Efek Efesiensi Prabowo, PHK Massal di RRI-TVRI, AJI Indonesia: Memperburuk Kondisi Pers

Rabu, 12/02/2025 12:49 WIB

Jakarta, sumbarsatu.com– Keputusan Presiden Prabowo Subianto untuk memangkas anggaran kementerian dan lembaga melalui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 berdampak signifikan pada Radio Republik Indonesia (RRI) dan Televisi Republik Indonesia (TVRI).

Pemotongan anggaran operasional hingga hampir sepertiga dari pagu tahun ini menyebabkan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal dan berkurangnya produksi konten jurnalistik di dua lembaga penyiaran publik tersebut.

Juru Bicara RRI, Yonas Markus Tuhuleruw, menyebutkan, pemangkasan anggaran ini mengancam layanan media publik, termasuk di TVRI.

“Situasi ini menambah daftar panjang persoalan ketenagakerjaan di industri media massa, khususnya setelah era digitalisasim,” kata Yonas Markus Tuhuleruw dilansir dari situs AJI Indonesia, Rabu (12/2/2025).

Sementara itu, Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Nany Afrida menilai terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 1.000 jurnalis kontributor RRI dan TVRI telah memperburuk kondisi pers di Tanah Air. Menurutnya, ini akan semakin memperburuk kondisi kerja dan kualitas kinerja kedua media tersebut.

“Jurnalis dan reporter lapangan yang terkena PHK akan mengurangi kemampuan dua media ini dalam menyajikan informasi yang akurat dan berimbang bagi publik,” terang Nany Afrida.

Sebagai lembaga penyiaran publik, RRI dan TVRI memiliki peran strategis dalam menyediakan informasi, pendidikan, dan kontrol sosial, sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Keberadaannya juga menjadi sumber informasi utama bagi masyarakat di daerah terpencil.

“Tanpa RRI dan TVRI, banyak masyarakat di pedesaan akan kehilangan akses terhadap informasi yang benar. Ini membuka peluang bagi penyebaran informasi yang salah dan membahayakan,” kata Nany Afrida.

Menurutnya, di negara-negara maju seperti Jerman dan Inggris, media publik mendapatkan dukungan finansial yang memadai guna menjamin akses masyarakat terhadap informasi berkualitas. “Layanan informasi yang kredibel adalah bagian dari hak asasi manusia,” tambahnya.

AJI Indonesia merasa prihatin terhadap kondisi RRI dan TVRI saat ini yang merupakan imbas dari keputusan Presiden Prabowo Subianto yang berakibat pada pemotongan anggaran operasional di RRI dan TVRI hingga akhirnya terjadi PHK.

Ia melanjutkan, keputusan Prabowo melakukan pemangkasan anggaran belanja negara semestinya tidak bersifat pukul rata kepada semua kementerian atau lembaga. Bahkan, kata Nany, anggaran yang diterima oleh kedua media tersebut dari pemerintah sedari dulu sudah sangat minim.

“Pemerintah seharusnya tidak melakukan efisiensi anggaran untuk RRI dan TVRI. Selama ini anggaran untuk kedua lembaga ini cenderung kecil. Dan bahkan jurnalisnya dibayar rendah,” ucap Nany Afrida.

Ia mengatakan, dua media publik ini sebetulnya telah mengalami kondisi krisis manajemen sejak reformasi 1998. Malah, Nany menilai seharusnya pemerintah memberikan perhatian khusus dari sisi transformasi kelembagaan dan pendanaan terhadap dua media tersebut.

“Masih banyak masyarakat yang menggantungkan diri pada informasi dari TVRI dan RRI terutama di kawasan terpencil dan pedesaan. Tanpa layanan dari lembaga ini, bisa-bisa masyarakat akan kehilangan informasi,” ujarnya kembali.

Untuk itu, AJI Indonesia mengajukan sejumlah tuntutan kepada pemerintah dan manajemen RRI-TVRI, antara lain peninjauan kembali kebijakan pemangkasan anggaran dan mempertimbangkan kembali keputusan yang berdampak pada PHK massal kontributor RRI dan TVRI, mengingat peran vital mereka dalam penyampaian informasi kepada publik.

Selain itu, AJI menuntut kompensasi yang adil bagi pekerja yang terkena PHK serta dukungan dalam transisi ke pekerjaan lain dan transparansi dalam pengambilan Keputusan.

“Pemerintah dan manajemen RRI-TVRI diminta membuka proses pengambilan keputusan terkait pemangkasan anggaran dan PHK, serta melibatkan perwakilan pekerja dalam diskusi kebijakan dan meminta manajemen RRI dan TVRI untuk mempertimbangkan ulang kebijakan PHK massal demi menjaga kualitas dan akses informasi, terutama bagi masyarakat di wilayah terpencil,” tegas

Dalam jangka menengah, AJI Indonesia menilai bahwa RRI dan TVRI perlu menyusun peta jalan pendanaan yang tidak bergantung sepenuhnya pada anggaran negara. Sesuai UU No. 32/2002, sumber dana kedua media ini seharusnya berasal dari iuran publik, APBN/D, sumbangan masyarakat, dan sumber lain yang sah.

Dewan Pengawas RRI-TVRI diharapkan lebih aktif berdialog dengan masyarakat guna memperkuat dukungan dan meningkatkan kualitas konten layanan publik. “RRI dan TVRI bukan corong pemerintah. Media ini harus berdiri independen untuk melayani kepentingan masyarakat,” tegas Nany Afrida.

Keputusan efisiensi anggaran yang mengorbankan lembaga penyiaran publik dinilai sebagai langkah mundur dalam menjamin hak publik atas informasi. AJI Indonesia berharap pemerintah dapat segera mengevaluasi kebijakan ini demi kepentingan masyarakat luas. SSC/MN

 



BACA JUGA