LBH PADANG
Padang, sumbarsatu.com—Sidang perdana gugatan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dilangsungkan secara daring melalui website Mahkamah Agung (e-court) dengan agenda Pembacaan gugatan dan putusan sela, pada Rabu, 31 Juli 2024.
Gugatan LBH Padang terkait tindakan administrasi KLHK yang tidak melakukan perbuatan konkret berupa pembekuan atau pencabutan izin lingkungan terhadap PT. PLN (Persero) Sektor Ombilin atau yang dikenal dengan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Ombilin sebagaimana Surat LBH Padang. Dalam perkembangannya, Majelis Hakim memberikan putusan sela yang memutuskan PT. PLN menjadi penggugat intervensi.
LBH Padang mengatakan, sudah enam tahun berjalannya sanksi paksaan pemerintah dari KLHK kepada PLTU Ombilin, Kota Sawahlunto, Provinsi Sumatera Barat diberlakukan namun masih belum sepenuhnya ditaati.
Ketidakpatuhan pihak PLTU Ombilin atas sanksi paksaan pemerintah tersebut berdampak pada terus terjadinya pencemaran dan pelanggaran. Guna memastikan penegakan hukum dan terjadinya keadilan bagi masyarakat terdampak dan lingkungan, LBH Padang melangsungkan sidang pertamanya.
Alfi Syukri selaku kuasa hukum menyampaikan gugatan yang dilakukan terhadap KLHK ini agar diperolehnya sebuah keadilan dan kepastian kepastian hukum serta dalam pemenuhan Hak Asasi Manusia (HAM), dalam hal ini “kami upayakan adalah mendorong penegakkan hukum di bidang lingkungan hidup, pemulihan hak atas lingkungan hidup dan perlindungan hak atas kesehatan masyarakat,”
Alfi Syukri, kuasa hukum LBH Padang menjelaskan, gugatan dilakukan karena LBH Padang telah aktif melakukan pemantauan atas sanksi yang diberikan kepada PLTU Ombilin sejak tahun 2019 hingga hari ini.
“Setelah mendapatkan sanksi pada tahun 2018 itu diduga telah terjadi lagi dugaan pelanggaran, sehingga kami membuat pengaduan. “Namun pengaduan yang kami buat tidak ditindaklanjuti dengan alasan PLTU Ombilin masih dalam proses pemenuhan sanksi. Jawaban pengaduan ini tanpa melakukan verifikasi terlebih dahulu sehingga upaya yang bisa dilakukan selanjutnya menggugat KLHK agar bertindak mencabut izin PLTU Ombilin,” kata Alfi Syukri, Kamis 1 Agustus 2024.
KLHK memberikan sanksi paksaan pemerintah dengan Nomor SK.5550/Menlhk-PHLHK/PPSA/GKM.0/8/2018 pada tanggal 28 Agustus 2018 berupa paksaan untuk melakukan melakukan (1) perubahan izin lingkungan, (2) memiliki izin pengelolaan limbah B3 untuk kegiatan pemanfaatan LB3 berupa FABA, (3) melengkapi kemasan LB3 dengan label LB3, (4) memperbaiki cerobong emisi diesel emergency dan fire fighting sesuai pertek, (5) melakukan pengukuran emisi sumber tidak bergerak terus menerus dalam kondisi rusak atau secara manual, (6) melakukan pengambilan sampel tanah untuk uji kesuburan, kualitas air tanah pada sumur uji, (7) melakukan pemulihan fungsi lingkungan hidup di 5 area.
Kementerian LHK telah memberikan waktu kepada PLTU Sektor Ombilin maksimal 180 hari untuk memenuhi kewajibannya sebagai pemegang izin usaha terkhusus berkaitan dengan lingkungan hidup sebagaimana ditetapkan dalam sanksi paksaan pemerintah.
Hingga saat PLTU Ombilin belum sepenuhnya menjalankan sanksi paksa pemerintah di antaranya belum melakukan pemulihan fungsi lingkungan hidup di daerah Guguak Rangguang, Desa Tumpuak Tangah; di daerah Tandikek Bawah, Desa Sijantang Koto.
“Bukan hanya itu, berdasarkan pemantauan LBH Padang PLTU Sektor Ombilin diduga melakukan pencemaran lingkungan hidup,” jelas Alfi Syukri.
Pencemaran udara dari cerobong emisi PLTU Ombilin yang terjadi setidak-tidaknya pada bulan Februari 2019, 17-19 Juli 2023, November 2019, pada tanggal 6 November 2022, pada tanggal 4 Mei 2023, dan 4 Juli 2023.
“Pelanggaran ini merupakan pengulangan pelanggaran yang sebelumnya telah dikenakan sanksi oleh pemerintah,” katanya.
Selaian itu, tambahnya, penumpukan abu sisa pembayaran yang masih menggunung di PLTU Ombilin dan bertebaran ke permukiman masyarakat Desa Sijantang Koto, masih terjadi hingga November 2019, pelanggaran ini merupakan pelanggaran yang berulang yang sebelumnya telah dikenakan sanksi paksa pemerintah
“Polusi abu dari truk pengangkut batubara dan abu batubara saat proses keluar masuk PLTU Ombilin,” tambahnya lagi.
Dugaan pelanggaran yang masif dilakukan dilakukan oleh PLTU Ombilin terlihat seakan KLHK tutup mata apalagi saat ini sanksi paksaan masih ada yang belum ditaati. Bahkan hasil pantauan di lapangan, kami menduga PLTU Ombilin melakukan pelanggaran yang berulang. Padahal KLHK memiliki kewenangan untuk melakukan pengawasan terhadap pengelolaan lingkungan terhadap izin yang diterbitkan.
