"Ganggam Tari Kontemporer 3", Tambud Sumbar Tampilkan Enam Koreografer Muda

Minggu, 07/09/2025 11:52 WIB

 

Padang, sumbarsatu.com — Taman Budaya Sumatera Barat kembali membuka ruang ekspresi bagi seniman muda melalui ajang Festival Tari 2025 "Ganggam Tari Kontemporer 3" yang digelar selama dua hari 6–7 September 2025 di Lantai 4 Dinas Kebudayaan.

Sebanyak enam koreografer muda terpilih menampilkan karya mereka setelah melalui proses seleksi dari workshop tari yang diikuti 25 peserta.

Kepala Taman Budaya Sumbar, M. Devid, menyebut kegiatan ini merupakan bagian dari program pembinaan UPTD Taman Budaya Sumbar terhadap kesenian tari.

Dengan mengusung tema “Ruang dan Waktu dalam Ingatan Kolektif Minangkabau,” perhelatan tersebut diharapkan mampu memperkaya khazanah seni pertunjukan di Ranah Minangkabau.

“Melalui kegiatan ini, kami berkomitmen memberikan ruang bagi koreografer muda Sumbar untuk terus berkarya, berinovasi, serta melahirkan tafsir baru atas tradisi dalam konteks kekinian,” ujar Devid, saat pembukaan pada Sabtu (6/9/2025).

Menurutnya, tema “ruang” tidak hanya dimaknai sebagai wilayah geografis Minangkabau, tetapi juga ruang spiritual, psikologis, hingga imajinasi. Sementara itu, “waktu” ditafsirkan sebagai perjalanan sejarah, siklus kehidupan, bahkan sesuatu yang kabur seperti dalam mimpi dan ingatan.

Tiga Karya di Hari Pertama

Pada hari pertama, tiga koreografer muda tampil dengan karya masing-masing. Yuni Pratiwi membuka panggung dengan karya “Maniti Golok.” Dibawakan oleh empat penari, tarian ini menggambarkan perjalanan hidup yang penuh tantangan. Gerakan perlahan di atas kayu sempit merepresentasikan pesan bahwa setiap langkah sulit dapat dilalui dengan ketekunan hingga mencapai tujuan.

Pertunjukan berikutnya ditampilkan Muhammad Fadhlan Dhaifullah lewat karya “Antara Aku dan Aku.” Ditarikan lima penari, karya ini memvisualisasikan pergulatan batin tentang pilihan hidup, konsekuensi, luka, dan upaya bertahan. Gerakan yang kontras memperlihatkan pertarungan antara jatuh, tumbuh, dan bertahan tanpa perubahan.

Sebagai penutup malam pertama, Alsafitro menghadirkan karya “Diam Adalah Siksa.” Enam penari tampil dengan tubuh terbungkus plastik, melambangkan perasaan terpendam yang sulit diungkapkan dengan kata-kata. Karya ini terinspirasi dari pituah Minangkabau “bialah rabab nan manyampaian,” sebuah ungkapan tentang bagaimana rasa terdalam mencari jalannya melalui medium lain.

Berlanjut ke Hari Kedua

Pertunjukan berlanjut pada hari kedua Minggu (7/9/2025) dengan tiga karya lainnya, yang akan memperlihatkan beragam interpretasi para koreografer muda terhadap tema ruang dan waktu dalam ingatan kolektif Minangkabau.

“Kegiatan ini sejalan dengan program strategis Manajemen Talenta Nasional (MTN) Seni Budaya yang dicanangkan Kementerian Kebudayaan. Program ini dilaksanakan Taman Budaya Sumbar dalam bentuk pembinaan talenta seni budaya secara komprehensif, mulai dari pelatihan (workshop), pendampingan produksi karya, hingga presentasi karya berupa festival,” terang Devid. ssc/rel



BACA JUGA