Koalisi Masyarakat Sipil akan Somasi Gubernur Sumbar

HEBOH SURAT EDARAN GUBERNUR SUMBAR

Sabtu, 11/03/2017 07:37 WIB
Koalisi Masyarakat Sipil Sumatera Barat waktu unjuk rasa temuan SPJ Fiktif

Koalisi Masyarakat Sipil Sumatera Barat waktu unjuk rasa temuan SPJ Fiktif

Padang, sumbarsatu.com--Koalisi Masyarakat Sipil Sumatera Barat, Jumat (10/3/2017) menggelar diskusi menyikapi Surat Edaran Gubenur No. 521.7/2088/Distanhorbun/2017 tentang Dukungan Gerakan Tanam Padi yang kemudian diperjelas dengan surat edaran No. 521.1/1984/Distanhorbun/2017 tentang Dukungan Gerakan Tanam Padi.

"Surat Edaran Gubernur Sumbar itu jelas tidak menghormati konstitusi dan secara nyata, melanggar hak-hak petani yang tegas-tegas diatur di dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani. Koalisi menilai Gubenur telah gegabah bertindak tanpa dasar kajian yang komprehensif tentang persoalan yang dihadapi petani," kata Era Purnama Sari, Direktur LBH Padang, yang salah satu lembaga sipil yang bergabung dengan Koalisi Masyarakat Sipil Sumbar Sabtu (11/3/2017) di Padang,

Koalisi menilai, Gubernur Sumbar tidak memperhatikan teknis pertanian dan permasalahan yang dihadapi oleh para petani. Penanaman tanaman padi kembali setelah 15 hari pascapanen tidak mungkin dilakukan. Lahan pertanian setelah panen membutuhkan waktu satu hingga dua bulan guna pemulihan kesuburan tanah.

"Petani juga butuh waktu untuk mengolah hasil panen dan penyemaian benih untuk ditanami kembali," katanya.

Selain itu, Gubernur Sumbar telah keliru dan melanggar hukum dengan melibatkan TNI karena pertanian bukan tugas dan kewenangan TNI. Kentara Gubernur menarik dan memposisikan TNI sebagai mitra bisnis bukan dilandasi semangat mendukung petani secara cuma-cuma, padahal TNI tidak diperbolehkan berbisnis.

"Pikiran Gubernur jelas pikiran untuk meminggirkan hak-hak petani yang nyata tergambar dari munculnya pembagian hasil 20% untuk petani dan 80% untuk pemerintah/TNI pada Surat Edaran," tambahnya.

Surat Edaran Gubernur bukanlah norma hukum sehingga tidak dapat memuat sanksi, sementara Gubernur sudah terang-benderang mengancam merampas pengelolaan lahan-lahan petani melalui tangan-tangan militer dan UPTD.

Dalam diksusi yang dihadiri elemen Koalisi Masyarakat Sipil Sumbar yang terdiri dari LBH Padang, Walhi Sumbar, LP2M, Qbar, PBHI, Aksara Berkaki Universitas Putra Indonesia
WKSOSKEM Universitas Putra Indonesia, SPI Sumbar, Integritas, PHP, WARSI, dan LAM&PK menyatakan:

  1. Koalisi masyarakat sipil akan segera melayangkan somasi kepada Gubernur, agar Gubernur segera mencabut surat edaran;
  2. Koalisi masyarakat sipil meminta Gubernur untuk mengagendakan temu petani dan masyarakat sipil guna mendengarkan suara-suara dan gagasan-gagasan petani agar kemudian diadopsi di dalam kebijakan. Ini sejalan dengan semangat perlindungan dan permberdayaan petani yang harus dilakukan secara sistematis, terpadu, terarah, menyeluruh, transparan, dan akuntabel sebagaimana ditegaskan di dalam undang-undang perlindungan dan pemberdayaan petani.
  3. Koalisi Masyarakat Sipil mendesak DPRD Provinsi Sumbar segera mengambil langkah nyata menggunakan fungsi pengawasan, dengan memanggil Gubernur serta Dinas terkait dan melakukan evaluasi terhadap perencanaan dan pelaksaan program-program pertanian;
  4. Koalisi masyarakat sipil juga meminta kepada Badan Pemeriksa Keuangan untuk menelusuri, menelusuri asal muasal alat-alat pertanian TNI dan perencanaan, pengelolaan dana UPT Pertanian di tingkat Kecamatan. Sangat tidak masuk akal TNI yang tupoksinya bukan pertanian memiliki fasilitas pertanian lengkap dibandingkan dinas Pertanian apalagi petani. Distanhorbun di media intinya mengungkapkan asal muasal Surat Edaran Gubenur dikarenan TNI memiliki fasilitas lengkap namun tidak memiliki dana untuk menggarap lahan, sehingga digunakan dana pengembangan usaha agribisnis pedesaan dan dana desa untuk TNI. (SSC)



BACA JUGA