Koto, Palupuh, dan Kecamatan Palembayan.
Sibarasok, Tanjung Raya, terkenal dengan kopi robustanya. Keistimewaannya terletak pada cara pengolahannya masih alami. Di Kecamatan Canduang terdapat kopi arabika, yang memiliki spesiality arabika, yang ditanam di ketinggian 1.500 mdpl. Harganya pun terbilang mahal.
Kecamatan IV Koto terkenal dengan kopi lereng Gunung Marapi. Kopi jenis arabika berada di kaki Gunung Singgalang, Nagari Balingka pada ketinggian 1.280-1.400 mdpl. Sedangkan di Kecamatan Palupuh, dan Kecamatan Palembayan familiar dengan kopi luwaknya, yang telah menembus pasar internasional, seperti, Belanda, Korea, Thailand, dan Amerika.
"Selain itu, perkebunan kopi yang menjadi mata pencaharian masyarakat berada di luar kawasan hutan, sehingga fungsi hutan untuk kelestarian lingkungan tetap terjaga dengan baik," ujarnya lagi.
Bupati Agam merupakan satu-satunya kepala daerah sebagai pembicara pada acara yang bertajuk “Kopi Senator Bertaraf Internasional” itu.
Menanggapi hal itu, Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN), Edi Ganefo, mengatakan, banyak kopi yang berasal dari Indonesia tapi bermerk asing. Hal itu menandakan bahwa kopi dari Indonesia memang unggul dan bagus. Untuk itu, pihaknya meminta, ke depan tiap-tiap daerah harus memantapkan kualitas produk, sehingga bisa diterima di pangsa pasar. Untuk tata cara ekspornya, PT.POS sudah membuka pintu, cukup siapkan barang kemudian antar ke PT.POS," ujarnya.
Hal senada juga disampaikan Wakil ketua DPD RI, Letjen (pur mar) DR. Nono Sampono. Ia berharap, kegiatan talk show ngopi bareng tidak hanya jualan kopi, tapi untuk menjual potensi daerah kepada publik, karena kopi daerah Indonesia adalah kopi dunia.
"Indonesia peringkat III dunia dalam produksi kopi. Untuk itu mari kita besarkan para pelaku ekonomi agar mereka tetap eksis, dan Indonesia tetap menjadi pusat peradaban," ujarnya mengajak
Upaya dan keinginan kuat B upati Agam, untuk mengantarkan kopi Agam ke pasar dunia mendapat sambutan hangat para petani kopi di daerah itu.
Salah satunya, yang begitu antusias adalah petani kopi di Sibarasok, Jorong Koto Panjang, Nangari (Persiapan) Dalko, Kecamatan Tanjung Raya.
Sibarasok, Kampung Lubuak Nyanyuak, Jorong Koto panjang, Nagari (Persiapan) Dalko, merupakan salah satu penghasil kopi terkenal di Kabupaten Agam.
Kini, keberadaan Sibarasok kian strategis dalam pengembangan kopi di Agam. Pasalnya, di Sibarasok bermukim seorang Sarjana Pertanian jebolan Unand dua tahun lalu. Ia adalah Hilmi Hayati, STP.
Menurut pemuka setempat, yang juga mantan anggota DPRD Agam, Khudri, MS, dara lajang yang akrab disapa Titi itu, lebih memilih mengembangkan kualitas kopi, ketimbang menjadi pegawai.
“Titi lebih memilih mengembangkan usaha kopi, terutama kualitas kopi, sehingga bisa mengikuti lelang kopi dunia,” ujarnya, beberapa waktu lalu.
Titi sendiri mengakui, kalau ia ingin mengangkat nama Sibarasok, dan Kabupaten Agam, sebagai penghasil kopi berkualitas di dunia. Ia ingin kopi Sibarasok bisa dihargai pantas, sebagai kopi berkualitas.
“Pada lelang kopi dunia, harga kopi mencapai sekitar 55,57 Dollar Amerika, atau sekitar Rp700.000/Kg,” ujarnya.
Menurutnya, untuk mengantarkan kopi Sibarasok, Agam umumnya, ke pentas dunia, tidak sulit. Tinggal kemauan dan kerja keras, diiringi kesabaran, dan ketelitian. Karena untuk mencapai kualitas dunia, memang banyak persyaratannya. Di antaranya, kopi mesti bebas pestisida, perlakuan terhadap buah kopi juga harus sesuai standar.
“Kini saya sedang berupaya menemukan kopi robusta, dengan tingkat kepahitan tertentu, sehingga lebih menggoda selera penikmatnya,” ujarnya pula.
Titi sedang menyortir buah kopi, untuk memproduksi kopi Fine Sibasrasok
Kini Titi telah berhasil memproduksi kualitas premium, yang disebutnya “Fine Robusta.” Namun produksinya masih sangat terbatas. Ia yakin, dalam tempo tidak begitu lama, ia mampu memenuhi permintaan pasar.
“Kami patok harga kopi jenis Fine Robusta Rp100.000/Kg,” ujarnya pula. Sedangkan harga kopi bubuk pasaran hanya Rp75.000/Kg. (***)