Temuan BPK: 14 BUMN yang Menerima Penyertaan Modal Negara Berkinerja Jelek

Rabu, 04/02/2015 14:24 WIB
Ketua Komisi VI DPR Achmad Hafisz Tohir

Ketua Komisi VI DPR Achmad Hafisz Tohir

Jakarta, sumbarsatu.com—Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melaporkan adanya temuan-temuan bermasalah dari 14 perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dari 35 perusahaan yang diusulkan mendapatkan Penyertaan Modal Negara (PMN). Ke-14 perusahaan BUMN tersebut punya rapor merah dan belum menyelesaikan temuan dan laporan yang signifikan tersebut.

Wakil Ketua BPK Achsanul Qosasi memaparkan 14 perusahaan tersebut adalah PT Aneka Tambang, PT Angkasa Pura II, Perum Bulog, PT Garam, PTPN, PT Pelni, PT Pindad, PT Kereta Api Indonesia, PT Sang Hyang Seri, Perum Perumnas, Perum Perikanan, PT Industri Kapal, dan PT Pelindo IV, PT Perikanan Nusantara.

"Sehubungan dengan rencana pemerintah memberikan PMN kepada 35 BUMN maka dengan ini kami menyampaikan Hasil Pemeriksaan BPK atas BUMN tahun 2009-2014 yang belum ditindaklanjuti sesuai rekomendasi BPK ini sebagai bahan pertimbangan memberikan PMN," ujar dia dalam dokumen yang diterima wartawan di Jakarta, Rabu (4/2/2015).

Dalam dokumen tersebut, PT Antam belum menyelesaikan 12 rekomendasi dengan nilai temuan sebesar Rp 65,10 miliar, PT Angkasa Pura II belum menyelesaikan 12 rekomendasi dengan nilai temuan Rp 50,97 miliar, PT Pelni belum menindaklanjuti 9 rekomendasi dengan nilai temuan sebesar Rp 501 miliar, PT Garam belum menyelesaikan 4 rekomendasi dengan nilai temuan Rp 11,73 miliar, PT Pindad belum menyelesaikan 3 rekomendasi dengan nilai temuan Rp 11,15 miliar.

Perusahaan lainnya adalah PT Pelindo IV yang belum menyelesaikan 2 rekomendasi dengan nilai temuan yang belum disebutkan, PT KAI belum selesaikan 12 rekomendasi dengan nilai temuan Rp 18,7 miliar, Perum Perumnas belum selesaikan 5 rekomendasi dengan nilai temuan Rp 732,69 miliar, PT Perikanan Nusantara belum selesaikan 2 rekomendasi dengan nilai temuan Rp 106,89 juta.

PT Sang Hyang Seri belum selesaikan 1 rekomendasi dengan nilai temuan Rp 662 juta, Perum Perikanan Indonesia belum selesaikan 14 rekomendasi dengan nilai temuan Rp 5,58 miliar. PTPN IX belum selesaikan 3 rekomendasi dengan nilai temuan Rp 52,37 miliar, PTPN X belum selesaikan 4 rekomendasi dengan nilai temuan Rp 22,68 miliar, Perum Bulog belum selesaikan 3 rekomendasi dengan nilai temuan Rp 1,68 triliun.

Panja DPR Mengacu pada Temuan BPK

Sementara itu, Panitia Kerja (Panja) Penyertaan Modal Negara (PMN) yang dibentuk Komisi VI DPR tetap menjadikan hasil audit BPK sebagai bahan rujukan utama dalam menilai rencana pengembangan bisnis di beberapa BUMN. Komisi VI sudah memetakan kinerja BUMN yang baik dan buruk.

Ditemui usai pertemuan Pimpinan DPR dengan empat Menko di Nusantara IV, Selasa (3/2), Ketua Komisi VI DPR Achmad Hafisz Tohir (Dapil Sumsel I), mengungkapkan, banyak BUMN yang kini terus merugi. Untuk itu, PMN menjadi keniscayaan yang harus dilakukan.

“Kita melihat ada beberapa BUMN yang betul-betul kita anggap tidak akan mampu memutar kapital ini menjadi suatu upaya untuk menggerakkan pembangunan, karena kinerja keuangan dan koperasinya sendiri sudah sangat bermasalah,” kata Hafisz.

Anggota F-PAN itu menuturkan, akan ada sepuluh rekomendasi yang nanti akan dikeluarkan Komisi VI. Namun, ia belum bisa merinci rekomendasi itu lebih lanjut. Yang jelas, katanya, ada beberapa BUMN yang dipandang negatif dalam mencari keuntungan sepanjang 3-4 tahun terakhir.

“Kita akan menandai merah untuk BUMN seperti itu,” ungkap Hafisz.

Kerugian yang dialami beberapa BUMN tidak selamanya karena aksi korporasi, melainkan dipicu adanya larangan ekspor bahan baku mentah seperti yang dialami PT. Antam. Menurut Hafisz, PT. Antam termasuk yang layak mendapat PMN.

Selain itu, ada PT. Krakatau Steel yang sudah tiga tahun merugi karena industri konstruksi dunia, memang, sedang menurun. Untuk itu, Krakatau Steel pantas mendapat PMN sekaligus untuk menjaga saham pemerintah agar tetap menjadi mayoritas.

Beberapa BUMN yang dinilai baik dari hasil pemaparan business planning dan laporan keuangannya, sambung Hafisz, adalah PT. Hutama Karya, PT. Waskita, dan PT. Industri Kapal Indonesia (IKI). Ada PT. Angkasa Pura dan BUMN Perbankan yang juga dinilai baik. (SSC/NA)



BACA JUGA