Pertemuan ranah tamah dengan Ketua DPRD Sumbar Hendra Irwan Rahim dengan budayawan dan seniman, Senin (3/10/2016)
Padang, sumbarsatu.com--Setelah melewati proses panjang, akhirnya Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumatera Barat merealisasikan salah satu Susunan Organisasi Tata Kelola (SOTK) baru, yaitu Dinas Kebudayaan di lingkungan Pemerintah Provinsi Sumatera Barat.
Kepastian lahirnya Dinas Kebudayaan, yang selama ini menempel di Dinas Pendidikan dan juga Dinas Pariwisata disampaikan Hendra Irwan Rahim, Ketua DPRD Sumbar dan Aristo Munandar, Ketua Panitia Khusus DPRD Sumbar terkait RPJMD 2016-2021 dalam pertemuan ramah-tamah dengan budayawan dan seniman di ruang kerjanya di DPRD Sumbar, Senin (3/10/2016).
"Kehadiran Dinas Kebudayaan yang berdiri sendiri sudah mendekati seratus persen. Tinggal finalisasi di tingkat komisi-komisi lalu dibawa ke sidang paripurna untuk disahkan. Selanjutnya di Gubernur Sumbar akan menerbitkan peraturan gubernur. DPRD hanya memberikan kerangka besarnya. Soal teknis dan bagaimana mengisinya, serta desainnya, kita serahkan pada eksekutif (Pemprov Sumbar). Saya berharap budayawan dan seniman serta pihak perguruan tinggi mengawalnya dan ikut dalam pembahasan terkait isiannya. Per 1 Januari 2017, dinas ini jika disetujui Mendagri sudah mulai bekerja," kata Hendra Irwan Rahim.
Pertemuan yang terkesan kekeluargaan itu terlihat hadir Guspardi Gaus, Wakil Ketua DPRD Sumbar, Aristo Munandar, Ketua Komisi I sekaligus Ketua Pansus, Syaiful Ardi, anggota Komisi I dan Sekretaris Pansus, dan Erdi Janur, Kepala Bagian Publikasi dan Informasi DPRD Sumbar.
Sementara dari kalangan budayawan dan seniman hadir Shofwan Karim (Ketua Umum PW Muhammadiyah Sumatera Barat). Raudha Thaib (Ketua Umum Bundo Kanduang Sumatera Barat), Gusti Asnan (Fakultas Ilmu Budaya Unand), Darman Moenir (sastrawan), Yulizal Yunus (IAIN Imam Bonjol Padang), Eko Yanche Edrie (jurnalis), Alwi Karmena (budayawan), Muasri dan Viveri Yudhi (dari Taman Budaya Sumbar), Muhammad Ibrahim Ilyas (seniman), dan Nasrul Azwar (jurnalis).
Kehadiran Dinas Kebudayaan yang telah begitu lama dicita-citakan, disambut baik kalangan budayawan dan seniman. Menurut kalangan ini, selama ini sektor budaya terkesan dianaktirikan. Ia hanya pelengkap dan ditempel di dinas-dinas saja.
"Kebudayaan selama ini tak serius dipikirkan, baik oleh eksekutif maupun legislatif, serta semua pihak yang berkepentingan dengan bidang ini. Padahal kebudayaan punya peran penting untuk pembentukan karakter dan identitas bangsa. Kita selama ini lalai. Hari ini (Senin), Dinas Kebudayaan sudah berdiri sendiri. Tinggal tugas kita mengisinya dengan baik dan sungguh-sungguh. Di sini tantangan beratnya," kata Shofwan Karim.
Terkait dengan kehadiran Dinas Kebudayaan ini, sebagai Ketua Pansus, Aristo Munandar, mantan Bupati Agam dua periode ini, meminta agar dinas baru ini dikawal dengan baik, dan benar-benar bisa mengisi kekosongan yang selama ini dikeluhkan budayawan dan seniman.
"Pertemuan bersama dengan budayawan dan seniman serta para aktivis budaya ini sangat besar artinya bagi pansus dan DPRD Sumbar. Ini jadi landasan kuat bagi kami untuk mengesahkan SOTK baru ini dalam sidang paripurna nanti. Jadi, kami harap kita bersama mau bekerja keras untuk mengisi dan membawa dinas ini mampu membangun karakter bangsa, khusus generasi muda," kata Aristo Munandar.
Kendati SOTK baru ini sudah di depan mata, namun untuk penamaan dinas ini sempat mencuat dalam pertemuan itu.
Dinas Kebudayaan dan Adat
Hendra Irwan Rahim, meminta kehadiran Dinas Kebudayaan ini, harus berbeda dengan dinas-dinas kebudayaan di provinsi lain. Hendra mengusulkan agar adat Minangkabau secara khusus dimasukkan ke dalam lingkup kerja dinas ini. Untuk itu, ia usulkan nama dinas ini Dinas Kebudayaan dan Adat.
"Kita meminta ada yang spesifik untuk penamaan dinas ini. Ada khasnya. Berbeda dengan yang lainnya. Misalnya diberi nama Dinas Kebudayaan dan Adat. Adat di sini ditekankan pada adat Minangkabau. Jika menyebut "adat" ada emosional dalam diri kita yang melekat di sana. Ini cuma pemikiran saya," ucap Hendra Irwan Rahim.
