Jum'at, 07/03/2025 14:50 WIB

Refleksi Kepemimpinan Bupati 'Piaman' Anas Malik

OLEH Wiztian Yoetri (Wartawan Senior)

"Setiap orang ada masanya, setiap masa ada orangnya."

Kolonel Anas Malik diamanahkan memimpin Kabupaten Padang Pariaman selama dua periode, 1980–1985 dan 1985–1990. Saat itu, Kabupaten Kepulauan Mentawai belum terbentuk, begitu juga Kota Pariaman. Kedua daerah tersebut masih berada dalam wilayah Kabupaten Padang Pariaman.

Anas memimpin Padang Pariaman dengan gaya blusukan. Pagi hari, misalnya, ia berkeliling di Kota Pariaman dengan sepeda sambil mengontrol ketertiban, kebersihan, dan keindahan kota. Tak jarang terjadi interaksi langsung antara pemimpin dan warga, terutama bagi mereka yang masih membiarkan sampah berserakan di pekarangan rumah atau menjemur pakaian di depan rumah. Anas meminta agar sampah dibersihkan dan pakaian dijemur di bagian belakang, karena dianggap merusak pemandangan.

Pada awal kepemimpinannya, mantan Kepala Penerangan Laksusda Jakarta Raya ini melakukan penertiban terhadap Pantai Pariaman, yang kala itu menjadi tempat masyarakat membuang hajat. Melalui Peraturan Daerah, mereka yang kedapatan buang air besar di pantai akan dikenakan sanksi denda.

Namun, sebelum menerapkan aturan tersebut, Anas Malik terlebih dahulu menyiapkan fasilitas yang memadai. Ia membangun sejumlah WC umum dan membagikan rangka WC siap bangun secara gratis kepada masyarakat yang rumahnya belum memiliki fasilitas tersebut.

Langkah ini membuahkan hasil. Pantai Pariaman menjadi bersih dan dihijaukan dengan pohon Aru. Meski demikian, Anas tidak luput dari cemoohan masyarakat Piaman. "Jauh-jauh dari Jakarta jadi bupati, hanya untuk membereskan urang tacirik," demikian ejekan yang kerap ia dengar. Namun, hal tersebut tidak menggoyahkan semangatnya. Justru, kritik itu menjadi penyemangat bagi Anas, yang mendapat dukungan besar dari perantau Padang Pariaman.

Upaya penghijauan pantai yang digagas Anas juga melahirkan seorang tokoh Kalpataru bernama Zaini. Ia menghijaukan Pantai Pariaman, mulai dari Pantai Sunur hingga Pantai Gasan, yang kini dikenal sebagai objek wisata Pantai Aru Taba (Arta). Zaini juga sempat diminta oleh Wali Kota Padang, Syahrul Ujud, untuk menghijaukan kawasan kompleks Universitas Bung Hatta.

Dalam pemerintahannya, Anas Malik memulai dengan menata struktur birokrasi di kantor Bupati Padang Pariaman, dari tingkat camat hingga sekretaris daerah. Ia mengajak putra-putra terbaik daerah yang bertugas di tingkat provinsi dan kabupaten/kota di Sumatera Barat untuk kembali membangun Padang Pariaman, yang saat itu dianggap tertinggal dan tidak memiliki program unggulan.

Beberapa nama pejabat yang diajaknya antara lain Baharudin Chatib, Asdisyah, Jalaluddin Jakfar, Firdaus Amin, dan Martias Mahyudin. Langkah ini bukan berarti ia tidak percaya pada pejabat yang sudah ada, tetapi ia melihat adanya semangat yang perlu diperbaharui.

Salah satu strategi andalan Anas Malik adalah Manunggal Bhakti, sebuah program yang bertujuan untuk membuka akses daerah-daerah terisolasi. Saat itu, banyak wilayah di Padang Pariaman yang masih mengandalkan kuda beban sebagai alat transportasi, jalan-jalan yang tidak layak, serta jembatan yang belum tersedia.

Melalui Manunggal Bhakti, Anas menggerakkan tenaga TNI dan masyarakat untuk bekerja bersama membangun infrastruktur. Pemkab Padang Pariaman mendukung penuh program ini, yang menghasilkan pembangunan sejumlah jembatan dengan memanfaatkan batang kelapa serta pembukaan jalan baru sepanjang beberapa kilometer.

Kerja keras ini membuahkan hasil. Pada periode kedua kepemimpinannya, Padang Pariaman meraih penghargaan Pataka Parasamya Purna Nugraha, penghargaan tertinggi dari pemerintah pusat atas keberhasilan pembangunan daerah. Penghargaan ini diterima bersamaan dengan penghargaan serupa yang diraih oleh Provinsi Sumatera Barat, di bawah kepemimpinan Gubernur Ir. Azwar Anas.

Gaya Kepemimpinan yang Hands-On

Salah satu ciri khas kepemimpinan Anas Malik adalah menyelesaikan permasalahan langsung di lapangan. Jika ada irigasi yang rusak, jalan yang perlu diperlebar, atau saluran air yang tersumbat hingga menyebabkan banjir, Anas tidak segan turun tangan. Ia bahkan memindahkan kantor Bupati Padang Pariaman ke lokasi proyek hingga pekerjaan selesai.

Ia menerapkan sistem sato sakaki, di mana masyarakat turut serta dalam proses pembangunan, didukung oleh dinas terkait. Saat itu, Kepala Dinas PU adalah Mukhtar M, yang merupakan ayah dari Wali Kota Pariaman, Yota Balad.

Sebagai Ketua Umum PKDP Se-Dunia, Anas tidak hanya dikenal di kampung halaman, tetapi juga di kalangan perantau. Ia kerap berkeliling menemui masyarakat Padang Pariaman di berbagai daerah dan bahkan berperan sebagai "agen" perantau.

Sering kali, ia dititipi bantuan oleh perantau untuk mendukung pembangunan di kampung halaman, seperti pembangunan rumah ibadah, sekolah, dan program bedah rumah. Dengan peran ganda sebagai bupati masyarakat Padang Pariaman di ranah dan perantau di berbagai belahan dunia, Anas mampu menjembatani kebutuhan kedua pihak.

Anas Malik membangun Padang Pariaman dengan semangat mambangkik batang tarandam, mengusung filosofi:

  • Tangan urang Pariaman harus terampil.
  • Dada urang Pariaman senantiasa berdzikir.
  • Kepala urang Pariaman harus berpikir.

Selain membawa Padang Pariaman menjadi kabupaten nomor satu di Sumatera Barat, ia juga memberikan perhatian khusus pada pembangunan sumber daya manusia. Tanpa banyak publikasi, Anas berhasil mendirikan lima perguruan tinggi di Padang Pariaman, yaitu:

  1. Sekolah Tinggi Ekonomi Sumatera Barat (STE-SB)
  2. Akademi Koperasi Sumbar (AKOP)
  3. Akademi Pembangunan Pertanian (Apperta) Sumbar
  4. Sekolah Tinggi Tarbiyah (STT) Syekh Burhanuddin
  5. Akademi Perawat Pemda

Selain itu, ia juga mendirikan Sekolah Menengah Pekerja Sosial (SMPS) di Lubuk Alung.

"Perguruan tinggi dan sekolah-sekolah ini dibangun untuk memudahkan masyarakat Pariaman dalam menuntut ilmu dengan biaya terjangkau," ujar Anas Malik, putra Sungai Sariak Malai, Sungai Limau, yang menikah dengan Hajjah Juwita Anas dari Sungai Geringging. *

BACA JUGA