Kondisi pelanggaran oleh aktivitas PLTU Ombilin berdampak pada lingkungan dan menciptakan situasi genting pada kesehatan masyarakat Sijantang Koto, Kecamatan Talawi, Kota Sawahlunto, Provinsi Sumatera Barat.
Data dari dua kali pemeriksaan kesehatan terhadap anak-anak SD 19 Sijantang Koto pada Desember tahun 2016 - Januari 2017 dengan kesimpulan pada bulan Januari menunjukkan lebih dari 50 murid kelas III dan IV mengalami gangguan fungsi paru.
Dari jumlah tersebut sebanyak 34 (76%) murid mengalami obstruksi ringan, dan 34 (76%) murid lainnya mengalami paru bronchitis kronis dan TB paru. Dari pemeriksaan itu juga ditemukan adanya hubungan penurunan fungsi paru dan kelainan pada foto toraks dengan jarak tempat tinggal yang paling dekat 1 km. Hal ini juga terjadi pada kondisi murid yang keluar rumah tanpa memakai masker.
Pada periode Desember tahun 2017 masyarakat di sekitar PLTU melakukan pengecekan kesehatan terhadap 53 orang murid kelas IV dan V dengan hasil 40 orang anak dalam kondisi fisik yang normal, 10 orang anak mengalami kondisi fisik abnormal. Analisis hasil foto toraks anak-anak SD tersebut terungkap bahwa 66% mereka sudah mengalami gangguan seperti bronchitis kronis dan TB paru.
Kegiatan pemeriksaan kesehatan yang ini dilakukan oleh dr. Ardianof, SpP dan dibantu oleh petugas kesehatan pengecekan kesehatan PLTU Ombilin bekerjasama dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
tim kuasa hukum menyampaikan bahwa KLHK seharusnya berpihak terhadap penyelamatan dan perlindungan serta masyarakat terdampak, sanksi KLHK harus dijalankan untuk memberikan kepastian hukum sesuai dengan asas perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup pada pasal 2 UU Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Tidak hanya kesehatan anak-anak, dalam data BPS Kota Sawahlunto, angka pengidap ISPA menjadi penyakit paling tinggi (nomor 1) di Kecamatan Talawi, Kota Sawahlunto pada tahun 2018. Dan dari tahun 2011 sampai Tahun 2022 selalu masuk pada sepuluh penyakit tertinggi orang yang berobat puskesmas Talawi.
Alfi Syukri menambahkan, paksaan pemerintah yang sudah lewat jangka waktunya pada bulan Maret 2019 dilakukan perpanjangan jangka waktu sanksi oleh KLHK perpanjangan sanksi sebanyak 2 kali.
Perpanjangan pertama tanggal 25 Oktober 2021 dengan jangka waktu sampai Desember 2022 namun tidak terlaksana juga sepenuhnya dan diberikan kesempatan perpanjangan waktu kembali.
Perpanjangan waktu pemenuhan sanksi ini merupakan salah satu bentuk keberpihakan KLHK yang tidak mencerminkan asas umum pemerintahan yang baik serta melanggar aturan perundang-undangan,“ jelasnya.
Adrizal yang juga kuasa hukum LBH Padang menambahkan, setelah menyampaikan upaya berupa pengaduan secara langsung dan melalui surat namun KLHK tidak menanggapi atau bertindak melakukan penegakkan hukum, seharusnya KLHK berperan aktif dalam melakukan pengawasan serta pemantauan untuk terjaminnya penegakan hukum dan keadilan di sektor lingkungan hidup.
“Bukan hanya itu atas tindakan KLHK yang tidak melakukan peningkatan sanksi kami memandang sebuah bentuk pelanggaran hukum dan pelanggaran asas-asas Umum Pemerintahan yang baik yang diduga dilakukan oleh KLHK atas permasalahan ini,” terang Adrizal.
Sejak tahun 2018 sebenarnya PLTU Ombilin sudah mendapatkan saksi paksa pemerintah serta mewajibkan PLTU Ombilin untuk melakukan perbaikan Lingkungan, hanya saja selama proses penerapan sanksi paksaan pemerintah yang diberikan kepada PLTU Ombilin tidak juga patuh dan serius terhadap saksi paksa pemerintah yang diberikan oleh KLHK.
Di sisi lain Kami memandang KLHK tidak tegas dalam melakukan pengawasan dan penegakan hukum yang dilakukan oleh PLTU Ombilin bahkan dengan tidak taatnya PLTU Ombilin terhadap saksi Paksa Pemerintah tetap saja KLHK melakukan perpanjang proses saksi sampai waktu yang tidak jelas padahal sebelumnya hanya selama 180 hari.
“Atas dasarnya inilah kami melakukan gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara terhadap KLHK dengan objek gugatan tindakan KLHK yang tidak melakukan perbuatan konkret berupa pembekuan atau pencabutan izin lingkungan terhadap PT PLN (Persero) Ombilin dengan harapan adanya pencabutan izin lingkungan PLTU Ombilin,” paparnya.
Sudah seharusnya KLHK melakukan sanksi yang tegas karena ada urgensi mencabut izin PLTU Ombilin yang berkaitan langsung dampaknya pada hak atas lingkungan hidup dan kesehatan masyarakat.SSC/REL