
Pasbar, sumbarsatu.com—Suasana tenang di tepi Sungai Batang Timah, Nagari Bandua Balai, Kecamatan Kinali, Kabupaten Pasaman Barat, kini berubah menjadi penuh kekhawatiran.
Masyarakat yang sejak lama menggantungkan hidup dari perkebunan sawit di Kapundung Bawah merasa terancam oleh rencana penambangan galian C yang digarap sebuah perusahaan, CV JJS.
Bagi warga, Sungai Batang Timah bukan sekadar aliran air. Ia adalah penopang kehidupan, sumber irigasi kebun, dan bagian dari ekosistem yang menjaga keseimbangan alam di sekitar permukiman.
Karena itu, ketika kabar masuknya perusahaan tambang galian C mencuat pada April 2025, keresahan segera menyebar.
Perwakilan warga, Joni, Arialdi, dan Saparuddin, menegaskan bahwa upaya penolakan sudah dilakukan sejak Mei 2025.
Pada 23 Mei, petani Kapundung Bawah melayangkan surat resmi kepada Bupati Pasaman Barat, menegaskan keberatan mereka.
Namun, keesokan harinya kabar lain muncul: alat berat perusahaan mulai bergerak menuju lokasi tambang.
Senin, 16 Juni 2025, warga spontan melakukan aksi penyetopan di jalan Padang Kuranji–Kapundung. Aksi itu berhasil menghentikan alat berat, tapi kecemasan belum surut.
“Kalau tambang ini jadi, kebun kami habis, sungai rusak, dan kampung bisa hilang tergerus banjir,” ujar Joni yang diamini masyarakat lain, saat puluhan warga bersama pihak kepolisian mendatangi lokasi rencana tambang galian C, Selasa lalu.
Sebelumnya, musyawarah yang dihadiri niniak mamak, wali nagari, tokoh pemuda, dan Bamus Nagari juga berakhir dengan keputusan bulat: menolak. Penolakan warga tak berhenti di tingkat nagari.
Pada 26 Juni 2025, mereka diundang ke DPRD Pasaman Barat. Rapat gabungan komisi menghasilkan rekomendasi keras, yakni meminta Pemerintah Provinsi Sumatera Barat meninjau ulang izin yang sudah dikeluarkan.
“Ini bukan sekadar soal tambang, tapi soal keberlangsungan hidup masyarakat. Sawit adalah sumber ekonomi utama. Kalau rusak, warga kehilangan segalanya,” tegas Joni.
Joni menegaskan, warga sudah menguraikan sederet alasan penolakan. Mulai dari ketiadaan musyawarah dengan masyarakat, potensi kerusakan ekosistem sungai, hingga ancaman erosi besar saat musim penghujan.
Daerah aliran Sungai Batang Timah memiliki topografi datar dengan material lunak berupa pasir dan sirtu. Kondisi ini membuat aliran sungai sangat rawan abrasi.
Apalagi, jika tambang dibuka, air banjir mudah berpindah jalur, menyeret tanah, dan bahkan mengancam dua kampung, yakni Kampung Palang dan Gunung Sangkua.
“Kesepakatan dengan warga tidak pernah ada. Kalau ada yang mengaku sudah dapat persetujuan, kami nyatakan itu palsu,” tegasnya.
Meski berbagai langkah sudah ditempuh, hingga pertengahan Juli 2025 masyarakat Kapundung Bawah mengaku belum mendapat solusi.
Sementara itu, pihak perusahaan disebut tetap berusaha melanjutkan rencana penambangan.
Warga kini menggantungkan harapan kepada Gubernur Sumatera Barat. Mereka meminta izin yang sudah keluar dicabut sebelum kerusakan benar-benar terjadi.
“Selama ini perkebunan sawit menjadi satu-satunya sumber ekonomi kami. Kalau tambang dipaksakan, yang ada hanya kehancuran. Kami mohon pemerintah berpihak pada rakyat,” tulis Ari Aldi dan Saparuddin, perwakilan masyarakat, dalam surat resmi tertanggal 20 Juli 2025.
Sementara itu, hingga berita ini diturunkan, Sumbarsatu.com belum berhasil mengonfirmasi pihak perusahaan CV JJS. Saat tim mencoba mendatangi lokasi, perwakilan perusahaan tidak berhasil ditemui. ssc/nir