
Ejek menderita brahma api, penyakit yang yang membuat pahanya meruyak bernanah dan berbau, butuh bantuan untuk pengobatan
Pasaman Barat, sumbarsatu.com--Seorang warga Dusun Bunuik Raya Jorong Alamanda, Nagari Kinali, Kecamatan Kinali, Kabupaten Pasaman Barat, Ejek (62), harus berjuang melawan sakit tanpa bisa berobat secara layak ke rumah sakit karena miskin.
Dari hasil penelusuaran sumbarsatu.com, penyakit kakek ini mulanya disebabkan tertusuk duri sawit di permukaan kulitnya pertengahan Juli lalu. Tusukan duri itu membekas di kulitnya seperti luka bakar. Dari hasil diagnosa tim medis disebutkan, Ejek menderita penyakit "brahma api".
Penyakit brahma api, dapat dilihat dari ciri-cirinya berbintik merah atau kulit berwarna merah dan dirasakan panas, dan ini juga bisa menetap, pindah - pindah.
Saat ini, penyakit kakek itu sudah tergolong parah karena sudah melebar serta mengeluarkan cairan nanah dan berbau tidak sedap pada bagian paha sebelah kanan.
Kakek itu sendiri telah mendatangi Puskesmas setepat untuk berobat. Namun karena jenis obatnya tidak masuk dalam daftar BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Kesehatan, kakek itupun mengurung niatnya membeli obat lantaran uangnya tak cukup, serta memilih membeli obat murah di klinik.
“Untuk satu kali berobat ke Puskesmas, membutuhkan biaya sebesar Rp400 ribu untuk membeli obat. Namun karena uang kami tidak cukup, kami hanya mampu membeli obat murah di klinik seharga Rp160 ribu,” ujar Ejek sembari mengipas-ngipas penyakitnya karena terasa panas.
Ejek mengaku, obat yang dibelinya di klinik hanya untuk menghilangkan sementara rasa sakit dideritanya. Namun paling tidak, obat murah itu cukup membuatnya bisa sedikit tenang walau penyakitnya tidak kunjung membaik dan sembuh.
Kini dengan kondisi tubuhnya yang semakin lemah akibat semakin melebarnya penyakit yang diderita, ia hanya bisa pasrah dan berharap uluran tangan para donatur.
Ia menceritakan kronologis penyakit yang ia derita itu. Ini berawal sewaktu ia melakukan panen kebun kelapa sawit milik tetangganya. Sebagai buruh tak tetap yang bergantung hidup dari penjualan jasa, kakek ini tidak menolak jika ada yang membutuhkan tenaganya untuk memanen sawit.
Tapi sial, saat panen waktu itu ia malah tertusuk duri pelepah kelapa sawit pada bagian punggung kaki. Saat itulah dirinya merasakan sakit yang luar biasa hingga menjalar ke paha bagian kanan bawah.
“Sudah dibawa berobat ke Puskesmas namun tak kunjung sembuh. Sudah tiga bulan saya hanya pasrah dengan sakit yang mulai memakan bagian paha kanan. Waktu itu dokter mengatakan, penyakit saya bisa disembuhkan tapi butuh biaya besar. Saya kan tidak punya uang banyak,” tutur Ejek sedih.
Seiring waktu berjalan, Ejek akhirnya kembali bekerja sebagai buruh. Meski dokter telah menyarankan dirinya untuk beristirahat. Namun demi uang untuk membeli obat, ia rela bekerja dalam kondisi yang kurang sehat.
Selain itu, masih ada istri serta tiga anak yang ditanggungnya, sehingga tidak ada alasan untuk tidak bekerja, meski harus berjuang melawan sakit.
“Anak saya ada tiga orang, satu sekolah di SMP, satu SD, dan satu belum sekolah. Saat ini, terpaksa istri saya menggantikan posisi saya mencari nafkah bekerja sebagai buruh serabutan. Sewaktu saya masih sehat, saya bisa memperoleh uang Rp100 ribu untuk satu kali panen di kebun warga. Tapi itu kalau jumlah TBS (tandan buah segar)-nya banyak. Tali kadang penghasilan tak menentu. Bahkan tak jarang kami mengharap belas kasihan tetangga untuk biaya kebutuhan kami sehari-hari,” ujar Ejek dengan air mata berlinang.
Tinggal di Rumah Reot
Dari penelusuran wartawan di Kinali, Ejek bersama istri dan tiga anaknya itu tinggal di rumah tua berukuran 4X6 meter yang berdinding papan. Tidak ada barang mewah di dalam rumahnya. Walau sakit, Ejek hanya berbaring pada sehelai tikar yang lusuh. Sementara untuk penerangan hanya menggunakan satu bola lampu listrik bantuan tetangga.
Tetangga Ejek, Jasmir Sikumbang, mengaku sedih dan prihatin atas nasib yang menimpa Ejek dan keluarganya.
Ia menuturkan, untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan biaya membeli obat, kadang-kadang warga setempat harus mengumpulkan sumbangan.
"Kami sudah melakukan pengalangan dana dari tetangga tapi belum maksimal. Dia berharap kepada masyarakat yang ingin menyumbangkan sedikit rezekinya ke pada Bapak ini bisa langsung hubunggi keluarganya atau saya," pungkasnya Jasmir. (NIR)