
Padang, sumbarsatu.com– Pekan Nan Tumpah (PNT) 2025 memasuki hari ketiga penyelenggaraan. Antusiasme penonton masih tinggi dan belum menunjukkan tanda-tanda penurunan. Target maksimal 1.000 tiket registrasi per hari selalu terlampaui, sebagaimana tercatat dalam data yang dibagikan melalui akun Instagram resmi Pekan Nan Tumpah.
Pada hari kedua, rangkaian agenda dimulai pukul 10.00 WIB dengan diskusi buku dan pelatihan menulis bersama Ikhwanul Arif dan Irman Syahl.
Pelatihan ini merupakan kelanjutan dari hari pertama, diikuti 10 siswa sekolah yang dipilih berdasarkan minat. Kegiatan ini menjadi ruang belajar untuk menyusun gagasan secara sistematis sekaligus melatih keberanian menyampaikannya dalam bentuk tulisan.
Setelah itu, berlangsung pelatihan sablon paten oleh “Sumatera Sablon Sindikat” dengan mentor Indonesiasia Apparel, beriringan dengan diskusi seni bersama Afrizal Malna dan Edy Utama yang membahas keterkaitan tema PNT 2025 dengan karya-karya yang hadir.
Pukul 16.00 WIB, panggung eksibisi dibuka dengan penampilan Sinuruk Mattaoi yang mengangkat cerita rakyat asal-usul pohon sagu menggunakan bahasa daerah, dipadukan dengan tari tradisi Turuk Langgai. Pertunjukan dilanjutkan dengan tari “Gemulai Harmoni Nusantara” dari SMK Negeri 4 Sijunjung dan ditutup dengan “Tari Hoyak Badarai” oleh SMA Negeri 9 Padang.
Malam harinya, pertunjukan seni diawali oleh Muhammad Giffary (ApiApi) dengan karya berjudul Gala Resonant. Pertunjukan ini mengeksplorasi hubungan antara bunyi, tradisi, dan teknologi dalam seni suara kontemporer dengan menjadikan pupuik gadang sebagai sumber material bunyi sekaligus simbol yang diolah secara eksperimental.
Selanjutnya, Komunitas Payung Sumatera menampilkan karya KM 0 yang menyimbolkan awal perjalanan. Pertunjukan yang disutradarai Fabio Yuda dengan penata gerak Venny Rosalina ini menggunakan tubuh sebagai peta perjalanan hidup, menggambarkan pergulatan antara dorongan eksternal dan panggilan batin terdalam. Gerak, bunyi, serta kostum menjadi simbol beban yang menyertai manusia sepanjang hidup.
Penutup hari kedua adalah pertunjukan Arung Wardhana berjudul Chaos: Metode Riset Artistik dan Autobiografi dalam Performa yang Terus Menerus Kandas. Berbeda dari pertunjukan biasanya, karya ini dimulai tanpa aba-aba. Usai menonton KM 0, penonton diajak menulis peta dan keinginannya masing-masing di atas spanduk yang digelar di jalan keluar. Dalam proses itu, penonton menjadi bagian dari performa sambil Arung melakukan sejumlah aksi artistik.
Memasuki hari ketiga, agenda dibuka pukul 10.00 WIB dengan pameran reguler, kemudian pelatihan Melukis di Media Terserah bersama Silo Tigo, serta tur kuratorial pukul 13.30 WIB. Diskusi seni bersama Iswandi dan Albert Rahman Putra berlangsung pada pukul 14.00 WIB.
Pertunjukan eksibisi sore hari akan diisi Parade Marching Band dari SMK Penerbangan Nusantara dan pertunjukan Katumbak oleh Katumbak Anak Abak. Setelah istirahat, pukul 19.00 WIB dijadwalkan pemutaran film.
Adapun pertunjukan seni malam hari menghadirkan karya Dalam Lingkaran Gelap oleh Galanggang Dance serta Perempatan Perempuan oleh Indonesia Performance Syndicate (IPS). ssc/ivan