Usulan ini direspons positif oleh Raudha Thaib. "Saya setuju dengan penambahan nama dalam dinas baru ini. Kendati kebudayaan itu sudah ada "adat" di dalamnya, tetapi ini memperlihatkan ketegasan kita tentang adat Minangkabau."
Menurut Yang Dipertuan Gadih Pagaruyung keturunan ke-33 Kerajaan Pagaruyung ini, penekanan pada adat Minangkabau, menjadi sangat mendesak kerena kondisi hari ini adat Minangkabau terus tersingkir dari perilaku dan karakter orang Minangkabau.
"Jadi menurut saya, apa yang diusulkan Ketua tadi, saya setuju. Ini penting. Kehadiran dinas baru ini merupakan momentum kita untuk menyelamatkan adat Minangkabau," tegasnya.
Perdebatan yang bernuasa kekeluargaan ini terus berkembang secara dialektis yang diselingi dengan guyonan khas "orang awak" saat berkumpul.
Gusti Asnan secara terbuka menolak penambahan nama dinas ini dengan satu diksi "adat". Menurut alumnus program doktoral di Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Bremen Jerman ini, penambahan "adat" itu dicemaskan akan memunculkan resistensi atau "perlawanan" dari etnis-etnis lainnya yang kini hidup harmonis di Sumatera Barat.
"Saya melihatnya dari kerangka besar negara kesatuan Republik Indonesia. Dan jika "adat" dilekatkan pada nama dinas baru itu dengan tekanannya Minangkabau, maka menurut saya ini akan memicu benih-benih pemisahan diri kabupaten lain, misalnya, Kabupaten Kepulauan Mentawai itu," terangnya. "Saya sarankan tetap dengan nama Dinas Kebudayaan. Untuk "adat Minangkabau" bisa dimasukkan dalam salah satu bidang di struktur dinas ini."
Argumen pakar bahari Pantai Barat Sumatera ini, diamini Darman Moenir dan Yulizal Yunus.
"Jadi tetap namanya Dinas Kebudayaan," kata Darman Moenir.
Sementara, Sudarmoko, pengajar di FIB Unand yang kini sedang menuntaskan program doktoralnya di Universitas Leiden Belanfan, menyambut hadirnya Dinas Kebudayaan ini, tetapi sekaligus ini tantangan berat terhadap Unit Pelaksana Teknis Daereh di dinas ini, yaitu Taman Budaya Sumatera Barat dan Museum Nagari Sumatera Barat, serta lembaga non pemerintah atau komunitas budaya.
"Dalam perjalanannya nanti, UPTD Museum dan Tambud akan tetap jadi UPTD atau juga bisa jadi bidang atau seksi. Yang jelas ada dalam struktur organisasi. Aspirasi masyarakat entah apakah bisa diwakilkan dalam program yang ada. Harapan besar tentu pada lembaga non pemerintah, apakah DKSB, Komunitas, dan ormas. Mumpung masih pada tahap awalan, mekanisme ini harus diatur dengan baik," kata pendiri Komunitas Ruang Kerja Budaya ini.
Menurutnya, jika sebagai sebuah dinas tersendiri, kebudayaan akan lebih leluasa bergerak. Tapi kebudayaan memiliki karakter yang rumit ketika diurus secara formal. Karena itu diperlukan orang-orang yang mengerti betul lapangan kebudayaan jika ingin proses dan hasil yang maksimal.
"Ini seperti sebuah langkah politik yang menarik dicermati dari Gubernur Irwan Prayitno yang mengusulkan pemisahan. Dan itu disetujui oleh DPRD Sumbar. Saya kira pantas diapresiasi," tambah Sudarmoko, yang belakangan ini menaruh perhatian pada lembaga-lembaga dan komunitas budaya di Sumbar.
Konferensi Pers
Usai pertemuan, para budayawan dan seniman menggelar jumpa pers di gedung DPRD Sumbar. Mereka menjelaskan dan mengapreasiasi keputusan DPRD Sumatera Barat, terutama pansus yang telah memutuskan dan menyetujui bendirinya Dinas Kebudayaan Provinsi Sumatera Barat.
Budayawan dan seniman mengelar konferensi pers atas disetujuinya Dinas Kebudayaan Provinsi Sumatera Barat berdiri sendiri oleh DPRD
"Kami sangat apresiatif dan respek terhadap persetujuan DPRD Sumbar atas hadirnya SOTK baru di lingkungan Pemerintah Provinsi Sumatera Barat, yakni Dinas Kebudayaan. Sekarang tugas kita bersama menjaganya. Kita tinggal menunggu pengesahannya di sidang paripurna yang akan digelar pekan ini. Dan selanjutnya persetujuan dari Mendagri," kata Shofwan Karim di depan wartawan yang dari media cetak, daring, dan elektronik.
Hari ini, lima komisi di DPRD Sumbat akan menggelar rapat hasil termasuk dengan kehadiran SOTK baru ini. "Rapat komisi Ini persetujuan formalitas saja," kata Hidayat, dari Komisi V Fraksi Gerindra. (NA)