Fahri Hamzah: Kini Indonesia Tak Beda Era VOC

-

Jum'at, 12/05/2017 15:32 WIB
Fahri Hamzah

Fahri Hamzah

Bogor, sumbarsatu.com - Wakil Ketua DPR RI menyatakan kondisi ekonomi Indonesia saat ini tidak berbeda dengan keadaan Negeri ini dahulunya dikuasai Kongsi Dagang atau Perusahaan Hindia Timur Belanda yang popular dengan julukan Vereenigde Oostindische Compagnie atau VOC yang berdiri pada tanggal 20 Maret 1602.

"Indonesia kini tak beda dengan zaman VOC dulu yang memonopoli aktivitas perdagangan di Asia," kata Fahri, di depan 200-an peserta seminar Ekonomi Syariah bertajuk "Dinar 2017" yang diadakan oleh Sekolah Tinggi Ekonomi Islam (STEI) Tazkia Sentul Bogor, Jawa Barat, Kamis (11/5/2017).

Bersama Fahri selaku pemakalah, dalam seminar tersebut juga tampil tokoh reformasi Profesor Amien Rais dan ekonom syariah DR. Syafii Antonio.

"VOC datang karena sumber daya alam Indonesia dan rakyat menanggung deritanya. Mirip dengan kita saat ini dimana sumber daya alam dimiliki atau dinikmati kapitalis dan asing," tegasnya.

Tanah dikuasai kapitalis dan orang asing melalui program konversi aset lanjutnya, adalah agenda yang jelas di depan mata memperlebar jurang kesejahteraan. Belum lagi ada pembelokan, kesalahan data dan kesalahan membaca data ekonomi Indonesia ujarnya, telah membangun kebingungan, bahkan jadi celaan internasional.

Di luar fakta itu sambungnua, pun indikator keberhasilan ekonomi yang disampaikan pemerintah tak mencerminkan langsung kesejahteraan masyarakat.

"Demo pekerja di depan DPR kemarin mengirim utusan bertemu saya. Kenaikan tarif dasar listrik sudah terjadi 4 kali sejak awal 2017, total naik 130 persen. Buruh sudah menjerit dan otu sesungguhnya dalah alarm bahaya," kata Fahri, sembari mengungkap rasa mirisnya terhadap kisah seorang ayah bunuh diri karena tak sanggup lagi bayar listrik rumahnya.

"Salah satu dampak demokrasi adalah meningkatnya partisipasi ekonomi tapi di sisi lain menimbulkan ketimpangan yang menelan banyak korban, sementara negara tidak dirasakan hadir mengatasi. Ada ketimpangan timur dan barat Indonesia, ketimpangan sektoral, ketimpangan antar level pelaku ekonomi. Ini semua bom waktu," jelas Fahri.

Oleh karena itu, wakil rakyat dari daerah pemilihan Nusa Tenggara Barat itu menawarkan tiga proposal kepada masyarakat ekonomi syariah sebagai langkah kontributif mengatasi ketimpangan.

"Pertama perlu advokasi kebijakan dimana politisi Muslim dan pelaku ekonomi Islam harus saling memperkuat pada level negara. Ke dua, Islamisasi nilai-nilai institusi dan ke tiga mengembangkan sber daya Muslim yang berfokus wirausaha. (BAL)



BACA JUGA