
Puluhan ton iIkan keramba di Danau Singkarak mati mendadak (Singgalang)
Danau Singkarak, sumbarsatu.com—Kematian ikan karamba secara mendadak ternyata bukan saja terjadi di Danau Maninjau. Hal serupa dialami peternak ikan jala apung di Danau Singkarak.
Puluhan ton ikan keramba yang dibudidayakan masyarakat di Danau Singkarak tiba-tiba mati. Peristiwa yang menimbulkan kerugian mencapai miliaran rupiah itu terjadi sejak Rabu (11/2) dini hari kemarin. Harian Singgalang melaporkan, sejauh ini belum diketahui penyebabnya mati massal ikan-ikan tersebut. Masyarakat petani ikan ini pun terpukul.
Dari pantauan di lapangan, ikan karamba yang mati mendadak itu terjadi di kawasan Nagari Singkarak dan Saniang Baka, Kecamatan Singkarak, Kabupaten Solok. Diduga penyebab matinya ikan di danau yang memiliki pesona wisata ini lantaran tercemar. Tetapi belum ada keterangan pasti soal kenapa air danau menjadi bumerang bagi ekosistem setempat.
“Dalam sebulan terakhir, sudah dua kali kejadian serupa terjadi,” ungkap tokoh pemuda Singkarak, Zulkifli.
Masyarakat menduga selain akibat gesekan lempengan bawah bumi yang menimbulkan belerang, juga akibat banyaknya sampah yang bertebaran di dalam danau. Biasanya ketika air besar, sampah kiriman dari Batang Lembang, hanyut ke muara, yakni Danau Singkarak, terus ke Batang Ombilin. Tetapi kali ini diperkirakan ratusan ton sampah tersekat di danau yang biasanya menjadi destinasi wisata.
Novrizal (36), seorang petani ikan di Singkarak memastikan akibat bencana ini ia menelan kerugian Rp32 juta. Dengan volume usaha sebanyak 1,5 ton, ketika panen biasanya bisa menjual ikan jenis gurame dan mas seharga Rp28.000/Kg.
“Tetapi pagi tadi, lebih satu ton ikan peliharaan saya harus dibongkar karena pusing. Saya terpaksa menjual murah,” ujar Novrizal.
Tak terkecuali ikan keramba, semua jenis ikan asli danau mati mendadak. Jenis ikan bilih, udang, rinuak bahkan buntal, ikut mengapung di permukaan air. Kejadian ini diduga akibat fenomena alam yang bersumber dari Gunung Marapi.
Heri (40), seorang petani keramba di kawasan Puruak Saniang Baka, ikut risau. Betapa tidak, 3 ton ikan nila dan mas yang dipelihara dalam 14 keramba, harus dibongkar sebelum waktunya. Pihaknya mengalami kerugian sekitar Rp924 juta dengan estimasi harga jual Rp28.000/Kg.
Sementara Juprizal, petani ikan lainnya di Saniang Baka, menyebutkan kerugian yang dialami sebesar Rp230 juta. Semua ikan peliharaannya mengalami mabuk dan melayang di permukaan air.
Sejauh ini, masyarakat di masing-masing nagari yang melakukan aktivitas memelihara ikan keramba, turun ke danau menyelamatkan usahanya. Sementara warga lainnya ramai-ramai menangkap udang dan ikan bilih.
Untuk menghindari rugi besar, petani berusaha menyelamatkan ikan yang masih dalam kondisi pusing atau melayang-layang. Mereka membongkar keramba dan menjual dengan harga miring. Bila biasanya harga jual ikan nila seharga Rp28.000, mereka terpaksa menjual dengan harga Rp10.000/kg. “Ikan masih layak konsumsi karena hanya mengalami pusing. Kita menjualnya kepada pedagang pengumpul atau langsung ke pasar Solok,” ulas Novrizal.
Langkah tersebut dilakukan karena petani ikan keramba dibebani tunggakan utang di bank yang harus dicicil. Karena musibah itu, sekaligus petani berharap pihak bank memberi fasilitas keringanan.
Menanggapi peristiwa ini, Kepala Dinas Perikanan Kab. Solok, Fakhri mengaku telah menugaskan sejumlah staf teknis untuk melakukan pemantauan memnyangkut ekosistim danau.
Pihaknya bakal melakukan evaluasi dari rangkaian musibah yang terjadi, sehingga nanti dikeluarkan resume untuk direkomendasikan sebagai pencegahan pencemaran danau.
“Kita mengevaluasi kejadian ini. Kalau merusak ekosistem secara berkelanjutan, kita hanya bisa mengeluarkan imbauan kepada petani agar menjaga musim,” ucap Fakhri di Arosuka, kemarin.
Bupati Solok Syamsu Rahim mengingatkan masyarakat yang mencari ikan di danau supaya mewaspadai kemungkinan terjadinya bakteri penyakit. Meski banyak ikan danau yang mudah ditangkap, tetapi diminta hati-hati juga dalam segi kesehatan.
“Kita menganjurkan petugas Dinas Kesehatan ikut memantau kejadian ini dan mengawasinya,” kata Syamsu Rahim.
Pihaknya juga meminta Dinas Energi dan Pertambangan, Lingkungan Hidup serta Dinas Perikanan agar proaktif melakukan pengawasan terhadap gejala alam. Kewaspadaan dianggap penting karena menimbulkan pencemaran lingkungan danau.
“Jan lah keramba-keramba pulo, lah berang inyiak nan punyo danau. Kajadi Maninjau pulo danau wak ko? Indak asi saran pemerintah tu doh, barantilah lai,” kata seorang tetua di sana. (SSC)