
PLTA Maninjau
Agam, sumbarsatu.com—Semenjak didirikan, pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Danau Maninjau menimbulkan berbagai perubahan terhadap lingkungan selingkar Danau Maninjau yang terletak di Kecamatan Tanjung Raya, Kabupaten Agam, Sumatera Barat. Penyebabnya, karena pengelolaan lingkungan yang kurang memadai dari pihak PLTA itu sendiri.
Ketua Forum Masyarakat Adat Salingka Danau Maninjau, Idham Rajo Bintang mengatakan, ketika musim hujan, pihak PLTA Maninjau melakukan penabungan air. Akibat dari penabungan air, puluhan hektare lahan pertanian terancam kering dan alat penangkap ikanpun ikut terancam sehingga membuat pemukiman masyarakat terendam. Selain berdampak terhadap ekonomi masyarakat, kenaikan air juga merusak jalan dan merobohkan pohon-pohon tanaman di sepanjang aliran sungai.
Pada saat musim kemarau, pihak PLTA menguras air danau sampai ke tingkat kritis. Akibat dari pengurasan tersebut, di sepanjang Danau Maninjau terjadi pengikisan dan abrasi yang mengancam terhadap bangunan dan lahan pertanian.
“Penurunan air danau juga mengganggu perkembangan ikan dan biota danau lainnya Perubahan konstruksi pembuangan air Danau Maninjau di Nagari Koto Malintang dari kondisi alami, telah mengakibatkan sampah-sampah yang masuk ke danau tak dapat hanyut dan akhirnya membusuk di dasar danau serta terjadinya pengendapan sedimen. Danau menjadi keruh dan berbau busuk. Perubahan air danau yang tadinya bersih dan alami selain mengganggu kebutuhan untuk keperluan sehari hari masyarakat terhadap air, juga sangat berpengaruh pada kunjungan wisata ke Danau Maminjau,” kata Idham Rajo Bintang kepada sumbarsatu.com, Senin (16/2/2015).
Idham Rajo Bintang menjelaskan, pengambilan air melalui intake PLTA Maninjau, mengakibatkan terjadinya perubahan sirkulasi air yang berbeda dan menaikkan belerang dari dasar danau sehingga sering terjadi keracunan ikan. Ini salah satu yang menyebabkan punahnya beberapa jenis ikan dan biota danau lainnya.
Selain itu, sepanjang Jorong Muko-Muko Nagari Koto Malintang saat ini dipenuhi sampah baik organik maupun non organik. Dampak lainnya, jebolnya saringan air di intake PLTA Maninjau, yang berakibat ikan-ikan danau yang nota bene sumber mata pencarian masyarakat terancam.
“Semenjak pembangunan PLTA Maninjau, terjadi perubahan di perairan danau. Seperti air danau sudah busuk dan berwarna, fluktuasi elevasi danau terlalu tajam, sawah masyarakat di pinggiran danau mengalami kekeringan,” katanya.
Selain itu, keberadaan PLTA membuat jenis ikan khas danau hilang, seperti ikan puyu, satuak, mingkia dan kulari. Juga jenis ikan garing, asang, tilam, baung, turiak, kalai, buntal, kiung dan udang.
Menurutnya, lingkungan yang sehat dan baik merupakan hak asasi setiap warga Negara Indonesia sesuai dengan amanat Pasal 28H Undang-Undang Dasar 1945, maka masyarakat Salingka Danau Maninjau berhak untuk mendapatkan lingkungan yang sehat dan baik sebagai warga negara Indonesia.
Bahwa berdasarkan Pasal 24 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang sumber daya air menyatakan setiap orang atau badan usaha dilarang melakukan kegiatan yang mengakibatkan rusaknya sumber air dan prasarananya, mengganggu upaya pengawetan air dan atau mangakibatkan pencemaran air". Dalam hal ini PLTA Maninjau telah melakukan pencemaran air danau.
"Namun dalam hal ini PLTA Maninjau dalam mendayagunakan air danau harus memperhatikan fungsi sosial dan pemanfaatan air bagi masyarakat selingka Danau Maninjau dengan membayar biaya jasa pengelolaan sumber daya air danau,” terangnya
Menurut Rajo Bintang, berdasarkan Pasal 50 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air menyatakan, setiap perbuatan melanggar hukum berupa pencemaran dan atau perusakan lingkungan hidup yang mengakibatkan kerugian pada orang lain atau lingkungan hidup, mewajibkan penanggung jawab usaha atau kegiatan untuk membayar ganti rugi dan atau melakukan tindakan tertentu," katanya. (SSC)