Rabu, 11 September, Dirjen Kebudayaan Hilmar Farid Beri Kuliah Umum di Unand

Minggu, 08/09/2024 13:26 WIB

Padang, sumbarsatu.com—Tata kelola kebudayaan merupakan bagian penting dari upaya pemajuan kebudayaan. Objek pemajuan kebudayaan dan cagar budaya merupakan kekayaan budaya, yang sebagian besarnya merupakan warisan dan hasil dari proses kebudayaan yang berlangsung sejak nenek moyang kita, yang saat ini kita pelihara, praktikkan, kembangkan, dan akan kita wariskan kepada generasi berikutnya. Sementara berbagai karya budaya dan seni penciptaan baru juga terus dihasilkan sehingga memperkaya kebudayaan kita. 

Begitu tema utama yang akan diutarakan Hilmar Farid, Direktur Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi dalam kuliah umum Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas pada Rabu, 11 September 2024 di Convention Hall Unand.

Menurut Sudarmoko, ketua pelaksan kegiatan ini, kekayaan budaya itu perlu dan harus kita kelola dengan baik, melalui beragam strategi dan sarana yang memungkinkan. Tata kelola ini dapat dirumuskan melalui regulasi atau peraturan yang memberikan panduan bagi kita bersama untuk menata kebudayaan.

“Ancaman terhadap karya budaya dapat berupa kepunahan dan kehancuran, baik yang disebabkan oleh alam maupun manusia. Upaya-upaya pelindungan, pengembangan, pelestarian, dan pemanfaatan, perlu dilakukan secara maksimal. Dirjen Kebiudayaan akan menyoroti soal ini,” jata Sudarmoko kepada sumbarsatu, Minggu, 8 September 2024.

Dikatakannya, sumber daya manusia kebudayaan memiliki peran penting dalam tata kelola kebudayaan. Sumber daya manusia kebudayaan terdiri dari para seniman, budayawan, pengkaji, penggiat dan penggerak, lembaga dan institusi yang berkaitan dengan kebudayaan, termasuk kita para akademisi dan mahasiswa yang memiliki tugas untuk menjaga dan memajukan kebudayaan.

Unversitas Andalas, memiliki komitmen yang kuat dalam upaya pemajuan kebudayaan secara nasional dan regional.

Rektor Universitas Andalas, Efa Yonnedi, mengungkapkan bahwa nilai-nilai kearifan lokal, matrilineal, dan kebudayaan merupakan basis dari pengembangan keilmuan. Berbagai disiplin ilmu yang dikembangkan di Universitas Andalas tidak lepas dari dasar-dasar nilai budaya masyarakat.

“Budaya Minangkabau, misalnya, diajarkan di Fakultas Pertanian, Peternakan, dan Ekonomi, selain beberapa fakultas yang memang mengkaji kebudayaan dengan porsi yang lebih luas seperti Fakultas Ilmu Budaya, Ilmu Sosial dan Politik, serta Hukum,” jelas Efa Yonnedi.       

Fakultas Ilmu Budaya yang menjadi penyelenggara kegiatan studium generale ini, berkeinginan untuk memberikan dorongan kepada para civitas akademikanya untuk lebih mengembangkan berbagai inisiatif dalam merespons berbagai persoalan kebudayaan yang ada di masyarakat.

Dekan FIB Unand, Herwandi, menjelaskan bahwa melalui berbagai kajian yang dilakukan oleh para dosen di FIB Unand, sudah banyak memberikan kontribusi bagi pemajuan kebudayaan melalui diseminasi hasil penelitian yang telah dipublikasikan.

“Selain itu para akademisi FIB Unand terlibat dalam berbagai macam kegiatan yang terkait dengan kebudayaan, seperti tim ahli cagar budaya, warisan budaya, hingga festival budaya,” terang Herwandi.

Para mahasiswa di FIB Unand diberikan pengetahuan dan keterampilan dalam mengelola, meneliti, dan bekerja dalam berbagai bidang kebudayaan. Dengan program studi yang ada, FIB Unand memiliki keunggulan dalam kajian kebudayaan, mulai dari kajian sastra, bahasa, dan budaya Minangkabau, Indonesia, dan asing.

“Hasil dari proses belajar mengajar di bidang kebudayaan ini juga terlihat dari para alumninya yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia dan luar negeri, yang memiliki peran penting dalam pengembangan kebudayaan,” jelas Dekan FIB Unand ini.

Kuliah umum ini terbuka untuk umum, dengan mengundang para penggiat budaya, komunitas seni budaya, pemerintah daerah, dan akademisi, sehingga dapat menjadi salah satu ruang dalam menyebarluaskan informasi dan pengalaman baik dari implementasi Undang-undang No. 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan.

Berbagai inisiatif, strategi, program, dan data kebudayaan telah dihasilkan selama tujuh tahun sejak UU Pemajuan Kebudayaan ditetapkan.

“Sinergi dengan berbagai pihak seperti perguruan tinggi ini diharapkan dapat menghasilkan inisiatif baru dalam pemajuan kebudayaan. Perguruan tinggi memiliki potensi besar dalam hal kepakaran dan sumber daya manusia kebudayaan, yang diperlukan dalam mengelola kebudayaan,” tutup Sudarmoko. SSC/MN

Iklan

BACA JUGA