
Jakarta, sumbarsatu.com— Pemerintah terus memperkuat kebijakan efisiensi dan optimalisasi anggaran dalam rangka menjamin efektivitas belanja negara. Salah satu langkah strategis yang diambil adalah penetapan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 32 Tahun 2025 tentang Standar Biaya Masukan (SBM) untuk Tahun Anggaran 2026.
Peraturan ini ditetapkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada 14 Mei 2025 dan diundangkan pada 20 Mei 2025.
SBM merupakan instrumen yang secara rutin ditinjau dan disesuaikan untuk mencerminkan kondisi riil pasar, tanpa mengabaikan efektivitas pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Dalam media briefing di Jakarta, Senin (2/6/2025), Direktur Sistem Penganggaran Direktorat Jenderal Anggaran, Lisbon Sirait, menyatakan bahwa penyusunan SBM 2026 tetap berpegang pada prinsip efisiensi anggaran, namun dengan menjaga agar output kegiatan tetap tercapai secara optimal.
Menurutnya, standar biaya yang ditetapkan dirancang untuk tidak membebani anggaran secara berlebihan, namun tetap memadai guna menjalankan kegiatan-kegiatan pemerintah secara efektif.
Standar biaya ini akan menjadi acuan bagi seluruh Kementerian dan Lembaga dalam merencanakan serta melaksanakan anggaran. Tidak hanya fokus pada hasil akhir atau output, penyusunan SBM juga menekankan pentingnya efisiensi dari sisi input, sehingga proses perencanaan anggaran semakin rasional dan berkualitas.
Kebijakan SBM 2026 memuat sejumlah penyesuaian dan perubahan dibandingkan tahun sebelumnya. Beberapa satuan biaya yang sebelumnya digunakan kini dihapus, antara lain satuan biaya komunikasi yang semula digunakan dalam konteks pandemi Covid-19. Penghapusan ini dilakukan karena status pandemi telah berakhir dan kebijakan tersebut dianggap tidak lagi relevan.
Selain itu, uang harian untuk rapat full day juga dihapuskan, setelah sebelumnya uang harian rapat half day dihapus sejak tahun anggaran 2025. Kini, rapat di luar kantor hanya diperbolehkan untuk keperluan yang sangat penting dan melibatkan koordinasi intensif antarinstansi atau masyarakat. Pelaksanaannya pun diutamakan secara daring dan menggunakan fasilitas milik negara.
Dalam hal penyesuaian besaran biaya, terdapat penyederhanaan dan penurunan pada beberapa komponen. Honorarium pengelola keuangan, termasuk untuk penanggung jawab, pengadaan barang dan jasa, serta pengelola penerima Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), diturunkan hingga 38 persen dari satuan biaya tertinggi sebelumnya.
Demikian pula, biaya transportasi lokal, seperti perjalanan dari dan ke bandara, pelabuhan, stasiun, atau terminal, serta transportasi di wilayah Jabodetabek, mengalami penurunan rata-rata sebesar 10 persen. Pembayarannya kini dilakukan secara lumpsum.
Meski terdapat sejumlah penghapusan dan penurunan, SBM 2026 juga memperkenalkan satuan biaya baru, yaitu uang harian bagi mahasiswa magang. Satuan biaya ini dapat diberikan kepada mahasiswa program S-1 atau D-IV yang mengikuti program magang wajib di Kementerian atau Lembaga, dengan persyaratan tertentu.
Penambahan ini diharapkan dapat mendukung program pendidikan nasional dan meningkatkan kesiapan sumber daya manusia Indonesia dalam memasuki dunia kerja.
Seluruh penyesuaian besaran satuan biaya dalam SBM 2026 disusun berdasarkan hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS), dengan mempertimbangkan pergerakan harga dan kebutuhan riil di lapangan.
Penyesuaian mencakup biaya rapat, transportasi antardaerah (darat, laut, dan udara), serta berbagai kebutuhan seperti sewa, pemeliharaan gedung, dan kendaraan operasional.
Dengan kebijakan ini, Kementerian Keuangan berharap belanja pemerintah pusat dapat dilakukan secara lebih efisien, akuntabel, dan adaptif terhadap perubahan. SBM 2026 menjadi pijakan penting dalam mengawal kualitas belanja negara, demi mendukung pertumbuhan ekonomi yang sehat dan pembangunan yang berkelanjutan. ssc/mn