
aksi-emak-emak-demo-di-gedung-kepresidenan-yogyakarta-tolak-pemilu-curang-lMx7tQRycO
Jakarta, sumbarsatu.com—Pengamat politik yang juga pegiat demokrasi Muhammad Said Didu menilai selama sembilan tahun berkuasa, daya rusak Jokowi terhadap demokrasi dan pemerintahan sangat besar. Diperlukan waktu yang lama untuk memperbaikinya.
Said Didu menyatakan hal itu seperti dilansir dari KBA News, Rabu, 6 Maret 2024. Hal itu juga dicuitnya di akun X (Twitter) miliknya dua hari yang lalu.
“Apa yang dilakukanya mengerikan. Daya rusaknya sangat masif dan besar,” kata Mantan Sekretaris Menteri BUMN itu.
Ia merinci lembaga yang sudah dirusak Jokowi, yaitu KPK. Dia mengajukan UU KPK yang mengubah status lembaga antirasuah itu dari independen menjadi lembaga di bawah presiden. Akibatnya, muncullah orang seperti Firly Bahuri yang reputasinya sangat buruk.
Said Didu juga menghancurkan peran MK dengan mendudukkan iparnya di sana. Yang mengubah UU Pilpres tentang umur capres dan cawapres sehingg anaknya Gibran Rakabuming Raka yang belum cukup umur bisa mencalonkan diri. Dia juga mengacak-acak DPR, parpol, penegakan hukum, perguruan tinggi dan teknorat.
“Semuanya diacak-acak dengan hanya mementingkan keluarga dan orang-orang yang menjilat kepadanya,” kata peraih doktor dari IPB Bogor itu.
Utang Besar
Said Didu mengatakan yang paling memprihatinkan, dia menciptakan utang luar negeri yang tertinggi dalam sejarah republik ini.
“Ini pasti berdampak mengerikan atas taraf hidup rakyat. Makin susah mencari pekerjaan, makin tingginya pajak dan makin mahalnya harga kebutuhan pokok” kata Said.
Kebalikan dari yang dirusak itu, tambahnya, Jokowi memperbaiki hal-hal yang tidak berguna bagi rakyat malah membuat hidup makin susah dan sulit.
“Dia membuat oligarki makin berkuasa dalam bidang ekonomi dan politik. Dia galakkan politik dinasti untuk anak dan menantu. Dia membuat politik uang makin terbuka dan terang-terangan,” kata aktivis yang dipanggil dengan julukan “Manusia Merdeka” itu.
Reputasi Jokowi yang lain, katanya, adalah membangun infrastruktur yang boros dan tanpa perencanaan yang membuat kerugian bagi BUMN, malah ada yang bangkrut dengan beban utang yang mengerikan,” demikian Said Didu. (kba).
MK Harus Jaga Kualitas
Sementara itu. Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB Prof. Didin S Damanhuri mengatakan hadirnya di acara Gerakan Penegakan Kedaulatan Rakyat (GPKR) yang digelar oleh tokoh-tokoh ini bertujuan untuk mengembalikan kedaulatan rakyat Indonesia di Balai Sarbini, Semanggi, Jakarta Pusat, pada Senin, 5 Maret 2024.
“Jadi, hadir di (GPKR) di sini sangat mensupport apa yang sudah dilakukan tokoh-tokoh pendiri gerakan untuk memberikan, kembali mengingatkan kita kedaulatan rakyat Indonesia,” kata Didin kepada media dihadiri KBA News.
“Jadi saya memiliki sumbangsih tentang teknologi, utamanya untuk bisa teknologi itu tidak dimanfaatkan untuk membuat kejahatan. Tapi teknologi sebenarnya untuk membuat kemaslahatan Indonesia,” sambungnya.
Dia pun yakin GPKR ini bersatu dengan segala kepercayaan bahwa membangkitkan kembali kedaulatan tentang kecurangan proses yang luar biasa.
“Jadi Insya Allah, kami-kami di sini bersatu dengan segala disiplin ilmu. dengan segala kepercayaan kita. Kita bersama-sama membangkitkan kembali kedaulatan tentang kecurangan proses yang luar biasa yang sebenarnya itu sudah masuk dalam Terstruktur, Sistematis, dan Masif (TSM) ya,” jelasnya.
Selain itu dia mengingatkan Mahkamah Konsitusi agar tidak terpengaruh pada kuantitas dan seharusnya kualitasnya. Dia mengaku sudah banyak tulisan-tulisan yang dirinya update bersama-sama dengan gerakan GPKR untuk mewujudkan kedaulatan dan kejayaan Indonesia.
“Kita juga ingatkan, jangan MK itu hanya terpengaruh pada kuantitas saja, tapi kualitasnya,” tegasnya.
“Kita ingin membangkitkan kembali hati nurani rakyat Indonesia untuk membangkitkan kedaulatan Indonesia ini ekonomi,” tambahnya.
Sebelumnya, dia mengatakan bahawa GPKR adalah merupakan puncak dari gerakan-gerakan yang berlangsung beberapa tahun terakhir ini.
“Yang menyaksikan bagaimana pemerintahan ini diurus secara ugal-ugalan. Banyak kita catat, pelanggaran pada konstitusi dan perundang-undangan yang berlaku, juga melanggar etika seperti yang disampaikan oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK),” katanya.
Namun, kata dia, Presiden Jokowi seperti acuh terhadap semua yang terjadi dan terus melakukan keinginannya untuk tetap berkuasa. “(Pemerintah) tidak bergeming,” jelasnya.
Diketahui, GPKR adalah diinisiasi oleh mantan Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah Din Syamsuddin. Gerakan ini menyuarakan penolakan terhadap kecurangan pemilu dan pilpres.
Gerakan itu terdiri dari 9 anggota presidium di antaranya adalah Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB Profesor Didin S Damanhuri. SSC/KBA